23. Pelangi Dalam Buana

1.9K 211 43
                                    

Prilly sudah resmi keluar dari PT. Amarta Buana, karena selama dalangnya belum tertangkap ia tetap merasa bersalah. Meskipun Ali dapat melanjutkan proyek itu, perusahaan tetap mengalami kerugian yang cukup besar. Prilly merasa semua ini adalah salahnya, jika saja hari itu ia tidak memegang proposal di meja Ali, mungkin Ali sudah bertindak lebih cepat dan menyelidiki kasus ini.

Mata Prilly menerawang pada kejadian semalam, di mana ia meminta untuk mengakhiri hubungannya dengan Ali yang masih seumur jagung. Tetapi, Prilly rasa ini adalah keputusan yang terbaik untuk mereka berdua.

"Maksudnya?" Tanya Ali.

"Aku tidak bisa melanjutkan hubungan denganmu lagi." Jawab Prilly sendu.

"Tapi kenapa, Pril?" Tatapan Ali menyaratkan luka.

"Kamu sudah berkorban terlalu banyak untukku, aku tidak bisa hidup dan terus menjadi benalu." Balas Prilly. Ali menggeleng dan berusaha memeluk Prilly. Tetapi, Prilly malah beringsut menjauh dan kembali ke kursi penumpang.

"Jangan lanjutkan semua ini lagi. Karena hanya akan ada luka diantara kita." Ali meraih tangan Prilly.

"Aku tidak mau, Pril." Ali menggeleng keras sambil mencium tangan Prilly.

"Percaya sama aku, ini untuk kebaikan kita berdua." Prilly mengelus pelan rambut Ali.

Mata Ali telah berair, "Prilly, aku tidak mau. Kita perbaiki semuanya dari awal ya? Kita lewati suka dan duka bersama. Jangan tinggalkan aku."

"Maaf."

Prilly mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, ponselnya berdering dan menampilkan nama 'Alvis Johansa'. Dengan menghela napas kecil, Prilly mengangkat panggilan itu dan meloudspeakernya.

"Pelakunya udah tertangkap." Suara Alvis terdengar sumringah.

"Lo lagi di mana?" Tanya Alvis saat tidak mendengar jawaban Prilly.

"Nyari kerjaan, Vis." Balas Prilly seadanya.

"Lo bisa kembali ke Amarta Buana, Pril." Ujar Alvis.

Prilly mengulas senyum tipis, "Gue udah ngasih kerugian yang cukup besar untuk perusahaan lo. Dan lo masih berbaik hati ngasih tempat buat gue?"

"Bukan lo pelakunya, Pril. Jangan menyalahkan diri sendiri." Suara Alvis terdengar khawatir.

"Nanti coba gue pikiran ya?" Tanya Prilly.

"Ali demam tinggi," ujar Alvis sendu. Dada Prilly berdegup kencang.

"Udah dirawat sama dokter 'kan?" Tanya Prilly berusaha tegar.

"Dia ngurung diri dan gak kasih siapapun masuk ke dalam apartemennya." Lanjut Alvis.

"Sebenarnya, apa yang terjadi?" Tanya Alvis ragu.

"Gue mutusin Ali," balas Prilly bersalah.

Di seberang sana terdengar helaan napas Alvis yang memberat, "Ini sama sekali bukan salah lo, Pril. Jangan menyiksa diri lo sendiri. Lo dan Ali sama-sama korban. Kalo masih saling mencintai kenapa harus putus?"

"Gue gak mau Ali terluka lagi," suara Prilly bergetar.

"Dan dia sedang terluka, Pril. Dia terluka karena lo nyerah gitu aja sama hubungan kalian." Ujar Alvis menasehati.

"Ali lagi di mana?" Tanya Prilly.

"Gue kirim alamat apartemennya," Prilly memutar kemudinya menuju alamat yang dikirim Alvis.

BUANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang