10. Akal Bulus Ali

1.7K 193 17
                                    

"Halo," sapa Prilly dibalik ponsel apelnya.

"Sepertinya kita sudah lama tidak bertemu, Nona Kasandra." Balas seseorang di seberang sana.

"Gue sibuk," ujar Prilly disertai helaan napas lelah.

"Ayolah, lo tega nolak ajakan sahabat terganteng sejagat raya lo ini?" Balas orang tersebut.

"Yaudah, gue tunggu di lobby kantor. Gue gak suka nunggu ya." Setelahnya, ia mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Prilly berjalan menghampiri meja Kiana, "Ki, entar kalau ada yang cari saya bilang saya ada urusan sebentar ya."

"Baik, Mbak." Kiana mengacungkan jempolnya dan menerima ucapan terima kasih dari Prilly.

Kaki Prilly sudah membaik sejak tempo hari, meski kadang-kadang masih bisa nyeri jika kebanyakan bergerak atau berjalan. Ponselnya kembali berdering dan menampilkan nama 'One n Only Sagara'. Tolong jangan salah paham, kontak itu diketik dengan tidak tau diri oleh pemilik namanya, Sagara. Ia memilih untuk mengabaikan panggilan itu.

Prilly yang melihat Alvis melambaikan tangannya, "Woi, Vis." Alvis melihat Prilly yang menenteng tas kerjanya, dahinya berkerut penuh tanda tanya, "Lo mau ijin pulang?"

Prilly menggeleng, "Gue mau ijin keluar bentar." Gadis itu tersenyum cengengesan, "Tapi karena gue buru-buru, gue bareng sama lo ya naik lift petinggi."

Alvis tersenyum kecil, "Silakan, Tuan Puteri. Tapi, gue gak mau turun sih, jadi lo naik sendiri aja. Lagian di jam segini, orang-orang pasti sibuk sama kerjaannya."

Prilly mengangguk sambil membalas senyuman Alvis, "Pak Direktur Keuangan kesayangan gue emang paling top markotop. Entar gue traktir batagor ya!"

Alvis tertawa, "Ya udah, gue cabut duluan ya. Lo hati-hati." Prilly melambaikan tangannya dan berdiri di depan lift yang memang dibuat khusus untuk petinggi atau tamu penting perusahaan, kalau karyawan biasa menggunakan lift umum yang dijamin harus menunggu super lama karena padatnya lalu-lalang kantor.

'Ting'

Pintu lift terbuka, menampilkan sosok yang membuat jantung Prilly berdebar hebat selama satu bulan belakangan ini. Prilly membalikkan badannya, mengurungkan niatnya untuk menaiki lift tersebut. Namun suara Ali menahannya, "Silakan, Nona Kasandra."

Prilly seperti maling yang tertangkap basah, bagaimana mungkin seorang manajer rendah seperti dirinya mencoba menikmati fasilitas kantor yang hanya diperuntukkan kepada petinggi. Tetapi, ia juga sudah tidak sanggup apabila harus berdesakan dengan karyawan lainnya di lift umum. Mau tidak mau, Prilly memasuki lift dengan ragu-ragu.

Pintu lift tertutup, menyisakan Ali dan Prilly saja. "Apakah kakimu masih sakit?" Ali yang membuka suara terlebih dahulu. "Tidak," jawab Prilly setengah berteriak.

Ali cukup terkejut dengan suara keras Prilly, gadis itu menutup wajahnya malu. "Maaf, maksud saya. Kaki saya telah membaik."

Ali mengangguk, "Berkat tukang urut?"

Prilly menggembungkan pipinya menahan tawa, "Bukan, tapi berkat Presiden Direktur Amarta Buana yang sepertinya berbakat menjadi kang urut."

Ali melihat gadis itu dari samping dengan cukup lama, "Bisa saya pertimbangkan."

Apakah Ali sedang melemparkan lelucon kepadanya?

Ponsel Prilly kembali berdering menampilkan kontak Sagara lagi, ia mematikan panggilan tersebut. Menjawab ocehan Sagara saat bersama Ali hanya akan menciptakan image yang buruk. Pria itu terlalu banyak bicara dan menyebalkan.

BUANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang