Isie sedang bersiap-siap sendiri dikamarnya, hari ini rencananya ia akan ikut dengan keluarga Susan untuk menonton pertandingan quiddtich world cup. Namun sayangnya kedua orang tuanya tidak bisa menemaninya untuk menonton, beruntungnya ia bisa pergi dengan Susan.
Ia sangat semangat untuk menonton tentu saja karena ada idola quiddtich favoritnya, Viktor Krum.
Ia turun dan berpamitan kepada Evander dan Isa. Setelahnya ia langsung pergi ke dunia sihir dan bertemu dengan keluarga Susan. Mereka meneruskan perjalanan mereka ketempat pertandingan menggunakan portkey.
"Kau yakin itu muat?" Tanya Isie melihat tenda kecil dihadapanya.
"Inilah akibatnya jika terlalu lama tinggal didunia muggle." Susan langsung berjalan masuk mendahului Isie yang masih mencerna kata-kata Susan.
Isie ikut menyusul Susan masuk kedalam tenda, mulutnya langsung terbuka matanya membulat melihat isi tenda yang bagaikan sebuah rumah kecil yang bisa ditinggali oleh satu keluarga.
"Ya, kau benar. Aku lupa bahwa kita ada didunia sihir." Isie masih terkagum-kagum.
Pertandingan masih akan dimulai beberapa jam lagi, mereka memutuskan untuk istirahat sebentar. Mengisi kembali perut mereka, dan menyegarkan diri sebelum menonton.
"Isie ayo bangun. Pertandingannya akan segera dimulai."
Merasa tidak mendapatkan respon apa-apa, Susan langsung menarik tubuh Isie agar ia bangun dan berhasil.
Mereka berdua menyusul kedua orang tua Susan yang sudah lebih dulu pergi.
"Ramai sekali. Kira-kira ada pria tampan tidak ya?" Tanya Isie.
Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah, berharap ada seorang pria tampan yang sedang melihatnya dan dia bisa berpura-pura tidak melihat pria itu. Dan berakhir dengan pria itu memikirkan Isie dan langsung mencari tahu tentang Isie hingga akhirnya mereka bertemu dan hidup bahagia.
"Apa yang kau pikirkan, Isie? Tapi berhalu sejenak tidak masalah." Pikirnya.
Ia mempercepat langkahnya menyusul Susan yang meninggalkan dirinya karena terlalu lama mencari seorang pria tampan.
"Seharusnya aku berdandan yang cantik, jika tahu tempat ini akan seramai ini."
Plakk.
Susan memukul kepala Isie, "Berhenti berkhayal yang tidak-tidak. Pertandingan akan dimulai."
Isie hanya diam, mengusap kepalanya akibat pukulan Susan. Tidak terlalu sakit, namun kata-kata Susan jadi membuat suasana hatinya memburuk.
Namun tidak lagi setelah ia melihat Viktor Krum yang sedang terbang menggunakan sapunya, diatas sana mengejar snicth berusaha untuk memenangkan pertandingan.
"VIKTOR, I LOVE YOUU." Teriak Isie. Susan yang disebelahnya hanya bisa mengusap dadanya, ia sudah biasa dengan tingkah Isie yang seperti ini.
Sedangkan kedua orang tua Susan sedikit terkejut dengan teriakan-teriakan yang keluar dari mulut Isie. Mereka kira Isie tidak akan bisa berteriak sekencang itu, melihat tata bicara Isie yang lembut kepada mereka. Namun ternyata mereka salah besar.
"Jangan bersedih seperti itu, setiap permainan pasti ada yang kalah dan menang. Lagi pula bukan kau yang bermain, kenapa kau yang bersedih?" Susan sedang berusaha untuk menenangkan Isie yang sejak tadi bersedih karena tim yang ia pilih kalah.
"Kau tidak akan mengerti, Susan. Disaat kau mengagumi seseorang, disaat orang yang kau kagumi itu berbahagia kau juga ikut bahagia, begitu juga sebaliknya." Isie menyandarkan punggungnya ditempat duduk.
Susan sudah lelah memberikan semangat pada sahabatnya, ia lebih milih diam dan menikmati secangkir teh yang ibunya buatkan.
"Ayo anak-anak, kita harus pergi sekarang." Ayah Susan masuk kedalam tenda terburu-buru. Memasukkan barang-barangnya dengan cepat dan menarik tangan Susan dan istrinya untuk keluar tenda.
Sedangkan Isie, seperti biasanya ia bediam diri mencerna apa yang terjadi. Ia sendirian saat ini, keluarga Susan entah dimana sekarang. Hingga suara dentuman keras menyadarkan lamunannya.
Ia panik saat tenda yang ia gunakan terbakar dengan cepat ia keluar tenda, dan melihat banyak orang yang berlalu-lalang. Berlari kesana kemari penuh ketakutan dan yang lebih parahnya, tempat itu sudah porak-poranda semua tenda terbakar.
Isie berlari untuk menyelamatkan dirinya, namun sialnya karena bukan dirinya saja yang ingin selamat tempat itu jadi susah untuk berlari. Ia terjepit diantara banyaknya orang.
Napas Isie memburu cepat, ia tidak bisa ditempatkan disituasi seperti ini. Ia panik, menangis, frustasi, ketakutan semuanya ada dalam dirinya sekarang.
"Argh."
Ia terjatuh dengan sebagian tubuhnya yang tertimpa bangunan tenda yang terbakar. Tubuhnya panas sebagian bajunya dilalap api. Tongkatnya terjatuh cukup jauh dari jangkauannya.
"Oh God."
Isie sudah tidak bisa apa-apa, tubuhnya lemah, asap masuk ke indera penciumannya memenuhip aru-parunya. Ia sudah yakin jika ini adalah akhir hidupnya. Hingga pandangannya memudar, namun sebelum ia kehilangan seluruh kesadarannya ia mendengar suara seseorang yang sangat ia kenali.
Δ®
"Syukurlah kau sudah sadar." Ucapnya.
Isie menyesesuaikan cahaya yang memasukki indera penglihatannya. Ia ada dikamarnya saat ini. Tapi bagaimna mungkin? Seingatnya tadi....
"Kau disini?" Tanya Isie saat melihat seorang pria dihadapannya.
"Seperti yang terlihat."
Isie kembali mengingat kejadian tadi. Air matanya sudah tidak terbendung lagi. Ia kembali menangis saat kejadian buruk itu terlintas dikepalanya.
Pria itu membawa Isie kedalam pelukannya, mengelus punggung Isie. Ia bisa merasakan tubuh Isie yang bergetar ketakutan.
"Sshh tenanglah, Denara."
Isie menenggelamkan wajahnya didada bidang lelaki itu. Ia masih setia menangis hingga ia merasa lebih tenang ia menghentikannya. Mengusap sisa air mata yang ada diwajahnya.
"Kau menolongku tadi?" Tanya Isie, suaranya terdengar serak karena tangisannya tadi.
Lelaki itu mengangguk.
"Thank you." Isie tersenyum lalu kembali memeluk lelaki itu.
"Dimana Mom dan Dad?"
"Mereka berdua tidak ada dirumah sejak aku membawamu pulang." Jelas lelaki itu.
Isie mengangguk, masih dalam posisi mereka yang berpelukan.
Selama beberpa menit kedepannya mereka menghabiskan waktu berdua selagi kedua orang tua Isie tidak ada. Lelaki itu membantu Isie untuk menenangkan dirinya akibat trauma yang Isie alami tadi.
Mereka menonton film, memasak, berkebun melakukan apapun untuk mengusir kebosanan mereka.
Hingga akhirnya hari mulai gelap, dengan berat hati lelaki itu harus pergi dari rumah Isie.
"Kau yakin tidak menginap saja?"
Lelaki itu menggeleng, "Nanti aunty bisa menceramahiku."
Mereka berdua terkekeh, "Baiklah jika itu mau mu."
Mereka kembali berpelukan sebagai salam perpisahan, kemudian lelaki itu pergi untuk kembali ke kediamannya.
"Good bye, Denara."
"Good bye, Harvey."
KAMU SEDANG MEMBACA
PROPINQUITY || Mattheo Riddle [ END ]
FanfictionYou really are the apple of my eye _______________ seluruh cerita milik JK Rowling. kecuali Oc. cerita sedikit berbeda dengan aslinya. Dan Mattheo Riddle adalah karakter ciptaan @yasmineamaro