02. Mengenal Lebih Jauh

1.4K 179 5
                                    

"Gue rasa kalo kita terus-terusan lembur kayak gini, kerutan di wajah gue akan bertambah," keluh Niken. Hari ini, seluruh staf divisi keuangan memutuskan untuk menginap di kantor guna menyelesaikan tugas dari Ali.

"Berdoa aja, semoga setelah ini kita gak akan berhubungan sama Pak Ali lagi. Cukup Pak Alvis aja yang buat gue pusing tujuh keliling," keluh Prilly.

Alvis yang melihat bawahannya belum pulang padahal waktu telah menunjukkan sepuluh malam merasa heran. Ia memanggil Prilly dan bertanya apa yang terjadi.

"Gue rasa hal ini harus lo tanyakan sama sepupu iblis lo itu," cibir Prilly dengan nada berapi-api.

"Kegilaan apa yang dia perbuat sampe semua divisi merasa kesulitan?" Tanya Alvis diakhiri dengan kekehan.

"Dia nyuruh divisi gue buat nyerahin laporan keuangan dua tahun belakangan ini, tanpa typo, dan waktunya kurang dari 48 jam," adu Prilly dengan nada frustasi.

"Wow, gue rasa keputusan kakek buat jadiin dia Presdir adalah pilihan yang tepat," gurau Alvis membuat Prilly melotot kesal.

"Tapi, gue rasa dia cukup baik sih," kemudian Prilly menambahkan penilaiannya.

"Di antara kita semua, Ali yang dididik paling keras. Meskipun gue lebih tua daripada dia, tapi gue rasa dia lebih pantas memimpin perusahaan ini," terang Alvis. Prilly dengan santai duduk di sofa ruangan, menopang dagunya sambil mendengar cerita Alvis.

"Ali dan Keisha, mereka berdua homeschooling di Kanada. Sisanya, kami semua bersekolah di Singapore."

"Gue rasa orang tua Ali cukup disiplin dan ketat, that's why dia cukup serius. Dan karena terbiasa melakukan semuanya sendiri, dia jadi merasa bahwa orang-orang yang bekerja di bawahnya juga harus menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat. Jadi, sabar-sabar aja, Pril," imbuh Alvis.

"Terus, gue udah bukan bawahan lo lagi nih sekarang?" Tanya Prilly dengan bibir cemberut.

Alvis mengetuk dagunya seolah memikirkan sesuatu. "Tapi, gimana pun gue lebih nyaman bekerja dibawah arahan lo," ujar Prilly jujur.

Alvis menghampiri Prilly di sofa, mengelus puncak kepalanya dengan sayang, "Gue mungkin akan ngurusin perusahaan di China."

Prilly menatap Alvis dengan pandangan berkaca-kaca, "Kapan?"

"Bukan dalam waktu dekat ini, Ali masih perlu beradaptasi kan?" Wajah Prilly memerah menahan tangis, ia sudah melewati 5 tahun menghadapi suka dan duka perusahaan bersama Alvis.

"Kenapa harus lo?" Tanya Prilly sedih.

"Karena perusahaan di China juga termasuk pusat yang besar, posisi Presdir gak bisa dibiarin kosong dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan, Polar masih sekolah." Jelas Alvis yang membuat Prilly mengangguk paham.

"Aaaa...gue rasa, gue harus ngabisin waktu sebaik mungkin sama lo." Ujar Prilly dengan wajah sedih yang tidak dapat disembunyikan.

* * *

Prilly menyuruh seluruh staf divisi keuangan untuk pulang, karena ada salah satu staf yang pingsan. Lagipula, tugas mereka sudah hampir selesai.

"Lo beneran gapapa, Pril?" Tanya Niken memastikan.

Prilly mengangguk meyakinkan, "Ini tinggal gue periksa sekali lagi, terus entar gue buat copy-annya. Setelah itu, kelar kok."

"Kalo gitu, gue pulang duluan ya," ujar Niken sambil memeluk singkat Prilly. Prilly juga tidak lupa berpesan kepada Niken untuk meminjamkannya kemeja yang lebih longgar lagi besok.

BUANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang