27

1.9K 265 25
                                    

Ia duduk meringkuk disudut ruangan, menenggelamkan kepalanya diantara kedua tangannya. Jangan tanyakan bagaimana penampilannya saat ini. Ia sungguh berantakan, rambut yang acak-acakan, banyak bekas luka disekitar tubuhnya. Bahkan pergelangan kaki kanannya patah, sudut bibirnya membiru, matanya memerah, tenggorokannya terasa kering karena setiap detiknya ia berteriak karena menahan sakit yang ia rasakan. Bekas air mata yang mengering masih terlihat dipipi yang biasanya memancarkan rona merah karena malu, kini memerah akibat pukulan yang ia dapatkan.

Mungkin takdir sedang tidak berpihak kepada dirinya, hingga ia harus bangun di neraka ini. Ia sungguh tidak menyangka akan membuka mata ditempat sesuram ini, rasanya waktu berjalan dengan lambat setiap detiknya. Ia selalu ingin pulang, namun ia bahkan tidak tahu caranya.

Bahkan orang yang sangat ia cintai lebih memilih untuk ikut menyiksa dirinya. Seseorang yang dulu sangat ia cintai kini berubah menjadi ketakutannya. Ia tidak lagi menjadi tempatnya untuk bersandar, tempatnya untuk menenangkan diri, tempatnya untuk menceritakan segala hari yang ia alami. Kini laki-laki itu hanya menjadi tempatnya mendapatkan luka.

Pintu ruangan itu kembali terbuka. Tanpa perlu membuka matanya, Isie sudah tahu siapa sosok yang berdiri dipintu yang kini terdengar berjalan mendekati dirinya. Setiap hari diwaktu yang sama dengan sosok yang sama ia akan mendapatkan siksaannya. Tinggal – walau hanya beberapa hari dirumah itu sudah membuatnya hafal dengan baik setiap hari yang ia lewati.

"Do it." Lirihnya.

"Do it ... Do it ... Do it."

" FUCKING DO IT, MATTHEO."

Ia berteriak, mengangkat kepalanya. Nampak air mata itu kembali mengalir dari matanya yang memerah. Dapat dilihat kemarahan memenuhi mata itu.

Mattheo hanya diam, menaikkan sebelah alisnya. Salah satu tangannya ia masukkan kedalam saku celana miliknya. Salah satu tangannya melempar sebuah kotak dihadapan Isie.

Isie mengikuti arah pandang dimana kotak itu terjatuh, nampak sebuah kotak p3k tergeletak dihadapannya.

Ia tersenyum remeh. "Setelah semua yang kau lakukan, kau berpikir bisa menyembuhkan semua luka yang aku alami?" Isie mengambil kotak itu lalu melemparkannya sejauh yang ia bisa, dengan sisa tenaganya ia mencoba untuk berdiri.

Rasa sakit itu langsung menyerang seluruh tubuhnya, terlebih kakinya yang patah. Namun, ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan laki-laki yang membuatnya seperti ini.

"I hate you."

Mattheo nampak terkejut dengan pengakuan yang Isie berikan. Ia berjalan mendekati Isie dengan tatapan tak kalah mengintimidasi dari yang Isie berikan.

"Say it again."

Ia semakin mendekati tubuh Isie, hingga gadis itu terhimpit di dinding.

Sekarang situasi sepertinya terbalik, justru Isie lah yang merasa terintimidasi oleh Mattheo bukan dirinya yang mengintimidasi Mattheo.

"I hate you."

"Again."

"I ... "

Lumatan itu terjadi, Mattheo menghisap kuat bibir Isie yang terluka. Membuat Isie kesakitan, bukan kenikmatan seperti biasa yang ia rasakan.

Suaranya tiba-tiba tercekat ditenggorokannya, karena tindakan tiba-tiba yang Mattheo lakukan.

Mattheo mencengkram rahang Isie. "Again, darling. Ingatkan dirimu bahwa kau sangat membenciku. Katakan ribuan kali jika kau mau."

Mattheo menghempaskan tangannya dengan kasar dari wajah Isie membuat gadis itu terjatuh karena tidak bisa menahan beban tubuhnya sendiri.

Ia memilih untuk pergi dari ruangan itu, membanting pintu dengan kasar membuat Isie terkejut seperti biasanya.

Δ®

"Say 'please'."

"I-i never say 'please'."

Bellatrix menyeringai kesal, ia bener-benar jengah dengan gadis yang berada dalam kurungan mantra miliknya itu.

Sungguh gadis yang keras kepala, ia bingung bagaimana putranya itu bisa jatuh cinta pada gadis seperti itu.

"Crucio." ia semakin memperkuat mantranya.

Tubuh Isie tergeletak dihadapannya, darah keluar dari hidungnya. Rasanya seperti ribuan anak panah menusuk seluruh tubuh hingga tulang miliknya. Namun ia masih berusaha untuk sadar.

"Kau mudblood menjijikan, berani-beraninya mengencani putraku."

Voldemort datang bersama dengan Mattheo yang berada disebelahnya. Bellatrix yang melihat hal itu pun menghentikan mantranya dan membungkuk pada tuannya.

"Kaum rendahan seperti dirimu berharap terlalu tinggi untuk bersanding dengan putraku."

Isie menyeringai. "Kau atau aku yang rendahan?" Ia terbatuk lengkap dengan darah yang keluar dari mulutnya, setelah mengatakan hal itu.

Voldemort terlihat sedikit bingung. "Kau terlihat menyombongkan diri dengan derajatmu itu, mudblood."

Isie tertawa dengan kencang, kala mendengar ucapan sang pangeran kegelapan. Semua orang yang disana terlihat bingung dengan sikap Isie, dalam posisi yang masih tergelatak dilantai ia masih tertawa kencang.

Ia memegangi perutnya, mengusap darah yang keluar dari mulut dan hidungnya. Bangkit berdiri dihadapan Voldemort dan menatap satu-persatu pengikutnya.

"Siapa yang mengatakan aku seorang mudblood?" Ia menyeret kakinya, mendekati Voldemort lalu menyibakkan rambutnya yang menutupi lehernya, memperlihatkan bagian belakang telinga miliknya. "Apa kau sudah mencari tahu lebih detail tentangku?"

Mereka semua terdiam, mengetahui satu fakta tentang gadis ditengah mereka.

Tanda berbentuk bulan dengan ular yang melingkari sisi bulan ada ditubuh Isie. Membuat sang pangeran kegelapan benar-benar terdiam tidak bisa berkutik walau sekejap.

"I'm a pure pureblood."




























































Siapa yang baru tahu status darahnya Isie?

Kaget ga? Kaget dong biar aku seneng hehehe

Kaget ga? Kaget dong biar aku seneng hehehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia lagi gabut gais,

PROPINQUITY || Mattheo Riddle [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang