"Masih sakit?" tanya Salwa sembari mengusap punggung Sabiya.
Sabiya mengangguk lemah. Dia menatap wajah Salwa cukup lama lalu memeluknya. "Bundaaa," ucapnya dengan suara bergetar.
Salwa segera mendekap tubuh mungil keponakannya. Lagi-lagi suara tangis gadis kecil itu pecah. Sudah lima belas menit berlalu sejak Sabiya bangun karena merasa tenggorokannya sakit. Mungkin karena makan ice cream tadi sore.
"Kakak kangen Bunda, ya?" tanya Salwa lembut sembari mengusap rambut Sabiya.
"Bundaaa ...."
"Cup cup." Salwa segera menggendong anak enam tahun tersebut. Walau sedikit kesusahan, tetapi tetap dilakukannya untuk menenangkan sang keponakan.
Sabiya memeluk erat leher Salwa. Tangisnya sudah sedikit mereda saat ini. Namun, isaknnya yang memanggil Ibah, sang bunda, tak kunjung berhenti. Salwa bingung harus melakukan apa.
Nasib baik. Di tengah kebingungan, Fatih menelepon tepat saat jam di layar ponsel Salwa menunjukkan angka 22.00. Dengan segera Salwa mengangkatnya dan melaporkan apa yang sedang terjadi.
"Sayang ... malam ini bobo sama Onty Salwa dulu ya, Nak? Besok pagi uncle pulang. Biya mau uncle beliin apa?" tanya Fatih, lembut.
"Bundaaa ...."
"Biya ... kalau nangis nanti tenggorokannya makin sakit, loh. Sekarang Biya bobok lagi, ya. Dengerin apa kata Onty. Okey?" bujuk Fatih kembali.
Sabiya mengangguk dan kembali memeluk Salwa. Tangannya segera menggenggam ujung rambut onty-nya. Dengan masih sedikit terisak, ia mulai memejamkan mata. Salwa pun melaporkan hal tersebut pada suaminya.
"Dia memang suka megang rambut kalau susah tidur. Kamu gak pa-pa, 'kan?" tanya Fatih.
"Iya. Wawa gak pa-pa."
"Maaf kalau mas lupa ngabarin kamu tadi. Mas udah di hotel sekarang."
"Iya gak pa-pa," ucap Salwa dengan tatapan kosong ke arah tumpukan buku di bawah meja.
"Besok kamu mau dibelikan apa? Nanti biar---"
"Mas, udah dulu, ya? Wawa mau nidurin Sabiya dulu. Dia udah mulai tenang sekarang. Assalamualaikum." Salwa segera meletakkan ponselnya di meja setelah menutup panggilan.
Ada desiran aneh yang menjalar di dada Salwa. Mendengar suara sang suami membuat hatinya jadi tak keruan. Entah bagaimana caranya untuk menanyakan seputar foto tersebut. Siapa, mengapa, dan apa yang sebenarnya terjadi? Namun, Salwa segera menepis pikiran buruknya. Kalau Fatih dapat menerima masa lalunya, mengapa dia tidak bisa?
***
Tepat saat jam menunjukkan angka tiga sore, Salwa terbangun dari tidur siangnya. Dilihatnya dua bocah lucu di samping kanan, masih tertidur pulas. Sementara itu, lelaki yang baru saja pulang pukul 10.15 pagi tadi sudah tidak berada di sofa dalam kamar. Ke mana Fatih?
Salwa segera meletakkan bantal guling di sisi Rumaysha sebelum meninggalkan dua keponakan lucunya itu di kamar. Saat kakinya melangkah melewati pintu, terdengar suara Fatih tengah menelepon seseorang. Namun, tidak ingin mengganggu privasi sang suami, dia pun terus melangkah ke arah dapur. Walau saat ini ada banyak pertanyaan di kepalanya sejak tadi malam yang sangat mengganggu.
Salwa segera mengeluarkan beberapa bahan masakan dari kulkas. Sepertinya, cah kangkung, udang mentega, dan tempe goreng akan menjadi menu makan malam yang sederhana. Dia bukanlah seorang perempuan yang handal dalam memasak. Semua jenis masakan yang dikuasai pun hanya masakan kampung saja. Spageti adalah satu-satunya jenis masakan luar negeri yang dia kuasai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kilometer Cinta [Complete] ✔️
Romance⚠️Warning! Baper detected⚠️ Romance-religi Dukung saya dengan cara follow dan rekomendasiin cerita ini ke teman-teman wattpad kamu. Terima kasih. 💙 Prolog : Siapa pun pasti pernah mengalami kecewa. Entah itu perpisahan atau pertemuan yang disesa...