Ini kisah romansa remaja yang masih labil dan berusaha untuk lebih dewasa, berawal dari kuah tahu saus tiram Haru jadi lebih dekat dengan Melody. Kemudian hubungan itulah yang membuat beberapa memori jadi terkenang sampai akhir.
(Meskipun sudah sele...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Melody menghardik bayangan Haru di dalam pikirannya. Laki-laki yang membuatnya nyaman namun secepat itu pula membuatnya merasa sedih dan kecewa, kepingan air mata berjatuhan hingga terkumpul menjadi satu tumpukan yang membasahi lantai. Halte bus di dekat lorong sepi itu terkesan menyeramkan bagi gadis-gadis sebaya, entah mengapa Melody tak merasa ketakutan sedikit pun walau sesekali ada orang yang mengingatkannya segera pergi dari tempat itu karena pukul sudah melewati jam 12 malam.
'Tempat ini angker, banyak begal juga, bahaya kalo kamu duduk disini. Pulang kerumahnya dek.'
Melody tidak acuh, dirinya duduk di antara kursi panjang yang terbuat dari besi. Haru hanya seklise memandang kehidupan tentang Melody, perempuan ini cukup kesal pada Haru yang cepat menilai tanpa mengetahui latar belakangnya sendiri.
"Lo kan juga kabur dari rumah." Gumam Melody.
Bukan, Haru tidak kabur melainkan dia menjauh atas izin dari orangtua. Dia hidup sendiri, di besarkan oleh bayaran rasa letih. Apapun itu alasannya, hanya Haru yang tahu dan itu pilihan terbaik.
Pelupuk mata rasanya mulai memberat, terdengar suara geluduk tanda cuaca buruk akan datang. Melody mulai merasa kedinginan lewat dari angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhnya, ia mengusap kedua telapak tangan. Menghembuskan nafas hangat kesana agar terasa lebih baik, Melody mendengar suara aungan dari kenalpot motor tak lama setelah itu dia melihat gerombolan geng motor datang yang membuat Melody merasa cemas dan berusaha menjauh dari sana.
Melody mulai merangkul tas pakaiannya, ia berjalan secepat mungkin. Tidak mendengar ucapan dan tujuan mereka, namun insting perempuan sudah mengetahui dari gerak gerik salah satu pengemudi yang mengikuti langkahnya.
"Hai sendirian ya?" Tanya salah satu pengemudi geng motor tersebut.
Melody tidak menggubrisnya dia terus berjalan kedepan, entah kemana arahnya berjalan ia hanya mencari tempat yang ramai untuk berlindung. Tetapi tempat mana yang ramai pada pukul di atas jam 12 ini? Usaha sia-sia, meminta pertolongan pun rasanya sulit sekali.
"Ayo kita antar pulang. Mau nggak?" Tanya mereka lagi sambil cekakakan, bahkan ada yang sengaja memperagakan ingin memukul bokong Melody.
"Nggak, makasih." Jawab Melody tanpa perduli dan menatap mereka sinis.
"Sombong banget." Putus mereka menilai sikap Melody.
Saling bertatapan dan mengangguk, detik kemudian mereka menghentikan motor. Secara kebetulan di samping Melody merupakan bangunan yang tidak terpakai, Melody di sergap dan diseret memasuki bangunan itu. Melody tidak ingat jelas, dia hanya merasa berat di punggungnya yang jelas sekarang tubuhnya sudah terikat erat dan tidak bisa bergerak.
Rupanya ia pingsan setelah kuduknya di pukul menggunakan balok kayu, Melody melihat satu-satu orang itu mulai berdebat siapa duluan yang ingin mendekati Melody. Ia melirik kebawah menyadari bahwa busananya masih tertata utuh namun tidak dengan kedua kancing yang terbuka menampaki pakaian dalamnya.