Salwa tersentak saat merasakan sesuatu mengusap-usap rambut dan menyentuh lembut pipinya. Saat membuka mata, sontak dia menarik tubuh tiba-tiba hingga hampir terjungkal ke belakang karena terkejut akan wajah suaminya yang sangat dekat. Untung saja, tangan kekar Fatih sigap menahan tubuhnya.
"Kenapa tidur di sini?" tanya Fatih yang baru disadari Salwa bahwa ketampanannya itu bahkan tidak pudar walau baru bangun tidur. Jejak-jejaknya masih ada di sana: garis bekas lipatan sarung bantal di pipi, rambut yang berantakan, dan mata sayu.
"Kamu ngerjain PR matematika si Hisyam?"
Salwa bingung. Bahkan dia belum sadar kalau tubuhnya masih dalam rengkuhan sang suami.
"Itu." Mata Fatih mengarah pada lembaran-lembaran kertas yang diisi banyak angka dan coretan.
Sejenak, Salwa berpikir untuk mengingat apa yang dia lakukan semalam.
"Ah, itu. Emm ... Salwa susah tidur, jadi ...."
"Ngerjain soal matematika?"
Salwa mengangguk dan memposisikan tubuhnya dengan benar setelah Fatih melepaskan tangannya.
Fatih meletakkan tangannya pada puncak kepala Salwa sambil berkata, "Kamu ... unik, ya?"
Kini degup jantung Salwa tiba-tiba menjadi tak terkontrol. Lesung pipi suaminya tercetak jelas. Di mata Salwa, suaminya saat ini benar-benar terlihat seperti Rumaysha yang baru bangun tidur dan tersenyum kala diberi sebotol susu. Sangat menggemaskan.
"Masih belum solat?"
"Belum tau. Nanti Salwa cek dulu." Suara Salwa mengecil saat menjawab pertanyaan suaminya. Malu saja rasanya.
"Ya udah, Mas mandi duluan."
Salwa mengangguk dan segera membereskan kertas-kertas yang berserakan di meja kecil yang dia temukan di antara lemari dan nakas, tadi malam. Dan tanpa sadar, ternyata dia terlelap saat mengerjakan soal ke sebelas dari empat puluh soal matematika, soal UN2013 tingkat SMP.
Setelahnya, Salwa menyiapkan pakaian Fatih: koko hijau lumut selutut dipadu dengan celana di atas mata kaki berwarna krem. Tak lupa dia juga menyiapkan pakaiannya: satu set gamis berwarna lavender berbahan katun. Kalau diingat-ingat, seharusnya hari ini dia sudah bersih dan bisa mandi wajib. Sudah rindu rasanya bersimpuh di atas sajadah lama-lama; bercerita banyak hal kepada-Nya; melangitkan ingin-ingin yang memenuhi harapannya.
***
Sepulang dari rumah Papa tiga minggu lalu, Salwa dan Fatih kembali ke aktivitas rutin mereka. Setiap kali Fatih tidak pulang karena melakukan penerbangan, Salwa memutuskan untuk menginap di rumah toko miliknya bersama Aulia dan Nilam. Fatih pun memberi izin karena khawatir kalau Salwa harus bolak-balik apartemen-toko. Daripada kekhawatirannya nanti mengganggu pekerjaan, lebih baik dia menitipkan istrinya kepada para sahabatnya itu.
Sudah dua hari berlalu tanpa kehadiran Fatih di minggu ke empat pernikahan mereka. Syukurnya, kesibukan di toko yang mendadak ramai membuat Salwa sejenak lupa akan cerita masa lalu suaminya. Rasa penasaran akan perempuan di dalam foto, atau pun alasan Fatih masih menyimpannya, menguap begitu saja.
Fokus Salwa yang tengah membuat pola mendadak buyar setelah mendengar Nilam memekik dari lantai dua. Dia menanyakan di mana ponselnya saat ini: Apakah ada di lantai bawah? Mia yang sigap pun mengedarkan pandangan di sekitar meja kerja Nilam. Nihil, di sana tidak ada apa-apa.
"Kok gak ada, sih? Coba cari lagi, Mia. Penting banget." Nilam masih berada di ujung tangga, menanti Mia mencarikan ponselnya.
"Enggak ada, Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kilometer Cinta [Complete] ✔️
Romance⚠️Warning! Baper detected⚠️ Romance-religi Dukung saya dengan cara follow dan rekomendasiin cerita ini ke teman-teman wattpad kamu. Terima kasih. 💙 Prolog : Siapa pun pasti pernah mengalami kecewa. Entah itu perpisahan atau pertemuan yang disesa...