Fatih merasa ada sesuatu yang terus saja bergerak di sampingnya. Ia pun membuka mata melihat ke tempat Salwa berbaring. Tampak istrinya memegang perut sambil meringis menahan sakit. Bulir keringat sebesar jagung memenuhi keningnya.
"Salwa? Kamu kenapa?" tanya Fatih khawatir.
Salwa membuka matanya perlahan. Ia menyelipkan anak rambut yang mencuat dari balik jilbab. Sebelum mereka tidur, ia sudah meminta izin untuk tidak membuka jilbab dikarenakan belum siap dan Fatih mengizinkannya.
"Enggak pa-pa. Ssshh," ucap Salwa. Namun, hal itu berbeda dengan respon tubuhnya yang meringkuk dan memejamkan mata.
Fatih segera mengelus bahu Salwa. "Kenapa? Apanya yang sakit? Kamu jangan gini. Kamu kenapa?" tanyanya panik.
"Wawa, udah bi-asa, kok. Gak pa-pa."
"Udah biasa apa? Kamu kenapa?"
Fatih bangkit dan mengecek suhu tubuh Salwa menggunakan punggung tangan. Ia juga mengusap keringat di kening istri cantiknya. Ada rasa khawatir berbalut takut yang menguasainya saat ini.
"Salwa ...," panggil Fatih.
"Wawa gak pa-pa. InsyaAllah."
"Buka jilbabnya!"
Salwa terbelalak. Ia bahkan sudah menggeser tubuhnya sedikit menjauhi Fatih.
Fatih mengembuskan napas kasar. "Keringat kamu banyak banget itu. Aku khawatir, Salwa," ungkapnya setelah melihat raut wajah sang istri.
"Tell me now. What happen with you?" sambung Fatih kemudian. (Katakan sekarang. Apa yang terjadi sama kamu?)
"Wawa, Wawa ... cuma nyeri haid." Salwa menundukkan kepalanya. Ia merasa malu mengungkapkan hal tersebut pada Fatih.
Fatih menghela napas panjang. Jam dinding sudah menunjukkan angka satu. Suasana rumah sudah sepi sejak jam sebelas lalu. Ia pun mencoba menelepon sang kakak untuk menanyakan sesuatu yang bisa meredam rasa nyeri haid. Namun, setelah dua kali percobaan, panggilannya tak diangkat. Akhirnya, ia berselancar di pencarian serba tahu dengan sebelah tangan yang terus mengusap punggung Salwa.
Tidak lama kemudian, Fatih keluar dari kamar. Salwa yang tengah menahan rasa nyeri hanya melihat punggung tegap suaminya berlalu dan menghilang dari balik pintu. Ia tak tahu apa yang akan dilakukan Fatih. Rasa sakit seperti diremas-remas pada bagian bawah perut membuatnya bungkam sembari mengucap istigfar.
Lima menit kemudian, Fatih kembali dengan botol minum di tangannya. Ia mengambil sesuatu dari dalam koper sebelum menghampiri Salwa. Botol itu pun dibungkus menggunakan handuk kecil bewarna abu-abu.
"Telentang sini," pinta Fatih.
Salwa menggeleng pelan. Ia masih memiringkan tubuh sembari mendekap guling.
Fatih meletakkan botol minum yang ternyata berisi air hangat itu ke atas perut Salwa. Ia menarik sebelah tangan istrinya untuk menahan botol tersebut. Sementara itu sang istri hanya terdiam dan mengedipkan mata berulang kali.
"Sekarang jilbabnya harus dibuka. Kamu udah keringatan banyak banget," titah Fatih.
"Tapi Wawa---"
"No tapi-tapi. Istri soleha itu harus dengerin apa kata suami."
Fatih segera membuka jilbab panjang Salwa dan meletakkannya di atas nakas. Ia juga mengusap keringat Salwa menggunakan tisu.
Salwa yang diselimuti rasa malu hanya mampu menutupi sebagian wajahnya menggunakan selimut. Ia menggigit bibir bawahnya setiap kali Fatih mengusap kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kilometer Cinta [Complete] ✔️
Romance⚠️Warning! Baper detected⚠️ Romance-religi Dukung saya dengan cara follow dan rekomendasiin cerita ini ke teman-teman wattpad kamu. Terima kasih. 💙 Prolog : Siapa pun pasti pernah mengalami kecewa. Entah itu perpisahan atau pertemuan yang disesa...