Ali menyuruh seluruh petugas keamanan rumahnya untuk ikut mendobrak pintu kamar Prilly. Tidak ada hal lain yang di pikirannya selain keselamatan Prilly. Mata Ali memicing saat melihat lantai marmer kamarnya dipenuhi noda darah. Sprei ranjangnya juga sudah tidak berbentuk lagi, terdapat banyak bercak darah disana.
Ali berjalan mengikuti jejak darah yang di lantai, mengarah ke kamar mandi yang pintunya tidak ditutup rapat. Dengan ragu, Ali mendorong pintu kaca tersebut. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah air bathtub yang berubah warna menjadi merah samar.
Matanya mengarah pada tubuh yang terkulai lemas di samping bathtub dengan wajah pucat, bibir membiru, kaki yang membengkak, serta kedua telapak tangan yang terlihat memar dan terdapat bekas darah yang mengering. Tubuh itu terbaring tak sadarkan diri.
Baju yang dipakai Prilly masih sama seperti baju yang dipakainya tiga hari lalu. Bajunya terasa lembab dan penuh dengan bercak darah. Tubuh gadis itu terasa begitu dingin dan nadinya berdenyut dengan lemah.
"Saipul..." Teriak Ali. Ia mendekap tubuh gadisnya dengan erat, ketakutan menguasai dirinya.
Ali sangat takut. Sungguh.
"Siapkan mobil," teriakan Ali menggema di seluruh penjuru ruangan. Tangannya bergetar melihat keadaan Prilly yang jauh dari kata baik. Matanya memerah menahan tangis. Jantungnya berdebar kencang. Nafasnya tercekat dan dunianya seolah berhenti saat itu juga.
Kini, mereka telah berada di mobil dengan Prilly yang terpejam di pangkuan Ali. Ali menggenggam tangan Prilly yang memar dan membengkak dengan lembut, ia terus membisikkan nama gadis itu.
"Bie, tolong bertahan."
"Maafkan aku."
"Tolong jangan tinggalkan aku."
"Bie, maaf..." Air mata Ali luruh begitu saja, ia terisak pelan saat melihat gadisnya tidak merespon sama sekali. Bibir gadis itu terlihat berwarna biru keunguan mungkin karena kedinginan selama tiga hari ini. Prilly berendam di bathtub, lalu tidak mengeringkan tubuhnya dan membiarkan dirinya diterpa oleh dinginnya AC. Setelah itu, ia berendam lagi dan melakukan hal yang sama lagi.
Sesampainya di rumah sakit, Ali berteriak keras dan mengancam para petugas medis. Ali menatap pintu IGD yang tertutup dengan cemas, ia takut terjadi sesuatu pada gadisnya.
"Dengan keluarga pasien?" Tanya seorang suster kepada Ali. Ali mengangguk sambil menatap suster itu dengan raut khawatir, "Iya, saya pacarnya. Bagaimana kondisi pacar saya, Sus? Apakah dia baik-baik saja?"
"Pasien sedang mengalami masa kritis. Dia kehilangan banyak darah, tangannya mengalami luka yang cukup serius. Detak jantungnya juga begitu lemah dan kondisinya cukup parah saat ini." Ali mengepalkan tangannya erat hingga buku-buku jarinya terlihat memutih. Sesaat setelah suster berlalu dari sana, ia meninju tembok rumah sakit dengan keras.
Tubuhnya merosot ke lantai, tatapan matanya menerawang kosong.
Prilly...
Gadisnya itu...
Orang yang sangat ia cintai...
Dia yang menyebabkan luka mendalam bagi Prilly. Dia telah menuduh gadisnya berselingkuh, dia telah membentak gadisnya bahkan mengatakan hal-hal yang menyakitkan, dia telah menorehkan luka fisik untuk gadisnya, dia mengurung gadisnya dan menutup telinga saat gadisnya butuh pertolongan, tidak sampai disana saja kesalahannya.
Ali bahkan melupakan hari ulang tahun Prilly demi menjaga Naura. Dan sekarang? Prilly-nya hampir meregang nyawa karena ulahnya. Bukankah kesalahan Ali terlalu tidak termaafkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
BUANA
Fanfiction"Kamu adalah pelangi dalam buana-ku. Tempat di mana seluruh warna bertitik temu." Aliando Johansa, Presiden Direktur PT. Amarta Buana. Seseorang yang kaku dan serius dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya mewah dan keinginannya selalu terpenuhi, tet...