33

1.7K 208 9
                                    

5 tahun kemudian......

"I do."

"Do you, take Harvey Lightwater to be your husband, to love him faithfully, through the best and the worst, whatever may come, and if you should ever doubt, to remember your love for each other and the reason why you came together with him this day?"

"I do."

"Then i pronounce you, husband and wife. You can kiss the bride."

Kedua benda kenyal nan lembut itu bertemu dalam satu sentuhan altar yang suci, lumatan yang sangat diberikan oleh Harvey kepada istrinya. Suara riuh dan tepuk tangan terdengar meriah ditambah dengan bridesmide keduanya yang menaburkan banyak bunga menambah kesan intim dan kehabagiaan diacara tersebut.

Pesta pernikahan terus berlangsung hingga hari menjelang pagi, semua acara berjalan dengan lancar banyak saudara dan teman-teman Harvey datang untuk menghadiri pesta lelaki yang saat ini sudah resmi berstatus sebagai seorang suami. Senyuman tidak luntur dari kedua bibir mempelai walau lelah menyerang keduanya.

"Kenapa kau harus pergi dihari bahagia ini, sayang?"

"Maafkan aku, Mum. Aku harus pergi karena ini adalah kesempatanku untuk memulai hidupku yang baru."

"Bisakah kau pergi saja besok?" Pinta Vaela. "Ini adalah hari pernikahanku."

Isie beralih memeluk Vaela yang sekarang resmi menjadi Nyonya Lightwater. Yang sebenarnya gelar itu seharusnya diberikan untuk Isie, namun wanita itu menolak dengan keras dengan alasan ia masih ingin hidup bebas dan ia melihat cinta yang tulus diantara Harvey dan Vaela sehingga memilih untuk mengalah.

Kedua orang tua Harvey tentu saja menolak karena perjodohan ini telah mereka lakukan bahkan sejak Isie dan Harvey kecil. Tapi, seiring berjalannya waktu kedua orang tua saling mengerti dengan syarat Isie harus tetap menjadi putri mereka dan Isie sama sekali tidak keberatan tentang hal itu.

Kehilangan kedua orang tua membuat Isie sempat melupakan hidupnya sejenak. Penyesalan seumur hidup yang Isie alami adalah tidak sempat untuk melihat wajah orang tuanya untuk terakhir kalinya. Dan sekarang dengan keluarga Lightwater ia mencoba untuk bangkit kembali menata kehidupannya yang berantakan, membangun kehidupan yang ia inginkan sesuai dengan keinginannya sendiri.

Ia tahu ini tidak akan mudah, tapi setiap hal yang kita jalani pasti akan ada akhir. Entah berakhir bahagia atau tidak biarlah urusan nanti.

"Ayolah, dunia muggle dan penyihir tidak jauh. Aku bisa berkunjung begitu juga dengan kalian."

Masing-masing memberikan pelukan mereka kepada Isie. "Gadis manja ini akan hidup sendiri rupanya?" Ucap Susan mengusap air matanya.

"Saat aku kembali kau tidak akan bisa mengatakan hal itu lagi."

Mereka semua tertawa melepas kepergian Isie dengan tawa karena Isie sendiri yang meminta jika ada yang menangis maka ia akan marah.

Δ®

Memulai sebuah kehidupan yang baru, ditempat yang baru memang tidak mudah terlebih semua dilakukan dari nol dan sendirian. Kehidupan baru ini benar-benar membuat Isie belajar banyak hal baru dan cukup untuk membuat dirinya kerepotan hanya untuk mengurus dirinya sendiri.

Isie membeli sebuah apartemen kecil disekitar kota London. Tidak terlalu bagus namun bisa ia tinggali sendiri, ia mulai membereskan segala barang-barang miliknya mengisi apartemen yang kosong dengan berbagai macam pernak-pernik rumah tangga yang membuat apartemen miliknya terlihat lebih indah dan nyaman.

Tak lupa ia juga membeli sebuah ponsel untuknya berkomunikasi di dunia muggle. Tanpa ponsel di dunia muggle maka semuanya akan susah, ia sama sekali tidak bisa menggunakan sihirnya. Dan untunglah dulu kedua orang tuanya tidak anti muggle sehingga sekarang ia tidak perlu waktu lama untuk menggunakan benda pipih serba tahu itu. Dunia dalam genggamannya.

Berbagai informasi tentang perkerjaan yang bisa ia cari mulai ia cari di internet. Mengumpulkan setiap file yang akan ia butuhkan untuk melamar pekerjaan.

Keesokan harinya, ia mulai mendatangi satu persatu tempat yang ia ketahui dari internet. Sebagai lulusan sekolah sihir tidak banyak yang bisa ia lamar untuk pekerjaannya. Keluar dari satu toko ke toko berikutnya, melakukan banyak sekali wawancara dan segala hal tentang pekerjaan membuatnya lelah tentu saja.

"I'm sorry."

Sial.

Tidak masalah hanya gangguan kecil. Ia melanjutkan perjalanannya, memegangi secangkir kopi hangat dengan sepotong roti untuk menganjal perutnya yang lapar. Ia berhenti disalah satu pameran lukisan yang dilakukan oleh entah siapapun itu dijalanan kota London.

Sejak dulu Isie sangat tertarik dengan seni, hanya saja ia tidak terlalu menekuni bakatnya tersebut. Jadi, terkadang ia akan melukis hanya untuk mengisi waktu luangnya saja atau membuat kerajinan yang lainnya.

Ia tertarik dengan salah satu lukisan yang tidak terlalu besar namun juga tidak kecil, yang terletak disudut dan nampaknya memang sedikit disembunyikan oleh pemilik pameran. Isie mengambil lukisan tersebut.

Memang tidak ada yang spesial dari lukisan tersebut, hanya gambar abstrak mungkin orang akan melihat gambar tersebut adalah sebuah wajah yang nampak tidak utuh dengan bentuk mata yang hampir sempurna yang nampak sedih.

"Kau memilih lukisan yang jarang orang lihat, nak." Ucap sang pemilik pameran. "Apa yang membuatmu tertarik dengan lukisan ini?" Tanyanya.

Isie nampak berpikir sebentar. "Entahlah. aku seperti mengenal mata ini."

"Ambillah jika kau menyukainya."

Sontak Isie melihat kearah pemilik. "Tidak, aku tidak punya cukup uang untuk ini."

"Kau tidak perlu membayarnya, lagipula sepertinya hanya kau yang tertarik dengan lukisan ini."

"Setidaknya terima ini." Isie merogoh sakunya, tersisa lima Pound dan ia memilih untuk memberikannya pada pemilik lukisan. "Lukisanmu bagus dan kau pantas mendapatkannya."

"Bukan aku yang melukisnya."

"Siapapun itu, ia punya bakat yang bagus." Isie tersenyum lalu pergi dari tempat tersebut dengan lukisan ditangannya.

Ia membanting tubuhnya diranjang miliknya.

"Terus saja bersikap sok baik pada orang lain, padahal kau sendiri lebih membutuhkan."

Membuang napasnya dengan berat, ia meletakkan lukisan ditangannya di tembok. Ia gantung dengan sangat rapi walau ada sedikit penyesalan karena telah membeli lukisan tersebut.

"Bagus, sekarang aku lapar."

Kosong. Hanya ada air mineral dikulkasnya. Dengan kasar ia teguk air tersebut berharap rasa laparnya hilang.

"Makanlah lukisan itu, Isie." Gumamnya.

Kembali membanting tubuhnya diranjang. "Mummy, Daddy AKU INGIN CEPAT KAYA." Teriaknya diantara bantal diwajahnya.

































mendekati ending gaiss, rindu gaaa

PROPINQUITY || Mattheo Riddle [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang