Mattheo terlihat lemas disamping ranjang Isie, ia memegang tangan Isie matanya tidak sanggup untuk melihat keadaan wanitanya yang tengah berbaring lemah tak berdaya diranjang pesakitan. Dirinya tidak bisa menerima kenyataan bahwa Isie memiliki penyakit berbahaya didalam tubuhnya.
Penjelasan dokter tadi terus berputar dikepalanya, rasanya sangat menyesakkan disaat seperti ini kabar buruk datang menghampiri keduanya.
Kebahagiaan selalu diiringi dengan kesedihan bukan. Keduanya bagai magnet yang tidak dapat dipisahkan selalu menempel satu sama lain.
"Nona Moonbeam terkena tumor otak glioma stadium dua. Tumor ini sering tumbuh kembali setelah menjalani pengobatan. Di samping itu, tumor ini punya potensi untuk berubah menjadi ganas. Bahkan, penyebarannya dan pertumbuhannya bisa lebih cepat. Untuk membantu proses pemulihan tumor otak yang diderita oleh Nona Moonbeam, kami para dokter menyarankan untuk melakukan kemoterapi."
"Berapa persen kemungkinan Isie bisa sembuh?"
"Sekitar 70%, bisa turun dan naik. Tergantung dengan pengobatan yang dilakukan."
"Sepertinya Nona Moonbeam sudah tidak rutin meminum obat dan terlalu banyak berpikir hal-hal yang berat, itu sebabnya imunnya turun dan keadaannya semakin melemah. Dalam hal ini pasien sangat dilarang untuk berpikir yang membuat kepalanya sakit."
"Jadi Isie sudah mengetahui hal ini?" Gumam Mattheo.
Mattheo menghela napasnya, memendamkan wajahnya diranjang Isie dengan terus memegang tangan wanita yang nampak masih betah untuk memejamkan matanya itu.
Angka 70% bukanlah angka yang rendah, tetapi tetap saja saat dokter itu mengatakan jika tumor Isie bisa berubah menjadi ganas memenuhi pikirannya. Bagaimana ia akan mengatakan hal ini pada Isie saat wanita itu bangun nanti? Apakah ia akan sanggup untuk melihat penderitaan Isie kedepannya, menemani Isie melalui masa sulitnya? Mungkin ini hukuman untuknya atas semua kejahatan yang ia lakukan selama hidupnya. Tapi, kenapa harus Isie yang menerima akibatnya? Ia yang berbuat semua kejahatan itu, seharusnya ia yang sekarang berbaring ditempat Isie dan bukan gadis bulannya.
Tanpa ia sadari air mata mengalir dari kedua matanya, menangisi nasibnya sendiri dan penderitaan yang dialami oleh Isie.
Isie yang mendengar suara isakan disebelahnya mulai mendapatkan kesadarannya dan membuka matanya perlahan. Ia dapat merasakan tangannya yang digenggam erat. Ia menolehkan kepalanya kekanan dan mendapati Mattheo yang menyembunyikan wajahnya.
Dengan susah ia mencoba untuk mengeluarkan suaranya. "Why are you crying?"
Mattheo yang mendengar suara itu sontak mendongakkan kepala, ia terkejut kala melihat Isie yang sudah sadarkan diri. Tanpa sempat menghapus sisa air matanya ia segera memeluk Isie. "I'm glad you woke up, honey"
"Shh, it's oke. I'm fine."
Mattheo melepaskan pelukannya dan menatap intens Isie. "Berhenti berbohong pada dirimu sendiri, pada dunia dengan mengatakan bahwa kau baik-baik saja, dan membiarkan dirimu menderita sendiri. Aku tahu kau tidak sekuat itu untuk menahan segala penderitaanmu sendiri. Aku ada disini, Isie. Mulai sekarang kita lewati ini bersama. I promise won't leave you alone, my moon."
"Terimakasih karena sudah mau menemaniku, selama ini aku berjuang sendiri. Dan sekarang aku tidak perlu takut lagi." Mattheo mengusap air mata Isie.
Sungguh Isie tidak bisa menahan perasaan bahagianya kala mendengar perkataan Mattheo. Jujur saja selama ini ia lelah karena harus berjuang sendiri dengan penyakitnya. Ia tidak tega untuk memberi tahu orang lain termasuk keluarga Lightwater yang nyatanya sudah menganggapnya sebagai keluarga. Ia merasa sudah cukup ia menjadi beban mereka dengan menumpang hidup pada keluarga itu dan cukup sampai disitu ia tidak ingin membuat keluarga itu khawatir dengan penyakit yang ia derita.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROPINQUITY || Mattheo Riddle [ END ]
FanfictionYou really are the apple of my eye _______________ seluruh cerita milik JK Rowling. kecuali Oc. cerita sedikit berbeda dengan aslinya. Dan Mattheo Riddle adalah karakter ciptaan @yasmineamaro