"Kak Ali." Seseorang berseru keras sambil memegang sebuah amplop coklat di tangannya. Ali hanya bergeming di kursinya sambil menatap gadis itu dengan datar dan dingin, tidak tersentuh.
"Kak Ali, ada sesuatu yang harus kamu ketahui." Dengan terburu-buru, gadis yang diketahui sebagai Direktur Personalia PT. Amarta Buana membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya. Mata Ali ikut bergulir membaca tulisan yang ada di atasnya, dengan lirih ia membaca isinya.
"Surat pengunduran diri?" Nada Ali seolah bertanya, "Atas nama Aprillia Kasandra." Matanya meredup dan seolah tidak ada cahaya kehidupan disana. Anggi melirik Ali dengan takut-takut, "Apakah tidak ada cara lain untuk berbaikan dengan Prilly lagi, Kak?"
Seluruh keluarga Johansa masih belum mengetahui kabar kehilangan Prilly. Tempo hari, Ali datang ke rumah orang tua Prilly untuk mencari keberadaan gadisnya itu. Ia tidak dapat menemukan batang hidung gadisnya dan malah dihajar habis-habisan oleh ayah Prilly. Bahkan kabar yang ia dapati kemarin sore adalah keluarga gadis itu pindah ke luar kota.
Ali memejamkan matanya lalu membuka kembali, ia menatap Anggi dengan sarat keputus-asaan. Anggi menatap kakaknya dengan prihatin, meskipun ia tidak tahu dengan jelas apa yang terjadi, tetapi ia tahu pasti ada sesuatu yang terjadi antara Ali dan Prilly.
"Kerahkan seluruh pasukan darat, air, dan udara Amarta Buana. Tolong cari keberadaan gadisku, Gi." Pinta Ali yang membuat Anggi terdiam cukup lama.
"Ada apa dengan kalian?" Tanyanya bingung.
"Prilly..."
"Dia pergi meninggalkanku dan seolah menghilang, aku sudah mencari ke seluruh sudut kota Medan. Tetapi, tidak menemukan jejaknya sama sekali."
"Bagaimana jika Prilly benar-benar menghilang dan tidak mau menemuimu?"
"Aku pasti akan menemukannya meskipun harus mempertaruhkan seluruh sisa hidupku." Ali mengukir senyuman tipis, sangat tipis.
* * *
Satu tahun kemudian.
Gorden kamar Ali tertutup begitu rapat, ia tidak membiarkan sinar matahari masuk dan menerangi kamarnya. Sejak kehilangan Prilly satu tahun silam, Ali tidak pernah membiarkan siapapun masuk ke dalam kamarnya bahkan untuk sekedar membersihkannya. Sprei yang ia gunakan masih sama dengan sprei yang penuh bercak darah. Baju Prilly berserakan dimana-mana, Ali hanya bisa mengenang gadis itu melalui bajunya.
Tubuh Ali begitu kurus dan tidak terawat, bahkan rambut halus menghiasi rahang tirusnya itu. Rautnya begitu datar dan dingin, Ali semakin tidak tersentuh. Ia berubah menjadi sosok yang tempramen apabila ada yang membahas tentang Prilly di depannya.
Sudah setahun belakangan ini, Ali begitu tidak profesional dalam hal pekerjaan. Banyak proyek yang ia serahkan kepada Hans dan dirinya hanya menghabiskan waktu di dalam kamar yang dulunya ia tempati bersama Prilly. Ali memeluk kemeja biru langit kesukaan gadisnya, menghirup dalam aroma yang tersisa pada baju tersebut.
Selama setahun Ali melakukan pencarian, mengerahkan seluruh kemampuannya untuk melacak keberadaan gadis itu. Ali bahkan membayar pasukan darat, air, dan udara untuk mencari keberadaan Prilly bahkan hampir di seluruh belahan dunia. Namun, yang ia dapati adalah sia-sia. Gadisnya menghilang bagai di telan bumi.
Pintu kamar Ali diketuk dari luar, tetapi pria itu tidak beranjak dari tempatnya. Ia bergeming dan menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Kehilangan Prilly sama saja dengan kehilangan separuh dunianya. Dan Ali sadar, semua ini murni kesalahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUANA
Fiksi Penggemar"Kamu adalah pelangi dalam buana-ku. Tempat di mana seluruh warna bertitik temu." Aliando Johansa, Presiden Direktur PT. Amarta Buana. Seseorang yang kaku dan serius dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya mewah dan keinginannya selalu terpenuhi, tet...