"Mbak Ibah?" Fatih menatap kakak perempuannya tengah kesusahan menggendong Rumaysha sambil menenteng tas dan Sabiya.
"Uncle ...!" pekik Sabiya. Sontak Rumaysha terbangun dan merengek.
"Kakak ...." Ibah menggoyangkan tubuhnya, berharap Rumaysha kembali tertidur.
Fatih segera membawa Sabiya ke dalam gendongannya. Tas jinjing yang ada di tangan Ibah pun segera dibawa masuk. Tidak lama kemudian, Salwa menghampiri mereka.
"Mbak." Salwa menyapa Ibah dan menyalaminya. "Si kecil tidur, ya? Langsung ke kamar aja, Mbak."
"Iya. Makasih ya, Dek." Ibah segera membawa Rumaysha ke dalam kamar utama. Sementara itu, Sabiya menyembunyikan wajahnya di leher Fatih.
"Biya, geli iiih leher uncle. Turun, ya?" pinta Fatih.
"Enggak. Biya mau digendong terus!"
"Memangnya gak malu diliatin sama Aunty Wawa? Turun, ya?"
"Gak mau!"
Salwa hanya mampu tersenyum kecut. Cadar yang dia gunakan tadi sudah dilepas begitu mengetahui siapa tamu yang datang. Tangan yang tadi berencana mengelus bahu Sabiya pun enggan diulurkan.
Entah mengapa, Salwa masih bingung bagaimana cara mengambil hati keponakannya itu. Baru kali ini dia bertemu dengan anak kecil yang sangat tidak menyukai kehadirannya. Sebelumnya, selalu saja anak-anak lagu itu yang lebih dulu menempel padanya.
"Biya, turun, Nak. Kasian itu Uncle Fatih masih capek," kata Ibah setelah menidurkan Rumaysha di dalam kamar.
"Enggak. Ini uncle-nya Biya."
"Semua orang juga tahu, Biya. Anak baik harus dengerin apa kata bundanya, loh."
"Tapi ...."
"Turun. Bunda mau ngomong sesuatu sama uncle-nya."
"Iya." Sabiya sudah melonggarkan pelukannya dan turun dari gendongan Fatih.
Mereka berempat pun duduk di sofa sebelum Ibah mengutarakan niatnya datang ke sana. Salwa berencana mengambil minuman, tetapi ditahan oleh Ibah. Dia tidak akan lama, begitu katanya.
"Mbak mau nitipin anak-anak sekitar dua hari di sini. Boleh, 'kan?" tanya Ibah.
"Ada apa emangnya, Mbak?" Bukannya menjawab, Fatih malah melempar pertanyaan juga.
"Mama mertua mbak sakit dan lagi dirawat inap. Mas Azlan lagi pelatihan di Jawa Timur. Adek-adek Mas Azlan juga udah pada pindah."
"Innalillahi. Syafahallah buat mama mertua Mbak, ya" ucap Salwa, pelan.
"Iya, Dek, insyaAllah. Makanya Mbak minta tolong ke sini. Jagain anak-anak. Gak ngerepotin, 'kan?"
"InsyaAllah enggak, Mbak. Tapi Salwa ikut apa kata Mas Fatih aja."
Ibah mengalihkan pandangan ke arah adiknya. "Gak pa-pa, Dek?"
Fatih mengulas senyum. Lagi-lagi sepasang lesung pipinya timbul dan secara tidak langsung menjawab pertanyaan Ibah.
"Gak pa-pa, Mbak. Kebetulan juga adek lagi masa stand by. Jadi, bisa bantu jagain. Hitung-hitung belajar jadi orang tua walau sementara," ujar Fatih.
"Alhamdulillah. Ya udah, mbak langsung pamit aja, ya? Nanti juga mau mampir ke rumah Papa sebentar buat ngantar lauk."
Ibah segera meninggalkan apartemen Fatih setelah memberi wejangan pada Sabiya agar menjadi anak penurut. Tak lupa juga dia memberi beberapa cemilan favorit Sabiya dan Rumaysha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kilometer Cinta [Complete] ✔️
Romance⚠️Warning! Baper detected⚠️ Romance-religi Dukung saya dengan cara follow dan rekomendasiin cerita ini ke teman-teman wattpad kamu. Terima kasih. 💙 Prolog : Siapa pun pasti pernah mengalami kecewa. Entah itu perpisahan atau pertemuan yang disesa...