32. Pertemuan Pertama

1.4K 208 28
                                    

Prilly telah resmi menjabat sebagai Direktur Keuangan PT. Amarta Buana, menggantikan posisi Alvis. Sedari pagi, ia tidak berhenti menerima ucapan selamat atas kenaikan jabatannya. Tidak ada acara penyambutan besar-besaran, hanya pengangkatan resmi di ruang rapat yang dihadiri oleh petinggi perusahaan.

"Selamat calon kakak ipar," ujar Anggi sambil memeluk singkat Prilly. Prilly tersenyum malu-malu, "Terima kasih, Mbak Anggi."

"Kok masih Mbak Anggi sih?! Panggil Anggi aja, Pril." Ujar Anggi melepaskan pelukannya.

"Masih belum terbiasa, Gi. Tapi aku coba ya?" Tanya Prilly yang disetujui oleh Anggi.

"Oh iya, aku kesini mau ngasih undangan buat kamu." Anggi menyodorkan sebuah kotak berwarna pink salem. Prilly memang telah menempati ruangan Alvis dulu.

Prilly berdecak kagum melihat desain wedding invitation milik Anggi dan Dastan, "Bagus," pujinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prilly berdecak kagum melihat desain wedding invitation milik Anggi dan Dastan, "Bagus," pujinya. Anggi tersenyum kecil, "Aku tunggu undangan dari kamu dan Kak Ali."

Prilly tertawa sambil menggeleng, "Masih lama. Perjalanan kita masih panjang."

"Kenapa? Apakah Kak Ali memperlakukanmu dengan buruk?" Prilly menggeleng sambil menjawab, "Tidak. Dia bahkan terlalu baik."

"Syukurlah, aku ikut senang melihat kakakku yang kaku itu akhirnya menemukan tambatan hatinya." Anggi menghela napasnya, "Dia tidak pernah sebahagia ini setelah kepergian adik Kak Zidan."

Prilly mengernyitkan dahinya, "Adik Zidan? Maksudnya?"

"Ah, tidak. Mungkin bukan ranahku untuk bercerita panjang lebar. Nanti kamu tanyakan langsung saja pada Kak Ali," ucapan Anggi membuat Prilly menjadi penasaran. Setelah itu, Anggi keluar dari ruangan baru Prilly. Sedangkan gadis itu masih sibuk dengan rasa penasarannya.

Pintu ruangannya terbuka dan menunjukkan kehadiran seseorang yang menghadirkan tanda tanya dalam dirinya. Ali yang berwajah datar menjadi sumringah saat melihat Prilly, "Bie?"

"Aku mau tanya sesuatu. Dan aku harap kamu bisa ceritakan dengan jujur."

"Apa itu?" Ali menarik tangan Prilly dan mengajaknya duduk di sofa.

Prilly terlihat ragu tetapi ia memberanikan diri, "Kamu...Adik Zidan? Apakah ada sesuatu yang kamu lewatkan?" Ali menatap Prilly dengan terkejut, rahangnya terlihat mengeras. Perubahan ekspresi pada wajah Ali ditangkap jelas oleh Prilly, hal itu membuatnya semakin yakin bahwa memang ada sesuatu di masa lalu pria itu.

"Siapa yang memberitahumu?" Tanya Ali dingin. Prilly berdeham, "Itu tidak penting. Aku hanya ingin tau, apa yang terjadi dengan masa lalumu? Dengan kamu dan adik Zidan?"

"Bagaimana jika aku tidak bersedia menjawab?" Ali berbalik bertanya, Prilly menghela napas sebal, "Setidaknya berikan aku sebuah clue."

"Tidak ada apa-apa diantara kami dulu." Ujar Ali yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan di benak Prilly. Prilly mengangguk kecewa, "Aku harap tidak ada kebohongan diantara kita. Maaf."

BUANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang