Ali menatap Prilly dengan sendu, gadisnya tidak menampilkan ekspresi marah sama sekali. Ia terlihat biasa saja bahkan tetap bersikap baik kepada Ali, padahal jelas-jelas gadis itu tersinggung tadi. Ali berusaha menggenggam tangan Prilly yang berada di atas meja. Kini, mereka menghabiskan makan siang di sebuah restoran cepat saji.
Prilly menatap Ali dengan pandangan bingung, "Kenapa?" Ali menghela napasnya, "Apakah kamu marah?"
"Maaf." Prilly tersenyum dan membalas genggaman tangan Ali, "Aku baik-baik saja, Li."
"Jangan berbohong."
"Tidak, aku tidak bohong. Lagipula, aku telah menyiapkan mental ini jauh-jauh hari." Prilly menjawab dengan jujur.
"Mungkin mamaku tidak terbiasa melihatku membawa perempuan pulang ke rumah, sehingga dia bersikap seperti itu." Prilly mengangguk sambil mengelus punggung tangan Ali, "Mungkin."
Ali menelisik ke dalam netra Prilly yang terlihat lebih redup dari biasanya, "Aku akan memastikan bahwa seluruh keluarga Johansa akan menerimamu."
"Kita jalani saja," balas Prilly tersenyum getir.
Sekembalinya mereka di malam hari pada mansion utama keluarga Johansa, tampak semua tetua Johansa telah berkumpul di meja makan yang panjang. Tidak ada percakapan disana, hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang saling beradu. Sudah tradisi di dalam keluarga Johansa untuk menjunjung tinggi tata krama apalagi saat di meja makan.
"Selamat sore, Opa, Oma, Om, dan Tante." Sapa Ali dengan nada formal. Prilly yang berdiri di samping tubuh Ali sudah ketar-ketir, perasaannya begitu campur aduk. Seluruh keluarga inti Johansa berkumpul disana, dimulai dari Pak Johansa dan istrinya hingga si bungsu Adhara.
Ali menggenggam tangan Prilly dan melangkah dengan pasti ke arah dua kursi kosong di ujung meja. Sebenarnya kursi itu biasanya diisi oleh Ali dan Alvis, tetapi karena Alvis tidak ada dalam perjamuan makan malam ini. Jadilah, tersisa satu tempat kosong untuk Prilly.
"Gadis cantik dari mana yang kamu bawa, Li?" Tanya Pak Johansa terlebih dahulu. Prilly tersipu kecil sambil menyalim tangan Pak Johansa dan Bu Johansa yang duduk di dekat mereka.
"Dari Amarta Buana, Opa." Ali menarik kursi untuk Prilly. Hal itu membuat semua orang disana cukup takjub dengan sikap manis Ali saat memperlakukan Prilly.
"Silakan duduk kalian, makan terlebih dahulu. Setelah itu baru kita berbincang." Ujar Bu Johansa yang diangguki Ali dan Prilly.
Ali mengambil lauk dan menaruhnya di atas meja Prilly, ia menatap Prilly dengan senyuman manis. "Makan yang kenyang, Bie." Bisiknya sambil mengedipkan sebelah mata. Resi yang duduk tepat di depan mereka memasang wajah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUANA
Fanfiction"Kamu adalah pelangi dalam buana-ku. Tempat di mana seluruh warna bertitik temu." Aliando Johansa, Presiden Direktur PT. Amarta Buana. Seseorang yang kaku dan serius dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya mewah dan keinginannya selalu terpenuhi, tet...