21

2.2K 299 9
                                    

"Kau terlambat, putraku sayang." Ucap seorang wanita dengan penampilan buruknya.

"Aku tahu."

Mereka berdua segera berpegangan tangan. Ber- apparate. Asap hitam muncul disekitar tubuh mereka berdua.

Setelah hampir selama hidupnya tidak pernah melihat sosok ibunya, saat ini ia dapat melihatnya. Sedikit terkejut karena bayangan ibunya sangat berbeda jauh dari yang ia ingat saat kecil.

Suara retakkan menandakan bahwa mereka sudah sampai ditempat yang mereka pikirkan.

Rumah tua tinggi gelap, kotor bahkan terlihat hampir roboh. Disekitar bagunan itu ditumbuhi dengan tanaman ivy yang menjulur kebawah hampir menutupi seluruh bangunan rumah itu.

Suara decitan pintu yang sudah lama tidak terbuka memecahkan keheningan disana. Suasana gelap nan menyeramkan menusuk aura siapa pun yang memasukki rumah tersebut. Dengan tongkat miliknya, ia menyalakan penerangan disana.

Terlihat ditengah ruangan, seorang berdiri menghadap kearah mereka. Dengan badannya yang besar, rupa yang bahkan terlihat jauh dari terakhir kali ia lihat. Lebih buruk dari ibunya.

Mata merahnya, hidungnya yang tidak terbentuk sempurna, tidak sehelai pun rambut tumbuh dikepalanya. Kuku jarinya yang panjang dan tajam. Berdiri tegak ditengah kerumunan pengikutnya, dengan jubahnya yang besar ia mengarahkan tongkatnya kearah pintu.

"My lord." Bellatrix menunduk hormat ada seseorang yang sangat ia hormati itu.

Mattheo masih diam mencerna segala yang terjadi padanya hari ini. Semua ini jauh dari apa yang ia bayangkan. Hingga sebuah tangan mendorong kepalanya untuk menunduk menyadarkan lamunannya. Ia pun terpaksa ikut menunduk.

"Angkat kepalamu." Ucapnya dengan suara yang lembut tapi penuh dengan kengerian.

Ia berjalan mendekati sosok putra yang selama ini ia banggakan itu. Menyentuh dagu Mattheo dengan tongkatnya, mengangkatnya untuk berdiri tegak.

Ia berjalan mengitari tubuh Mattheo. "Seorang Riddle tidak pernah tunduk pada siapapun." Ia kembali bersuara tepat ditelinga lelaki itu membuatnya sedikit meremang ketakutan dengan suara tersebut.

"Selamat datang kembali, My Lord." Bellatrix kembali bersuara. Mengalihkan atensi dari Voldemort.

Ia hanya mengangkat sudut bibirnya sedikit untuk menjawab ucapan Bellatrix. Kemudian kembali berjalan kepada para pengikutnya.

Ia merentangkan kedua tangannya, kemudian berteriak. "Mari rayakan kembalinya diriku dengan bersenang-senang." Ia kemudian menatap para pengikutnya itu dan tertawa.

Satu-persatu dari mereka mulai hilang dari tempat itu untuk bersenang-senang yang diminta oleh Tuan mereka.

Voldemort kembali berbalik, menatap putra sulungnya setelahnya ia pun ikut pergi dari ruangan itu ke ruangan lainnya.

Mattheo mematung, dia tahu siapa yang ayahnya maksud.

Bellatrix menatap wajah putranya dengan kebingungan, mencoba untuk membaca pikiran Mattheo namun gagal. Karena Mattheo menutup pikirannya sejak awal.

***

Ia duduk memeluk kedua lututnya, menaruh kepalanya diantara tangannya. Menatap tetesan air hujan yang semakin deras setiap detiknya. Pikirannya berkelana kesana-kemari.

Menunggu kedatangan seseorang yang berjanji padanya untuk kembali namun setelah hampir satu bulan ia hilang kabar. Tidak ada satu surat pun yang ia terima hanya untuk menenangkan hatinya jika lelakinya itu masih selamat dan setidaknya masih memikirkan dirinya.

Tetesan air hujan itu kini berganti dengan tetesan air mata, sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan hanya untuk mendapatkan kabar dari lelaki itu.

Ia tidak ingin ambil pusing dan terlalu memikirkannya, namun rasa rindu yang ia milikki merusak segalanya.

Ia sangat merindukan lelaki menyebalkan itu. Lelaki yang selalu merusak harinya saat di Hogwarts. Lelaki yang selalu saja mengambil ciuman diam-diam padanya.

Ia sudah tidak bisa untuk menunggu lagi, namun besok adalah hari dimana penantiannya akan berakhir. Hanya tinggal menghitung jam dan ia akan segera memeluk lelaki itu.

Lelaki yang selama ini menganggu ketenangan pikirannya.

***

Mattheo menatap sekeliling kamar miliknya. Suasana gelap masih mendominasi ruangan tersebut. Tidak beda jauh dari kamar miliknya yang ada di Malfoy Manor. Hanya saja kamar miliknya yang ini tidak semewah yang ada di Malfoy Manor.

Ruangan itu sudah tertata rapi dan bersih hanya saja cahaya ruangan tersebut sangat minim.

Perlahan ia mendudukkan dirinya ditepi ranjang. Menumpu kedua tangannya pada lutut, kedua telapak tangannya mengusap wajahnya kasar.

Inilah hidupnya yang sebenarnya, hidup yang selama ini ia impikan. Menjadi yang tertinggi dari yang tertinggi, menjadi seseorang yang dihormati dan ditakuti.

Tapi, kenapa ia tidak bisa memiliki dua hal penting dalam hidupnya? Kenapa ia hanya bisa memiliki salah satu dari dua hal itu?

"Isie."

Isie seger mengusap air matanya, merapikan penampilannya agar orang tuanya tidak curiga.

"Yes, mum."

"Disana kau rupanya." Isa menghampiri putri sulungnya itu. "Daddy mu ingin bicara."

Isie menatap bingung ibunya itu, tidak biasanya ayahnya ingin berbicara serius seperti ini padanya. Terlebih lagi ibunya harus memanggilnya seperti ini.

Jantung nya berdetak dengan cepat dari biasanya, kakinya rasanya kaku untuk berjalan. Namun tatapan ibunya mampu membuatnya sedikit lebih tenang.

Ia semakin dibuat penasaran dan takut diwaktu yang sama saat melihat wajah serius ayahnya yang kini tengah menatapnya dari ruangan tengah.

Isa segera mengajak Isie untuk duduk dihadapan suaminya itu.

"Kau tidak akan kembali ke Hogwarts."

"Aku meminta kau menjauhi gadis itu atau dia akan mati ditangaku."







































Haii, maaf ya lama dan pendek. Aku lagi ada beberapa kesibukkan dan sedikit kena writer block huhuhu sedih banget

 Aku lagi ada beberapa kesibukkan dan sedikit kena writer block huhuhu sedih banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salah satu kesibukan aku adalah ngabisin waktu sama Mattheo

PROPINQUITY || Mattheo Riddle [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang