Bab 26 : She Is Mine

13.8K 1.3K 38
                                    

"Maaf," gumam Fatih.

Salwa terdiam mendengar ucapan suaminya barusan. Sementara itu, lelehan air matanya masih menganak sungai.

"Eh, itu, maksudnya maaf karena masak buat mas, kamu jadi terluka." Fatih mengalihkan pandangannya pada jari Salwa.

Salwa mencoba tersenyum. Walau air matanya terus mengalir, tapi hatinya berusaha menenangkan. "Nggak pa-pa. Udah seharusnya."

"Sakit banget?"

Salwa menggeleng. "Cuma agak perih aja," ucapnya.

Fatih mengusap pipi Salwa yang basah kemudian mencium jari sang istri. Hatinya begitu teriris. Namun, sekelebat wajah Binar tadi pagi kembali mengusik.

"Kita pesan makanan aja. Mas gak mau kamu luka lagi nanti."

Salwa mendelik. Apa-apaan suaminya, bahan masakan sudah disiapkan, tiba-tiba ingin pesan antar saja?

"Terus itu yang di dapur gimana?" tanya Salwa bingung.

"Ya ... masukin lagi ke kulkas."

"Nanggung, Mas. Sayang juga itu udah dipotong-potong."

"Apa? Kamu bilang apa?" Fatih mendekatkan wajahnya pada Salwa.

Salwa sedikit memundurkan tubuhnya seraya berkata pelan, "Sayang, Mas, itu yang di dapur."

"Kok pakai yang di dapur, sih? Coba bilang 'sayang' aja," goda Fatih.

Salwa terdiam. Degup jantungnya tiba-tiba berpacu tanpa ia duga. Sepasang lesung pipi suaminya timbul diiringi senyumnya yang merekah.

***

"Coba cicipin. Aaa." Fatih menyodorkan sesendok kecil kuah cah kangkung pada Salwa. "Gimana? Udah pas belum rasanya?"  tanyanya kemudian.

Salwa mengangguk. Setelah membujuk sang suami agar memasak bahan yang sudah disiapkan saja, akhirnya Fatih mengurungkan niatnya untuk memesan makanan siap santap. Namun, syaratnya adalah Fatih yang memasak.

"Okey. Lanjut masak udang menteganya." Fatih bersorak senang.

"Solat dulu, Mas."

"Siap, laksanakan," ucap Fatih tegas sembari memberi hormat pada Salwa.

Salwa tersenyum dan menunduk di bangku minibar dekat dapur.

Fatih berjalan mendekat, meletakkan sebelah tangannya di atas kepala Salwa, lalu menyamakan tingginya dengan sang istri sembari berkata, "Tunggu mas solat, ya? Jangan ada yang disentuh bahan masaknya. Nanti mas ngambek." Fatih melenggang pergi ke kamar mandi setelah mendaratkan ciuman singkat di kening Salwa dan mengusap rambutnya. Ia pun melepas celemek yang menempel di tubuhnya.

Salwa tak kuasa menahan senyum. Rona merah di pipi juga turut membuatnya merasa gerah. Bahkan dia menggigit pipi bagian dalam karena perlakuan suaminya barusan.

"Allah ... malu banget rasanya," gumamnya pelan sembari melirik punggung Fatih yang baru saja masuk ke kamar utama.

Tidak berselang lama, Sabiya keluar dari kamar sambil mengucek mata. Rambutnya sedikit berantakan. Sambil berjalan menuju tempat Salwa duduk, dia menanyakan bolu pandan yang dibawa oleh Fatih tadi pagi.

"Masih ada kok, Sayang. Sebentar, ya." Salwa segera beranjak untuk mengambil piring kecil. Ia memotong kue bolu tersebut lalu memberikannya pada sang keponakan. Mereka duduk di sofa bersama.

"Enak banget, ya?" tanya Salwa sembari membenarkan ikatan rambut Sabiya.

"He'em. Cobain, nih!" Sabiya menyuapkan secuil bolu ke dalam mulut Salwa. "Enak, 'kan?" tanyanya kemudian.

Kilometer Cinta [Complete] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang