20. Kekecewaan Mendalam

1.4K 172 31
                                    

Prilly membawa bekal buatannya untuk Ali, ia yakin pria itu pasti belum mengonsumsi apapun sejak kejadian kemarin. Dengan senyuman terbaiknya, Prilly mengetuk pintu ruangan Ali. Namun, setelah beberapa lama mengetuk tidak ada perintah masuk.

Hal itu membuat Prilly khawatir, apa terjadi sesuatu pada Ali? Tangan Prilly mendorong pintu ruangan Ali, matanya berkaca-kaca saat melihat Ali berpagutan mesra bersama seseorang di dalam sana. Dan seseorang itu adalah Tamara.

Netra Prilly bertemu pandang dengan netra Ali, namun lelaki itu membuang muka dan malah memperdalam ciumannya kepada Tamara. Prilly yang melihat hal itu menyeka air matanya yang entah sejak kapan telah menetes. Dengan hati-hati, ia menutup kembali pintu ruangan Ali.

Ali yang di dalam sana langsung mendorong tubuh Tamara dengan kencang, ia bahkan mengelap bibirnya dengan kasar. Tamara yang melihat hal itu tentu terkejut, "Al." Suara Tamara terdengar lebih seperti desahan. Mata gadis itu bahkan menatap Ali dengan nyalang, ada kabut gairah disana.

Sedangkan Ali hanya mendengus, "Pulanglah, gue lagi gak mau diganggu." Tamara hendak maju dan mencium bibir Ali lagi, namun pria itu memalingkan wajahnya sehingga Tamara mencium angin.

"Tolong berhenti bersikap murahan. Gue gak napsu sama lo," ujar Ali dengan nada rendah sarat kemarahan. Dengan jengkel, Tamara menghentakkan kakinya dan keluar dari ruangan Ali.

Ali mengerang frustasi, ia tidak berniat mencium Tamara tadi. Hanya saja Tamara tiba-tiba duduk di pahanya dan menyerangnya, setelah itu saat Prilly datang entah mengapa Ali terngiang saat Sagara mencium dahi Prilly dengan mesra. Dengan sengaja walau tidak rela pastinya, ia membalas ciuman Tamara guna memanas-manasi Prilly.

Namun, saat melihat air mata yang terjatuh dari pelupuk mata gadis itu. Ali menjadi tidak tega dan merasa dirinya sangat brengsek. Padahal ia sendiri yang berjanji untuk menjauhi Tamara, ia sendiri yang berjanji untuk tidak melukai Prilly, ia sendiri yang berjanji untuk terus membahagiakan Prilly, tetapi malah ia sendiri yang mengingkarinya.

Prilly terisak di bilik kerjanya, ia tidak menyangka bahwa mencintai Ali akan sesakit ini. Ingin sekali rasanya Prilly tetap berpikiran positif, hanya saja semua yang ia lihat adalah nyata. Bahkan ia sempat bertemu pandang dengan Ali, namun pria itu malah memalingkan wajahnya. Apa selama ini Ali hanya sedang membual dan mempermainkannya?

* * *

Prilly merasa sangat amat sakit hati dengan perlakuan Ali yang terkesan menghindarinya selama tiga hari belakangan ini. Belum lagi, beberapa kali Prilly memergoki Ali dan Tamara menghabiskan makan siang berdua di dalam ruangan Ali cukup lama.

Prilly merasa ia harus mencari tahu apa yang salah dan meluruskan semua kesalah-pahaman yang terjadi diantara mereka. Prilly mengetuk pintu ruangan Ali dan masuk setelah mendapat perintah dari dalam. Alinya terlihat tidak terawat, rambutnya yang biasa disisir rapi sekarang begitu berantakan, dan jangan lupakan kantung matanya yang sangat tebal dan hitam.

"Ali, aku rasa kita perlu bicara," ujar Prilly. Matanya berusaha menatap mata lelah Ali.

"Saya rasa tidak ada yang perlu saya bahas denganmu." Ujar Ali dengan nada datar.

"Tapi, kenapa kamu menjauhiku?" Tanya Prilly menuntut.

"Tolong jangan membahas hal lain diluar pekerjaan. Saya tidak punya waktu untuk itu." Balas Ali sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Sekali ini aja, Li. Aku minta tolong kepadamu, beritahu aku. Jangan diam saja seperti ini." Prilly masih tidak menyerah.

"Kalau sudah tidak berkepentingan, kamu bisa keluar." Bukan, bukan itu jawaban yang Prilly mau.

BUANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang