Bab 15 : I'm Okey, I Think

11.9K 1.1K 20
                                    

"Maaf, tolong jaga sikap. Kita belum menikah. Tidak sepatutnya kamu memperlakukan saya seperti tadi," ucap Salwa tegas.

Fatih yang mendengarkan dari balik tembok tiang penyangga bangunan bandara merasa tidak nyaman. Namun, ia tetap menuruti kemauan Salwa yang tidak ingin berbicara langsung padanya dengan saling berhadapan.

"Iya, maaf. Saya hanya ingin kamu tahu bahwa mulai saat ini saya akan lebih perhatian," balas Fatih yang menyandar pada tembok.

Salwa mengembuskan napas panjang. Rasanya ia ingin berteriak saat ini. Namun, lafaz istigfar berhasil meredam amarahnya.

"Silakan lakukan itu setelah kita menikah. Bukan saat seperti sekarang."

"Kenapa? Kamu gak suka kalau aku perhatian?"

"Allah lebih tidak menyukai itu."

Seakan tersadar dari tidur panjang, Fatih menempelkan telapak tangan di atas dadanya. Ada sebersit rasa yang tidak dapat diungkapkan dengan kata di dalam sana.

"Saya pamit dulu. Assalamualaikum." Salwa segera berlalu memasuki bandara dan berjalan menuju pintu keluar. Tanpa menoleh ke belakang, tanpa mendengar balasan salam dari Fatih.

Fatih terpaku di tempat. Ia tahu perjalanannya masih panjang dan tidak mudah. Namun, mendengar ungkapan Salwa barusan membuat ia ingin segera menikahi perempuan bersuara tegas itu.

"Iya. Waalaiku ... mussalam." Fatih tertegun melihat Salwa yang baru saja melewati pintu kaca otomatis dan meninggalkannya.

Fatih menatap pesawat yang baru saja landing. Ia berjalan menuju burung besinya untuk melakukan penerbangan terakhir hari ini. Langkahnya gontai dan hampir saja ia menabrak truk bagasi yang tengah memasukkan koper penumpang ke dalam perut pesawat.

"Melamun, Mas?" tanya salah satu petugas yang mengenali Fatih.

"Maaf-maaf, Mas. Lagi mikir tadi sambil jalan."

"Hati-hati, Mas."

"Iya-iya. Makasih ya, Mas. Udah beres semua belum?" Fatih melihat koper-koper yang tengah disusun oleh petugas.

"Udah, Mas. Ini kloter terakhir."

Fatih mengangguk dan mengulas senyum. Ia segera beralih ke tangga untuk memasuki pesawat lewat pintu belakang.

"Saya naik dulu, Mas. Mari."

"Mari, Mas."

Fatih sudah berada di dalam kokpit saat ini. Ia mengecek beberapa dokumen penumpang yang akan terbang menuju Jawa Barat. Jumlah penumpang yang tidak full tetap membuat perasaannya sedikit takut. Tanggung jawab yang diemban tetaplah sama. Nyawa ratusan penumpang bisa melayang begitu saja bila ia melakukan kesalahan nanti ketika mesin menyala.

"Sudah diperiksa semua, Fat?"

"Sudah, Capt. Ini beberapa dokumen yang perlu ditandatangani." Fatih menyerahkan beberapa dokumen tersebut.

Kini ia melihat sekitar lapangan terbang yang tengah ramai akan penumpang. Pesawat yang tadi landing terparkir cukup jauh dari pintu masuk bandara. Beberapa bus dari maskapai penerbangan terkait kini melintas untuk menjemput mereka.

Namun, mata Fatih menangkap sosok perempuan yang begitu mirip dengan seseorang di masa lalunya. Ia tampak menggendong anak kecil. Penasaran, ia pun mengambil ponsel dan membuka aplikasi kamera. Baru saja akan dilakukan pengezooman, perempuan itu sudah memasuki bus.

Fatih merasakan degup jantungnya yang menggila. Sosok perempuan tadi seakan membuatnya yakin bahwa dia adalah seseorang yang mengambil alih kuasa hatinya, dulu. Namun, sosok anak kecil itu seakan menghempaskan perasaannya ke dasar bumi. Mungkinkah alasan perempuan itu pergi karena anak itu?

Kilometer Cinta [Complete] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang