Bab 14 : Future Wife

13.5K 1.4K 30
                                    

Salwa tengah mendengarkan ocehan Hisyam saat ini. Banyak hal yang ingin diceritakan adik bungsunya itu. Namun, saat ini ia hanya kesal karena tidak diberitahu perihal lamaran sang kakak.

Salwa tersenyum saat mendengar Hisyam sangat mendukungnya. Apalagi acara akad nikah yang akan digelar di tempat tinggal mereka. Sebab Hisyam tidak bisa izin libur lebih dari tiga hari akibat sudah mendekati ujian akhir semester.

"Kenapa kamu dukung mbak buat nikah sama Mas Fatih?" tanya Salwa sebelum menutup panggilan.

"Karena adek yakin, Mas Fatih gak akan nyakitin Mbak Alwa."

Salwa terenyuh. Dalam hati ia menangis haru. Ia bersyukur karena Allah memberi adik-adik yang begitu mencintainya. Tidak ada hal yang patut disyukuri selain rezeki memiliki saudara yang saling mencintai.

"Mbak tutup dulu, ya? Udah hampir sepuluh menit. Assalamualaikum." Salwa menutup panggilan setelah mendengar jawaban salam dari Hisyam.

"Bawel banget, 'kan?" tanya Hazwar yang baru selesai mengelap mobil.

Salwa tersenyum. "Udah belum? Nanti ketinggalan pesawat lagi. Udah hampir jam sembilan, loh, ini," ujarnya sesaat setelah melihat jam tangan.

"Udah, Mbak."

"Bu, Alwa udah ma---"

"Enggak bisa besok atau lusa aja pulangnya, Nak?" potong Sofia dengan genangan air di matanya.

Salwa mendekati malaikat tak bersayapnya. Tangannya menggenggam tangan keriput itu untuk dicium. Sebuah senyuman sedang diperlihatkannya saat ini.

Sofia mengelus sebelah pipi putrinya yang tertutup cadar. Debaran panas di dalam dada membuatnya tak ingin berpisah.

"Ada pesanan yang harus selesai sebelum Alwa cuti, Bu."

Sofia mengangguk. Ia paham akan pekerjaan anaknya. "Ya udah, yang penting seminggu sebelum acara kamu udah pulang, ya?"

"InsyaAllah, Bu."

Salwa dan Hazwar bergegas menuju Bandara Cut Nyak Dhien Nagan Raya yang memakan waktu kurang lebih satu jam. Sofia tidak bisa ikut karena ada pertemuan Ibu-ibu untuk membahas persiapan kedatangan direktur area ke wilayah mereka.

Dalam perjalanan, Salwa memilih diam dan memejamkan mata. Hari ini akan sangat melelahkan. Sebab pesawat yang akan ditumpanginya harus transit di bandara Kuala Namu, Medan selama tiga jam.

"Mbak."

"Hem."

"Adek dukung pernikahan mbak. Masih inget, 'kan?"

"Hem." Salwa masih memejamkan matanya.

"Mbak tahu kalau adek gak suka lihat Mbak nangis, 'kan?"

Salwa membuka mata. Ia menunggu kalimat apa yang sebenarnya hendak dikatakan Hazwar.

"Adek bakalan ikhlasin Mbak nikah sama Mas Fatih. Tapi, adek mau Mbak juga ikhlasin masa lalu itu." Hazwar menatap Salwa sekilas yang menatap jalanan lewat jendela mobil.

Hening. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Salwa.

"Mbak ...." Hazwar menepikan mobilnya.

"Kok berhenti, Dek? Sejam lagi jam penerbangan mbak, loh."

"Mbak ...." Hazwar menatap Salwa.

Salwa menoleh. Matanya sudah berkaca-kaca saat ini. Namun, tidak lama kemudian netranya menyipit bak bulan sabit bersamaan bulir bening yang mengalir di atas cadarnya.

"Bismillah. Bismillah, Dek." Suaranya terdengar sengau, menimbulkan rasa panas di mata Hazwar.

***

Kilometer Cinta [Complete] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang