Bab 20 : Orang dari Masa Lalu

13K 1.4K 26
                                    

Pesawat yang dinaiki Fatih dan Salwa tengah terbang menuju Jakarta tiba-tiba mengalami sedikit guncangan. Pesan suara yang disampaikan pilot dengan mudah dimengerti oleh Fatih. Ia pun segera melihat ke jendela pesawat untuk memantau kondisi saat ini.

"Mohon tetap tenang. Silakan gunakan sabuk pengaman dengan benar. Mohon duduk di kursinya, Pak." Para pramugari memperingatkan penumpang yang merasa panik agar tetap tenang dan duduk di kursinya masing-masing.

Salwa yang duduk di dekat jendela tiba-tiba menahan napas. Tubuh Fatih yang condong ke arahnya membuat desiran aneh di dada. Ia bahkan dapat mencium aroma parfum Fatih yang menembus kain cadarnya.

"Kamu takut?" tanya Fatih pada Salwa yang terlihat menegang di tempat duduk.

Salwa menggeleng. Ia mengalihkan pandangan ke arah jendela untuk menyembunyikan rasa gugupnya.

"Tenang aja. Ini cuma guncangan akibat turbulensi. Itu, kamu liat di sana. Gak ada apa-apa, 'kan?" tunjuk Fatih ke arah jendela.

Salwa mengangguk.

"Turbulensi cuaca cerah memang biasa terjadi secara tiba-tiba. Tapi ini gak berbahaya, kok. Jadi gak usah panik," terang Fatih yang didengarkan oleh Salwa dengan cermat.

Salwa menoleh pada anak kecil yang menangis dan mengeluh telinganya sakit. Anak laki-laki yang duduk di seberang mereka itu memegang telinga sambil merengek pada ibunya. Salwa menoleh pada Fatih, dalam sorot matanya terpampang jelas akan pertanyaan penyebab bocah itu menangis.

"Biasa, pada anak kecil atau lansia akan mengalami telinga berdengung akibat guncangan ini." Fatih tersenyum pada Salwa. Ia kemudian meminta air hangat dan penutup telinga pada pramugari.

Pramugari pun segera memberikan permintaan Fatih. Hanya salah satu dari empat pramugari itu yang mengenali Fatih. Selebihnya menganggap bahwa Fatih hanya penumpang biasa.

"Ini air hangatnya, Mas." Pramugari bersanggul rapi itu menyerahkan secangkir air hangat dan penutup telinga.

"Makasih, Mbak." Fatih mengambil cangkir itu dengan hati-hati agar tidak bersentuhan dengan si pramugari. Setelahnya, ia menyodorkan cangkir tersebut pada ibu dari bocah laki-laki yang yang masih merengek.

"Ini, Mbak. Si adek suruh minum air hangat. Sama ini, pakai penutup telinga biar mengurangi dengung di telinganya," ujar Fatih.

"Eh, iya, Mas. Terima kasih." Ibu sang anak itu pun mengambil dan membujuk anaknya agar meminum air hangat. Ia kemudian memakaikan penutup telinga dan mengusap punggung anaknya.

Salwa memperhatikan suaminya tersebut. Dua bulan mengenal Fatih, ia hanya melihat sisi pengertian yang dimiliki suaminya. Di luar wajah tampannya tentu saja.

Fatih melihat jam tangan yang senantiasa digunakan. Jarum pendeknya menunjukkan angka dua, sementara yang panjang berada tepat di angka empat. Ia kemudian beralih pada istrinya yang tampak duduk tenang.

"Kamu lapar?"

"Enggak."

"Emm, nanti sebelum ke apartemen kita ke kantorku sebentar, ya?"

Salwa menatap wajah suaminya. Ia berkedip tiga kali, lalu menunduk dan membenarkan posisi duduknya.

Sepasang lesung pipi Fatih muncul. Ia tertarik untuk menggoda istrinya saat ini.

"Ada berkas yang mau aku ambil di kantor. Gak lama, kok. Gak pa-pa, 'kan?" Fatih mendekatkan wajahnya pada Salwa.

Salwa menjauh. Ia benar-benar merasa tak nyaman saat seorang pramugari melewati dan memperhatikan mereka.

Kilometer Cinta [Complete] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang