29

2K 252 16
                                    

Sinar matahari mengusik. Enggan untuk bangun dari ranjang yang sangat empuk itu.

Setelah berhari-hari akhirnya ia dapat tidur dengan nyenyak seperti ini.

Matanya membelalak begitu saja, saat merasakan sebuah tangan melingkar dipinggangnya. Ia reflek berbalik dan mendorong seseorang disebelahnya tersebut.

Isie bangun, menutupi tubuhnya dengan selimut. Seolah selimut itu adalah senjatanya, merangkak sedikit demi sedikit untuk melihat siapa yang ia dorong.

Mattheo meringis kesakitan merasakan tubuhnya mendarat dengan sangat tidak baik dilantai dingin tersebut. Ia membuka matanya, melihat sosok gadisnya yanh tengah mengigit ujung selimut diranjang.

"Ternyata itu kau." Cicit Isie.

Oh, dia merasa sangat bersalah.

"Kau pikir siapa lagi?" Ia bangkit dan kembali merebahkan tubuhnya diranjang. Lalu menarik Isie untuk kembali tidur disebelahnya.

"Aku pikir orang lain tadi."

"Apa kau lupa bahwa kita tidur bersama semalam?"

"Benarkah?"

Mattheo menghela napasnya, benar-benar harus sabar menghadapi gadis seperti Isie. Ia kira setelah semua yang ia alami dirumahnya, Isie akan menjadi seseorang yang lebih dewasa seperti ia lihat beberapa waktu yang lalu. Namun, Isie tetaplah Isie. Dan ia tidak masalah dengan hal itu.

Isie menggeliatkan tubuhnya dalam dekapan Mattheo, mencari kehangatan dalam dekapan lelaki itu.

Setelah jati dirinya terungkap, Isie diperlakukan lebih baik ditempat itu. Tidak seperti sebelumnya yang selalu mendapatkan siksaan, bahkan saat ini setiap orang melihat Isie nampak takut pada gadis itu.

Entah karena apa, Isie pun tidak tahu. Namun satu hal yang ia pikirkan, ini lebih baik daripada harus mendapatkan mantra hitam setiap menitnya.

Mattheo mengajak gadisnya untuk berkeliling rumahnya yang luas tersebut. Keadaan rumah tengah sepi, sehingga membuat Mattheo dengan leluasa mengajak gadisnya kemana pun gadis itu mau.

Awalnya ia menolak, karena sangat yakin bahwa Isie pasti akan melemparkan berbagai pertanyaan pada dirinya. Dan itu terjadi setiap mereka melawati benda aneh yang ada dirumah mereka. Namun, bagaimana pun Mattheo tetap menjawab sebisa yang ia tahu.

"Aww, kau lucu sekali difoto ini." Isie mengambil sebuah bingkai foto yang terdapat foto anak laki-laki mungil di dalam bingkai tersebut.

Mattheo mengusap wajahnya. "Itu ayahku."

Isie langsung membulatkan matanya dengan segera meletakkan foto itu ditempatnya. Ia tidak ingin memegang foto itu kembali. Lagipula, bayi dalam foto itu — yang sebenarnya adalah Tom Riddle — sangat mirip dengan Mattheo membuatnya kebingungan untuk memebedakannya.

"Ayahmu ternyata tampan juga."

"Aku mengakui hal itu. Lihatlah aku, hasil darinya yang tak kalah tampan." Ucap Mattheo menyombongkan dirinya.

Isie memutar bola matanya malas. Ia berjalan melewati Mattheo, namun tubuhnya tersentak kedinding.

Mattheo menghimpitnya disana, dengan segera melumat bibir Isie yang kembali terlihat segar itu.

"Lakukan hal itu lagi dan kau tidak akan bisa bergerak esok hari." Bisik Mattheo ditelinga Isie yang terdengar sangat seksi.

Isie menetralkan detak jantungnya, ia hanya bisa mengangguk.

Mattheo tersenyum, lalu memberikan kecupan lagi pada bibir Isie. Meraih tangan gadisnya lalu mengajaknya keluar rumah.

Ia yakin, gadisnya pasti sangat ingin untuk menghirup udara luar. Terlebih rumah Riddle dikelilingi dengan hutan yang lebat. Saat siang seperti ini, terlihat sangat asri dan indah walau tetap saja aura kengerian tetap terasa. Berbeda dengan saat malam, aura menyeramkan itu bertambah berkali-kali lipat.

PROPINQUITY || Mattheo Riddle [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang