Prilly izin untuk datang telat ke kantor pada pagi hari ini. Ia pergi ke swalayan dengan ditemani oleh Adhara dan Polar. Mereka bertiga bertemu janji untuk membeli bahan perlengkapan membuat kue tar. Dua hari lagi akan diadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan ulang tahun Ali sekaligus acara perpisahan Alvis sebelum pria itu ke China.
"Kak Prilly udah pacaran berapa lama sama Kak Alvis?" Tanya Adhara. Prilly menepuk jidatnya, ia lupa bahwa seluruh keluarga Johansa masih mengira dirinya adalah kekasih Alvis.
Prilly tersenyum kecil, "Belum lama kok."
"Yah, tapi kalian udah mau LDR." Ujar Adhara dengan simpati. Hampir saja Prilly tertawa, LDR apanya? Jelas-jelas pacarnya tidak akan pergi kemana-mana.
"Iya, nanti kita bisa sering mengunjungi Kak Alvis 'kan?" Ajak Prilly yang diangguki oleh Adhara. Troli yang didorong Prilly sudah menggunung, ulah siapa lagi kalau bukan Polar. Pria itu mengambil semua jenis tepung, mentega, dan perlengkapan kue lainnya.
"Apa ini tidak terlalu berlebihan?" Tanya Prilly kikuk. Polar melirik ke arah Prilly, "Untuk stok, Kak, kalau kuenya gagal. Masih ada stok perlengkapan bahan."
Prilly menggaruk tengkuknya, dibandingkan stok seperti kata Polar. Ini lebih terlihat seperti ingin membuka toko bahan kue. Semua jenis dan merk, lengkap. Prilly meringis memikirkan nominal uang yang harus ia keluarkan nanti.
"Keluarga Johansa memang senang menghambur-hamburkan uang seperti ini ya?" Tanya Prilly hati-hati.
"Tidak juga, Kak. Tapi kalau untuk orang terdekat, aku rasa siapapun akan royal. Iya 'kan, Ra?" Tanya Polar seolah meminta persetujuan kepada Adhara. Adhara mengangguk semangat. Prilly mengangguk sambil tersipu memikirkan Ali yang selalu tidak tanggung-tanggung saat keluar bersamanya.
Saat berada di depan kasir, Prilly membuka dompetnya hendak mengeluarkan kartu debitnya. Ia meneguk ludah saat melihat belanjaannya yang mencapai lima juta. Tetapi Prilly menghalau pikirannya, karena ia juga jarang memberikan hadiah kepada Ali. Namun, gerakannya tertahan saat melihat Polar telah menyodorkan black cardnya kepada kasir.
"Eh, tidak usah. Biar aku saja yang membayarnya," ujar Prilly menahan. Polar menggeleng, "Aku tidak tau harus menghabiskan uang bulananku kemana, Kak. Karena bulan ini Hermes, Gucci, Louis Vuitton, Chanel, ah bahkan Versace tidak mengeluarkan produk terbaru."
Prilly tahu betul bahwa Polar tidak berniat untuk pamer, tetapi memang faktanya kekayaan Amarta Buana itu...ah sudahlah, memikirkan aset keluarga Johansa hanya akan membuatnya sakit kepala.
Prilly mengangguk sambil mengucapkan terima kasih kepada Polar, sedangkan pria itu terlihat senang-senang saja. Jumlah kantongan belanjaan mereka sekitar sepuluh kresek, hal itu membuat tiga troli terisi penuh. Prilly menahan tangan Polar dan Adhara yang ingin ikut mendorong troli itu.
Bagaimana pun Prilly tahu bahwa anak konglomerat seperti mereka pasti tidak pernah melakukan hal seberat ini. Bahkan Prilly ragu apakah mereka pernah keramas sendiri? Apakah mereka pernah menggunting kuku sendiri?
"Kalian tunggu di mobil saja, biar aku yang mendorong ini." Ujar Prilly sambil mendorong pelan tubuh Adhara dan Polar.
Adhara melihat Prilly dengan pandangan tidak enak, "Beneran, Kak?" Prilly mengangguk sambil tersenyum manis, "Iya, Cantik. Aku sudah biasa melakukan semua ini sendiri. Kalian duduk nyaman aja ya di mobil."
"Tunggu sebentar, Kak. Aku sudah menelepon orang untuk membantu kita membawa belanjaan ini." Apalagi ini ya Tuhan? Hanya mendorong tiga troli saja, masa harus menelepon bala bantuan sih?
"Aku hanya tidak mau terkena amukan Kak Alvis saat mengetahui pacar kesayangannya melakukan hal berat seperti ini." Imbuh Polar.
Prilly mengangguk dengan kaku, "Apakah kalian memang selalu seperti ini? Uhm, maksudku memanggil bala bantuan untuk mendorong troli?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BUANA
Fanfiction"Kamu adalah pelangi dalam buana-ku. Tempat di mana seluruh warna bertitik temu." Aliando Johansa, Presiden Direktur PT. Amarta Buana. Seseorang yang kaku dan serius dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya mewah dan keinginannya selalu terpenuhi, tet...