⎙ ⁴³ : Long Distance

397 90 1
                                    

Satu tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu tahun kemudian.

Melody menangkup dagunya ia baru saja pulang dari kampus, pundaknya terasa pegal dan Aditya memijatnya pelan. Mereka berada di salah satu cafe terdekat kampus, agar ketika ada kelas mendadak Melody bisa pergi dengan cepat. Hubungan yang terjalin selama kurang lebih setahun ini sangat berjalan mulus bahkan nyaris Melody merasa asing dan bingung kenapa bisa jadi seperti ini.

Aditya tidak pernah melarang Melody untuk berbuat apapun, ia selalu mengikuti keputusan Melody tanpa pamrih. Tidak pernah bertengkar ataupun adanya perdebatan yang terkadang membuat Melody bosan dan sungkan untuk berterus terang.

"Emangnya mas enggak cape nyamperin aku? Kan habis dari rapat." Sebut Melody.

"Gapapa, lagian kerjaan aku udah selesai kok." Kata Aditya terus memijat punggung Melody.

"Udah ah, aku jadi nggak enak. Kamu duduk aja disini." Tunjuk Melody di sampingnya.

Aditya duduk tepat disampingnya kemudian Melody sengaja tiduran di paha kekasihnya itu, kebetulan kursi cafe yang mereka singgahi saling menyambung seperti soffa dan Melody pun bisa beristirahat dengan leluasa.

"Gimana kuliah kamu?" Tanya Aditya.

"Ya gitu aja, bentar lagi mau magang nih." Jawab Melody.

"Loh kok cepat banget?" Aditya kaget, padahal Melody baru memasuki semester tiga.

"Satu tahun lebih lagi kok." Sambung Melody sengaja mengundang selisih di antara mereka, tetapi Aditya hanya tertawa dan tidak merespon apapun.

Melody mengerutkan dahinya, ketika ia bersama Haru selalu terjadi selisih paham yang berujung candaan. Hubungan ini berjalan datar, tanpa sadar mengurangi rasa simpati Melody untuk terus melanjutkannya tapi ia tak enak hati pada Aditya yang selalu berjuang untuknya dan menerima kekurangan Melody dalam bentuk apapun.

Melody menutup matanya, setiap tindakan dan sifat Aditya selalu ia bandingkan pada Haru yang sangat berbanding terbalik. Ia merindukan sosok itu, seseorang yang hadir di dalam hidupnya dalam beberapa tahun yang lalu, orang yang telah pergi meninggalkannya tanpa kabar, tidak munafik Melody mengakui dirinya sendiri bahwa ia masih memiliki secumpuk rasa pada Haru di dalam hati, walau terkadang di hantam kenyataan yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa bersama lagi.

"Aku mau pesan minuman lagi. Kamu mau minuman apa Mel?" Tanya Aditya sambil melihat menu-menu yang tertera di papan spanduk cafe.

"Apa aja mas, asal jangan ada yang rasa pahitnya." Jawab Melody.

Selama Aditya pergi memesan minuman itu Melody dengan sengaja curi-curi waktu melihat foto saat dirinya masih bersekolah dulu. Foto dirinya dan teman-teman sewaktu liburan, baik tumpukan folder yang berisi kenangannya bersama Haru.

"Ru, kamu apa kabar ya?" Melody bergumam pelan.

Sementara itu di singapore Haru selalu fokus pada perkuliahannya, sesekali ia ikut seminar wirausahawan dan menekuni bidang usaha. Ia juga mengikuti kencan buta dengan arahan teman-temannya disana, dan tak ada satupun yang berhasil menggaet hatinya. Terakhir kali Haru berhadapan dengan perempuan berambut pirang.

"I like you eyes." Perempuan itu menyentuh wajah Haru.

Seketika Haru reflek menangkis tangannya, "Sorry." Ucapnya dan perempuan itupun mati kutu dibuat dengan sikap dingin Haru.

Mereka pergi ke bioskop, perempuan itu selalu menggandeng lengan Haru kemanapun. Pada saat memilih film pun ia menolak menonton film horor dengan alasan takut, Haru sangat tidak tertarik dengan film romantis sebab dia lebih tertarik dengan film horor.

Sepanjang film berputar perempuan itu selalu terkekeh pelan dan menunjukkan adegan romantis pada Haru, ia tidak suka dan hanya merespon biasa saja tanpa berkata-kata menyebabkan perempuan itu merasa kesal sendiri dan menyudahi kencan buta mereka.

Haru mendapatkan pukulan dari tas perempuan itu sebab menurutnya Haru adalah laki-laki terburuk yang pernah ia temui. Haru tersenyum dan membalas sesuai faktanya.

"Aku memang sejelek ini. Dan kau juga tidak seasik yang aku bayangkan."

Perempuan itupun mengamuk ia mengumpat dan menyumpahi Haru tidak akan mendapatkan pasangan yang baik menerimanya. Haru berjalan sembari memandang langit ke atas, ia berhenti tepat pada jembatan sembari mengeluarkan sebatang rokok, saat stres ia selalu memakai benda itu untuk melepaskan penatnya.

Bekas tiket bioskop tadi terbang lalu Haru menangkapnya dengan cepat agar tidak terjadi pelanggaran membuang sampah sembarangan, ia melihat judul dari film yang ia tonton tadi dan mengingat adegan memuakkan baginya.

"Ru! Gimana tadi seru banget nggak sih film Conjuring nya!" Suara Melody berteriak ini membuat Haru membalikan tubuhnya kebelakang, dan ternyata itu hanya halusinasi yang hadir di kepala Haru saja.

Haru menghembuskan asap rokok dari mulutnya, menggeleng pelan, "Come on, She happy now. let's forget everything."

"What do you think, bro?" Salah satu teman seperkuliahan Haru datang menghampirinya.

"Nothing." Jawab Haru sambil terus menghabiskan rokoknya.

___

Dua tahun berlalu.

BRUM!

Nina berlari terburu-buru memasuki rumah Melody, ketika mereka bersua setelah sekian lamanya tak berjumpa. Nina memeluk erat tubuh Melody mereka pun suka ria bercerita tentang kejadian apa saja yang mereka alami tanpa kehadiran masing-masing.

"Mana Dika? Kok Lo nggak sama Dika?" Tanya Melody.

"Ih mending Lo ganti baju cepet! Katanya mau nemenin gue kondangan." Keluh Nina.

"Emang siapa sih yang nikah?" Melody resah dari tadi Nina tidak mau menjawabnya.

"Teman sekolah kita, entar lo juga tau." Kekeh Nina.

"Siapa? Si Julian? Apa Citra?" Melody menebak-nebak sembarangan.

"Ada deh. Hihi." Nina tetap tidak ingin menjawabnya.

Melody pun masuk ke dalam kamarnya, mengambil baju batik dan rok sebatas lututnya lalu mengikat rambut layaknya gadis sultan pada zaman-zaman dahulu. Tubuhnya yang raping sangat enak di pandang, kerap sekali Nina berdecak kagum memuji tubuh Melody yang memang sebagus itu.

Mereka tiba di gedung pernikahan seseorang yang Nina katakan adalah teman mereka, sebelum memasuki amplop ke dalam kotaknya Melody terlebih dahulu shok melihat orang yang berada di panggung pengantin tersebut, matanya pun berkaca-kaca.

"NINA KOK LO NGGAK CERITA SELAMA INI SAMA GUE!?"

Nina tersenyum tipis sembari menunduk, matanya ikut berkaca-kaca mereka berpelukan sembari menangis tersedu-sedu hingga menjadi pusat perhatian orang lain.

"Mel, gue baru sadar. Kalo cinta pertama itu selalu berakhir, bahagia itu tidak hanya ketika bersama aja. Mengikhlaskannya dengan yang lain juga termasuk bahagia yang kedua, karena kebahagiaannya juga milik gue." Ucap Nina sembari menyapu air matanya.

"Yang kuat ya. Kita sekarang sama." Ucap Melody.

"Sama-sama di tinggal cowok ya? Wkwk!"

Meski sedih Nina berusaha menutupi semuanya dengan canda tawa, Dika menikah dengan perempuan lain. Hubungan mereka juga kandas setahun yang lalu, mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan ketika tidak merasa cocok lagi. Meski begitu Nina dan Dika tetap berteman akrab, walau tidak sedekat dulu lagi.

"Happy wedding ya." Ucap Melody menyalami tangan Dika.

"Thanks ya me—" Dika tertegun ketika melihat Nina yang ada di sampingnya.

"Selamat menempuh hidup baru~" ucap Nina seru, tidak berubah sejak dulu.

Dika tertawa, "Semoga Lo cepat nyusul ya Nin, gue tungguin loh." Kekeh Dika.

"Iya nanti gue weddingnya serentak dengan Melody, hahaha!" Nina tertawa.

"Bestie forever!" Seru Nina dan Melody saling rangkul di hadapan Dika.


Promise | Haruto × Wonyoung (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang