26

1.9K 239 7
                                    

Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu, hingga kini sudah tak terhitung hari keberapa sejak terakhir kali mereka bertemu.

Tidak ada yang memberi kabar satu sama lain, walau dengan sangat diyakini keduanya ingin. Tapi ego dan keras kepala mereka lah yang menang.

Saling merindukan namun tidak ingin ada yang mengalah dengan ego.

Setiap hari mereka lalui dengan saling menunggu, namun entah apa yang sebenarnya mereka tunggu. Tidak ada kepastian.

Setiap menitnya mereka lalui dengan perasaan yang tidak baik-baik saja. Keadaan semakin memburuk, ancaman berada dimana-mana, kebohongan demi kebohongan yang sering mereka dengar. Fisik mereka yang terluka tidak sebanding dengan perasaan rindu yang mereka lalui.

Keduanya hanya menginginkan sedikit saja waktu – dalam sehari – setidaknya untuk bertemu dan saling bersapa.

Namun mereka sadar, mereka merindukan diwaktu yang salah.

"Satu suap lagi."

Isie mencembungkan kedua pipinya yang masih penuh dengan makanan. Ia menyipitkan matanya kesal menatap pria yang sedari tadi memaksanya untuk makan itu.

"Dikunyah bukan dibiarkan seperti itu." Tangannya terulur untuk menggerakan rahang Isie agar gadis itu mengunyah makanannya.

"Atau kau ingin aku kunyahkan?" Ia menaik turunkan alisnya menggoda Isie.

Isie langsung memukul tangannya yang berada dirahanganya, mengunyah makannya dengan cepat. "Lebih baik aku kelaparan daripada menerima bekas dari mu."

Harvey menaikkan alisnya. "Padahal jika kau mau aku langsung bisa menyuapimu dari mulutku."

Plakk.

"Ouch." Harvey memegangi mulutnya yang baru saja dipukul lumayan keras oleh Isie.

"Disgusting."

"Sekarang kau mengatakan itu menjijikan, tapi disaat kau dicium apa itu menjijikan?"

Isie diam, memikirkan jawaban untuk pertanyaan yang Harvey berikan. Memang tidak salah, bukan jijik tapi ia justru ketagihan.

"Ta-tapi itu berbeda."

"Jika kau berpikir begitu."

Harvey melenggang pergi membawa piring bekas milik Isie kedapur meninggalkan Isie sendiri yang masih berperang dengan pikirannya sendiri memikirkan ucapan Harvey.

Salahkan Harvey jika ia melihat Isie tidak tidur malam ini. Karena lelaki itu tahu jika Isie sudah penasaran maka ia akan mencari tahunya hingga keakar-akarnya jika perlu.

Suara ketukan dijendela mengalihkan pandangan Harvey dari Isie. Ia segera membuka jendela itu. Sosok dengan tudung hitam terpampang jelas dijendela tersebut.

"Semuanya siap."

Harvey menganggukkan kepalanya. Mengerti arti dari ucapan seseorang dihadapannya tersebut. Ia kemudian memberikan isyarat kepada seseorang tersebut, lalu ia pergi dari sana.

Harvey kembali mengalihkan pandangannya kepada Isie, namun ia sedikit panik karena melihat Isie yang menghilang dari sana. Ia segera berjalan menuju kamar milik gadis itu untuk melihat apakah Isie ada disana atau tidak. Karena seharusnya ia memang ada disana.

Harvey membuka pintu kamar Isie dengan pelan, ia tersenyum kala melihat Isie yang terlihat tengah membaca bukunya didekat jendela. Ia berjalan untuk mendekati Isie. Ia merasakan sesuatu, sesuatu yang belum pernah ia rasakan selama ini. Entah mengapa, melihat Isie dengan keadaan Isie yang hanya memakai pakaian berlengan pendek dan celana yang hanya menutupi sebagian pahanya membuatnya begitu bergairah. Jangan tanya seberapa besar ia menginginkan gadis perawan itu.

Ia mencintai gadis itu bahkan sejak ia belum terlalu paham apa arti itu cinta yang sebenarnya. Rambutnya yang panjang terbang mengikuti arah angin yang menerpa wajahnya, matanya fokus membaca buku yang ada dipangkuannya. Sesekali bibir itu tertawa - mungkin karena buku yang ia baca.

"Isie."

Harvey tidak membiarkan Isie untuk berbicara sepatah katapun, karena ia langsung membungkam bibir mungil itu dengan bibirnya. Demi Merlin, lembut. Itu yang ia rasakan pertama kali kala mulut mereka bersatu. Sejak lama ia menantikan hal ini, sejak lama ia menahan gairah untuk tidak menyantuh gadis yang kini ada didalam dekapannya. Namun sekarang ia bisa melepaskan segala gairah yang ada dalam dirinya.

Ia melepaskan tautan mereka, matanya menatap Isie yang terlihat tengah mengatur napasnya. "Maafkan aku, aku terlalu cepat melakukannya-" Ucapan Harvey terhenti kala mulutnya dibungkam oleh bibir Isie.

"Jangan mengatakan maaf padaku, karena kau tidak tahu betapa aku juga sangat menginginkanmu."

Terkejut? tentu saja. Siapa sangka bahwa selama ini gadis yang dia inginkan juga ternyata begitu meginginkannya. Oh Merlin, ia semakin bergairah.

"Apa kau serius dengan ucapanmu?" Ia bertanya. Untuk menyakinkan dirinya bahwa ia tidak salah dengar begitu juga untuk meyakinkan Isie bahwa gadis itu tidak salah ucap.

Isie mengangguk, "Sangat yakin." Ia menjawab dengan senyuman yang lebar membuat Harvey juga semakin yakin bahwa kini tidak ada penghalang lagi bagi keduanya.

Penyatuan itu kembali terjadi lagi. Harvey melakukannya dengan sangat lembut namun penuh dengan gairah yang membuat Isie begitu terangsang kala mendapatkan sentuhan-sentuhan yang Harvey berikan.

Hingga akhirnya malam itu mereka habiskan dengan saling memuaskan satu sama lain.

"Aku sudah tahu hal itu akan terjadi." Nada bicaranya pelan tapi penuh dengan dendam yang ia simpan selama ini. "Untung aku sudah menculiknya terlebih dahulu."

Ia menatap gadis yang kini tertidur dengan nyenyak diranjangnya. Ia mendekati gadis tersebut, mengelus rambutnya perlahan. "Lelaki mana yang kuat menahannya gairahnya jika hanya tinggal berdua dalam satu atap dengan seorang gadis yang masih perawan?" Ia menatap gadis itu kembali, mencium kepalanya lalu memperbaiki selimutnya.

Matanya penuh dengan amarah kala mengingat apa yang baru saja ia lihat, jika saja ia terlambat beberapa detik saja, maka dengan sangat yakin ia akan sangat menyesal seumur hidupnya.

"Lalu apa yang Tuan ingin lakukan sekarang?" Tanya salah satu pengikutnya.

Mata elang itu menatap pengikutnya seolah ingin menusuknya membuat sang pengikut sedikit ketakukan. "Aku akan mengurus laki-laki itu nanti. Kita selesaikan urusan father terlebih dahulu." Kemudian ia pergi dari kamar miliknya, dengan sang pengikutnya yang berada dibelakangnya.







































Haloooo,

Lagi nugas bareng gaiss

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lagi nugas bareng gaiss. Hehe

PROPINQUITY || Mattheo Riddle [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang