38. Pesan Asing

1.2K 175 48
                                    

"Al? Are you okay?" Naura menatap wajah Ali yang terlihat begitu murung saat keluar dari sebuah ruangan di dalam ruang kerjanya. Resi telah berpamitan untuk bertemu dengan sahabatnya, sengaja meninggalkan Ali dan Naura berdua.

"Saya sudah punya pacar." Ujar Ali yang diangguki oleh Naura, "Iya, tadi pacarmu sepertinya datang dan mencarimu."

"Hah?"

"Iya, tadi saat kamu dan tante Resi berbincang di dalam. Seorang gadis yang memperkenalkan dirinya sebagai Aprillia datang dan memanggilmu dengan sayang, jadi aku rasa dia adalah pacarmu." Terang Naura yang membuat Ali mengangguk mengerti.

"To the point saja, saya tidak bisa menerima perjodohan ini." Naura menatap Ali dengan pandangan bingung.

"Perjodohan?" Beonya tidak mengerti.

"Saya dan kamu dijodohkan oleh kedua orang tua kita," ujar Ali.

"Eh? Tidak mungkin. Jelas-jelas papa tau aku sudah memiliki pacar," kata Naura yang membuat Ali ikutan bingung.

"Apa mama membohongiku?" Tanya Ali kepada Naura.

"Aku tidak tau, Al. Hanya saja, aku memang harus merepotkanmu dengan menumpang di rumahmu. Karena papaku tidak membiarkanku tinggal sendirian di Indonesia. Dan aku harap, kamu bisa menjelaskan kepada pacarmu. Jangan membiarkan dia salah paham," penjelasan Naura membuat Ali tersenyum tipis. Sejak kecil, Naura memang gadis yang pengertian dan baik hati.

Ali keluar dari ruangannya dan meninggalkan Naura, ia pergi menuju ruangan Prilly. Ia tidak ingin gadisnya salah paham dan semakin ragu kepadanya. Tanpa mengetuk pintu, Ali masuk ke dalam ruangan Prilly. Gadis itu terlihat begitu serius dengan komputer di depannya.

"Prilly." Panggil Ali. Prilly mendongakkan kepalanya, "Mama kamu sudah di Indonesia ya?"

Ali berdeham, "Iya. Mama datang bersama Naura yang aku ceritakan kemarin."

"Cantik," ujar Prilly. Ali menarik napasnya, "Naura itu sahabat kecil aku."

"Aku tau," balas Prilly.

"Naura sudah punya pacar dan dia tidak tau masalah perjodohan ini," Prilly tetap bungkam dan menunggu kelanjutan ucapan Ali, "Naura punya penyakit jantung bawaan sejak kecil. Dia harus control setiap bulannya dan kebetulan dokternya lagi bertugas di Medan."

"Apakah boleh Naura tinggal di rumah kita?" Nada Ali terdengar sangat hati-hati.

Prilly cukup tahu diri, meskipun Ali mengatakan 'rumah kita'. Tetap saja, itu adalah rumah yang dibeli Ali. Dia tidak ada hak untuk mengatur siapa yang boleh atau tidak boleh tinggal disana. Dan, Prilly bukan perempuan lugu yang tidak mengerti bahwa semua yang terjadi sudah dirancang sedemikian rupa oleh mama Ali.

Prilly mengulas senyuman kecut, "Tentu saja boleh. Dia sahabatmu dan akan menjadi sahabatku juga."

"Kamu tidak marah?" Tanya Ali.

"Marah?" Beo Prilly. Ali mengangguk, "Huft, aku kira kamu akan marah karena aku membiarkan orang asing tinggal di rumah kita."

Prilly terkekeh, "Apakah aku terlihat seperti seorang gadis kekanakan yang senang marah-marah kepada pasanganku?"

"Sebenarnya, Naura ingin tinggal sendiri saat di Indonesia. Tetapi papanya tidak memberikan izin, jadi mau tidak mau dia menumpang di rumah kita untuk sementara waktu." Lanjut Ali.

Prilly menatap Ali yang terlihat sedikit gugup dan berbeda dari biasanya, "Apakah ada masalah yang terjadi?"

Ali mengernyitkan dahinya, "Masalah apa?"

"Kamu terlihat berulang kali menghela napas berat, aku pikir kamu sedang banyak pikiran." Ali menggeleng sambil memegang bahu Prilly, "Kamu harus berjanji kepadaku."

"Apa itu?"

"Apapun yang terjadi, tolong jangan tinggalkan aku."

"Kamu menyembunyikan sesuatu?" Lagi dan lagi, Prilly merasa ada yang janggal.

Ali menggeleng, "Tidak. Aku hanya takut kehilangan kamu." Prilly terkekeh kecil, "Kamu selalu mengatakan itu setiap harinya."

"Kamu tidak takut kehilanganku?" Ali mendesah sebal.

Prilly mengerjapkan matanya sebentar, "Takut. Tapi aku percaya, kamu tidak akan meninggalkanku."

Ali menepuk puncak kepala Prilly dengan gemas, "Bagaimana jika kamu berkenalan dengan Naura? Aku yakin kamu akan nyaman mengobrol dengannya." Prilly mengangguk setuju, "Boleh."

* * *

Prilly dan Naura terlibat dalam perbincangan panjang, mereka bertukar cerita dimulai dari kehidupan pribadi hingga kisah percintaan. Sedangkan Ali menghadiri rapat sehingga harus meninggalkan dua gadis yang baru saja kenal itu di dalam ruangannya. Mereka terlihat seperti teman lama yang tidak bertemu selama bertahun-tahun.

"Jadi, kamu jatuh cinta sama dokter yang nanganin kamu itu?" Tanya Prilly antusias.

Wajah Naura bersemu, "Sebenarnya, dia baru menanganiku selama tiga tahun belakangan ini. Sebelumnya, aku ditangani oleh ayahnya. Jadi ya begitu, orangnya juga sangat perhatian dan lembut kepadaku."

"Pantesan aja kamu sampai bela-belain ke Indonesia, ternyata gak bisa LDR," goda Prilly yang membuat Naura semakin malu.

"Dia sekalinya praktek bisa sampai enam bulanan. Terus dia 'kan tinggal di dorm gitu, jadi terpaksa aku harus menumpang di rumah kamu sama Ali. Gapapa 'kan?" Tanya Naura meminta izin.

Prilly tersenyum tulus, "Gapapa banget malah. Jadinya aku punya teman ngobrol di rumah. Nanti kita bisa masak dan baking bareng." Mata Naura terlihat berbinar penuh antusias.

"Oh iya, aku dengar dari Ali tentang masalah perjodohan. Pokoknya kamu tenang aja ya, aku gak mungkin terima perjodohan itu kalau beneran terjadi. Lagipula, papaku sudah merestui hubunganku dengan Bio. Jadi, tidak mungkin aku menjadi orang ketiga di dalam hubungan kalian." Ujar Naura menenangkan.

Hati Prilly menghangat mendengar penuturan Naura, kalau pun nantinya ia dan Ali memang tidak berjodoh dan Ali harus bersatu dengan perempuan sebaik Naura. Prilly ikhlas. Sebagai sesama perempuan saja, Prilly sangat mengagumi Naura. Pembawaannya yang kalem, cerdas, baik, dan lemah lembut menjadi daya tarik tersendiri. Prilly rasa, tidak butuh usaha lebih untuk jatuh cinta kepada gadis itu.

* * *

Prilly menatap dua pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Pesan pertama dari Sagara, sahabat kecilnya itu meminta bantuan Prilly untuk memberikan kejutan kepada kekasihnya. Ia menginformasikan bahwa akan melamar pacarnya di sebuah hotel bintang lima dan meminta Prilly untuk datang kesana.

Dan pesan kedua dari nomor yang tidak dikenal. Isi pesan itu meminta Prilly untuk menemui orang asing itu di hotel yang sama dengan hotel tempat Sagara akan melamar kekasihnya itu. Di akhir pesan, pengirim pesan mengultimatumnya untuk datang sendiri dan tidak memberitahu pertemuan mereka kepada Ali.

"Dari mana orang ini tau tentang Ali? Apakah orang ini orang yang kukenal? Tamara? Zidan?" Monolog Prilly.

Besok adalah hari Sabtu, di mana dia akan menghabiskan waktu bersama Ali. Bagaimana caranya ia memberitahu kepada Ali? Sagara dan pengirim pesan tak dikenal itu meminta waktunya di pagi hari, mungkin ia akan keluar diam-diam di jam kantor. Lagipula, setau Prilly besok Ali akan ada pertemuan dengan investor asing.

Terselip keraguan dalam benak Prilly. Ia tidak berniat membohongi Ali. Tetapi, ia tidak mungkin memberitahu Ali bahwa ia akan bertemu dengan Sagara di sebuah hotel 'kan? Sebenarnya, jika memberitahu juga tidak apa-apa sih. Namun, Ali harus menghadiri pertemuan dengan investor asing besok. Bagaimana jika pria itu nekad dan ngotot untuk membatalkan rapat demi menemani dirinya? Lagipula, Ali tahu bahwa dirinya dan Sagara tidak memiliki hubungan apa-apa. Dan, lebih tidak mungkin lagi ia memberitahu Ali bahwa ia akan menemui orang asing yang mengetahui identitas Ali.

* * *

Okey, triple update nih. Hayuk, ramein lapak commentnya!!! Seru banget bacain comment kalian yang gemash sama Tante Resi.

BUANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang