Bab 38: Tahun Baru

11.7K 1.2K 49
                                    

Malam ini Fatih terpaksa tidur terpisah dengan istrinya. Berulang kali Salwa meminta maaf karena perutnya sangat mual jika mencium aroma tubuh sang suami. Entah apa penyebabnya. Mereka berdua pun heran dibuatnya.

Fatih sudah mencoba menggunakan parfum yang aromanya lebih lembut dan ringan miliknya. Namun, hal itu nyatanya tidak mengubah keadaan. Salwa masih menutup hidung dan berusaha menjauhinya. Alhasil, dia memutuskan untuk tidur di kamar Ibah.

Suara letusan mercon dan kembang api memenuhi pendengaran keduanya. Menemani malam mereka yang kembali terpisah jarak walau hanya berbeda kamar. Perayaan malam tahun baru yang biasanya diikuti oleh Fatih kini telah berubah. Dia sepakat dengan sang istri yang sudah tidak merayakannya beberapa tahun ke belakang setelah mengetahui hukum merayakan tahun baru. Namun, keriuhan malam ini tidak seirama dengan suasana hatinya. Berulang kali Fatih berpikir mengapa Salwa mual-mual karena aroma tubuhnya. Sebelumnya, dia tidak pernah begitu, bahkan saat Fatih dipenuhi peluh-peluh.

Suara bising malam tahun baru membuat Salwa kesulitan untuk tidur. Matanya selalu terjaga walau sudah ngantuk berat. Akhirnya, dia memutuskan untuk membuat air madu di dapur. Seperti sebelumnya, dia menemukan sang papa berada di sana dalam kondisi duduk termenung.

"Pa?"

Papa menoleh lalu tersenyum. Setelah mengusap wajah, lantas Papa bertanya mengapa Salwa belum tidur. Menantunya itu pun menjawab seadanya.

"Berisik banget, ya?"

Salwa mengangguk kecil. Dia segera mengambil madu dan membuat minuman tersebut. Tidak hanya satu, dia membuat dua gelas.

"Fatih udah tidur?" tanya Papa saat setelah Salwa menghidangkan air madu.

"Enggak tau, Pa. Mungkin udah." Sebenarnya, Salwa ragu untuk menjawab. Dia khawatir Papa akan berpikir bahwa mereka belum baikan sepenuhnya.

"Loh, memangnya kamu enggak dari kamar?"

"Mas Fatih tidur di kamar Mbak Ibah, Pa."

"Kenapa?"

Salwa lalu menjelaskan apa yang terjadi. Namun, kekhawatirannya sirna saat melihat wajah Papa tersenyum bahagia. Bukannya marah atau bertanya lebih lanjut, mertuanya itu malah menenggak air madu lalu berkata, "Ya sudah, enggak apa-apa. Awal-awal pasti memang agak sensitif. Yang penting kamu harus bisa jaga diri dan jangan banyak pikiran."

Kening Salwa berkerut. Dia sama sekali tidak paham dengan maksud dari ucapan mertuanya. Tentu saja dia akan menjaga diri. Namun, banyak pikiran atau tidak, terkadang itu bukan menjadi hal yang bisa dia kontrol.

"Sudah, jangan begadang. Usahakan untuk tetap bisa tidur malam ini, ya? Palingan bentar lagi bisingnya berkurang." Papa meninggalkan Salwa sendirian di meja makan.

Salwa masih di tempat untuk beberapa saat. Kantuknya sudah hilang seiring riuh kembang api yang berkurang. Dia pun berinisiatif untuk mengerjakan beberapa soal fisika untuk mengisi waktu. Entah kenapa, dia membayangkan akan terasa menyenangkan jika dapat menyelesaikan soal-soal.

Waktu berselang tanpa terasa. Jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan angka tiga. Suara riuh sudah reda sepenuhnya. Namun, di saat kantuk melanda, Salwa malah merasa lapar. Dia ingin mencoba tidur sebentar agar dapat melakukan salat Tahajud nantinya, tapi perutnya tidak bisa diajak kompromi. Alhasil, dia kembali ke dapur untuk mencari makanan sisa tadi malam. Namun, dia tidak berselera.

"Sayang?" Suara Fatih mengejutkan Salwa. Suaminya tampak mengucek-ngucek mata dan hendak menghampirinya.

Sontak Salwa melangkah ke belakang. Dia khawatir perutnya akan kembali mual. Fatih yang menyadarinya pun lantas berhenti di tempat lalu berujar, "Kamu belum tidur?"

Kilometer Cinta [Complete] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang