Prilly mendatangi sebuah apartemen yang tertera dalam alamat yang diberikan Davino tempo hari. Ia sudah pasrah dan siap menerima apapun yang akan terjadi di hidupnya hari ini. Lagipula hanya sebuah keperawanan 'kan? Di jaman sekarang ini, itu bukanlah sebuah hal yang besar.
Prilly menekan bel dengan jantung berdegup kencang. Sejujurnya, ia takut. Sangat amat takut. Tetapi sudah kepalang basah, ia juga sudah tidak bisa mundur lagi. Prilly menarik napas dalam-dalam ketika mendengar derap langkah yang mendekati daun pintu tempat ia berdiri.
"Selamat datang, Cantik." Sapa Davino yang tidak memakai baju. Sepertinya pria itu telah menyiapkan diri.
Dengan langkah ragu, Prilly memasuki ruangan apartemen yang tergolong cukup elit itu. Tangannya bergetar hebat, jantungnya berdegup kencang, darahnya berdesir, ketakutannya terpancar jelas dalam iris mata hazel itu.
"Lo udah makan belum?" Tanya Davino terkekeh, kemudian ia menyeringai buas.
Prilly menggeleng, "Belum."
"Haruskah gue berbaik hati dan ngasih sandera gue makan malam terlebih dahulu? Sebelum gue yang makan lo." Davino mengelus pipi Prilly dengan telunjuknya.
Prilly berdecak, "Gue gak napsu makan makanan lo!"
Davino mengangguk, "Kalo gitu, biar gue yang bernapsu ini menikmati makan malam terindah sepanjang hidup gue."
Setelah itu, Davino menarik tangan Prilly dengan tergesa menuju kamarnya. Sangking terburu-buru, ia bahkan tidak menutup pintu kamar. Ia mendorong tubuh Prilly kencang dan terjatuh pada ranjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUANA
Fanfiction"Kamu adalah pelangi dalam buana-ku. Tempat di mana seluruh warna bertitik temu." Aliando Johansa, Presiden Direktur PT. Amarta Buana. Seseorang yang kaku dan serius dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya mewah dan keinginannya selalu terpenuhi, tet...