⎙ ¹⁶ : Disaster

708 156 1
                                    

Biasanya memang saat di lampu merah orang-orang terbagi menjadi dua kategori, satu terfokus menunggu lampu rambu lalu lintas berubah menjadi hijau sedangkan yang satunya lagi biasanya terfokus pada sekitar jalan dan baru bisa melanjutkan perjalana...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biasanya memang saat di lampu merah orang-orang terbagi menjadi dua kategori, satu terfokus menunggu lampu rambu lalu lintas berubah menjadi hijau sedangkan yang satunya lagi biasanya terfokus pada sekitar jalan dan baru bisa melanjutkan perjalanan setelah di sadarkan oleh klakson pengendara lain. Melody memang tidak mendengar secara keseluruhan ucapan Haru, karena hiruk pikuk di tempat itu terlalu kentara, perpaduan suara bising pengendara dan kegiatan masyarakat mengenai pekerjaanya.

"Oke." Jawab Melody, dia juga tidak ingin terlalu mengulik urusan pribadi Haru sehingga tidak menanyakan kemana Haru akan pergi.

Motor memasuki lapangan sekolah, melaju hingga ke posisi parkiran yang biasa Haru singgahi. Mereka berjalan bersama-sama, dari tatapan para murid terbesit rasa aneh yang menyelimuti aura mereka berdua. Identik dengan kalimat 'lihat mereka' layaknya risih dengan kehadiran Haru dan Melody.

"Nin!" Jerit Melody menyapa Nina yang tengah keluar dari kelas menuju ruangan lain, Melody sangat antusias melambaikan tangannya namun Nina malah mengabaikan sapaan Melody.

Haru yang menyaksikannya ikut bingung apalagi Melody yang mengalaminya. Tidak seperti biasa, mereka adalah teman yang teramat dekat sejak masuk SMA tapi prilaku Nina membuat Melody merasa sedih. Padahal dia baru sehari tidak masuk sekolah, apa yang terjadi sampai-sampai Nina mengabaikan dirinya?

"Ru, udah liat papan pengumuman?" Tanya Dika, dia muncul di depan pintu sebelum mereka masuk.

"Belum, ada apa?" Tanya balik Haru.

"Mending kalian liat deh. Sekelas udah heboh karena foto kalian kesebar." Dika menuntun mereka ke tempat dimana papan pengumuman terpajang.

Setelah sampai keduanya pun terkaget-kaget melihat satu foto yang menampilkan Haru dan Melody di kamar kosan yang sama, mirisnya kalimat yang tertulis adalah 'perempuan murahan' bagaimana tak kesal, Melody langsung mencak-mencak di kelas menanyakan siapa yang diam-diam memotret dirinya dan Haru, tidak ada yang menjawab mereka justru mencemooh Melody karena tinggal bersama Haru bernotaben tidak ada hubungan darah, sama halnya dengan orang asing walaupun mereka berteman tapi seharusnya ada batasan antara lawan jenis yang belum menikah.

"Nina, kok lu ignore gue. Dengerin dulu penjelasannya." Mohon Melody.

"Kenapa Lo gak cerita sih Mel? Jadi selama ini Lo anggap gue apa? Kita temen bukan sih? Soal ini kenapa semua orang harus tau dulu baru Lo mau jujur ke gue?" Nina kecewa, itu karena Melody yang tidak terbuka padanya, katanya mereka sahabat seharusnya Melody menceritakan hal ini sebelum rahasia tersebar, kalau begini Nina juga tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa membantu banyak.

"Maaf. Kejadiannya terlalu mendadak sampai gue bingung harus cerita mulai dari mana. Tapi jujur, Haru dan gue itu gak ada hubungan apa-apa.

Dua bulan yang lalu gue diusir, bokap gue mau jodohin gue tapi gue nolak. Seluruh perlengkapan gue di sita, mulai dari ATM yang dia kasih pun di blokir, gue ngekos, tapi uang gue gak cukup buat bayar selama itu. Haru-dia nolongin gue, dia nyuruh gue tinggal sementara disana." Jelas Melody pada Nina.

Namun Nina tetap menyangkal, "Kenapa Lo gak minta tolong sama gue? Lo bisa tinggal di rumah gue Melo. Kalo gini reputasi Lo jadi buruk di sekolahan." Kata Nina.

"Gue gak punya pilihan lain. Gue gak mau nyusahin Lo. Saat itu cuma terbesit di pikiran gue, yang penting gue punya tempat tinggal. Gak perduli apa kata orang lain." Sambung Melody.

Nina menarik nafasnya dalam, meski bukan masalahnya dia ikut pusing memikirkan solusi karena Melody merupakan sahabatnya. Berita ini sudah tersebar luas di seluruh sekolah, menjadi bahan gunjingan dari berbagai tingkat kelas satu, dua sampai tiga. Apalagi Jessi yang tambah seperti tersulut api, selalu sengaja menyenggol bahu Melody kasar.

Dan Haru selalu bernasib buruk di mata para guru, setelah pulang sekolah nanti pun keduanya akan di hadapkan pada ruang bimbingan konseling untuk di mintai keterangan lebih lanjut.

Melody cemas, ini pasti bakal berhubungan dengan kedua orangtuanya. Paling tidak, Melody pasti harus membawa orangtuanya sebagai penyelesaian masalah ini. Haru dan Melody hanya bisa diam dan tidak bisa membantah ketika guru mencerca mereka, apalagi gosip mereka berpacaran sudah pernah tersebar kedua orang yang dulunya di pandang sebagai murid teladan kini mendapat rumor jelek yang merusak pamornya.

"Padahal saya mendaftarkan nama kalian ke calon peserta mahasiswa undangan. Sebentar lagi kita akan ujian semester, dan kamu Haru terpaksa saya cabut beasiswa mu karena kami tidak mungkin untuk tetap membiarkannya. Sekolah bisa mendapatkan masalah jika beasiswa kamu tetap berjalan." Jelas pak Romeo wali kelas mereka.

"Pak! Saya mohon, bisa tolong jangan cabut nama saya di calon peserta mahasiswa undangan? Saya sangat menginginkan itu, kami bisa menjamin tidak ada yang terjadi apapun di antara kami." Ucap Melody.

"Walau foto kalian di dalam satu ruangan sudah tersebar?" Tanya pak Romeo.

"Di dalam satu kamar memakai baju lengkap, dan tidak melakukan apapun. Apakah itu sebuah kesalahan pak? Melody hanya bermain sebentar di kamar saya." Jawab Haru.

"Kalian itu remaja, perempuan dan laki-laki. Walau tidak melakukan apapun, tetap saja akan terkesan buruk jika berada di tempat yang seperti itu." Sebut pak Romeo.

Haru dan Melody tertunduk, wali kelas sudah angkat tangan mengenai masalah ini dia juga tidak tahu menahu bagaimana cara menyelesaikannya. Pasalnya pak Romeo tidak bisa bertindak sembarangan, bergerak membela Haru dan Melody juga bisa mendapatkan ancaman, membiarkan Haru dan Melody keluar dari sekolah pun pekerjaannya juga terancam. Seperti air sungai yang mengalir, pak Romeo mengalir mengikuti keputusan pihak sekolah.

Tiba-tiba guru bimbingan konseling yang sempat mengintrogasi Haru dan Melody datang. Ia berbisik pada pak Romeo, surat pemberhentian siswa pun tak jadi di berikan. Pak Romeo menyimpannya rapi di dalam laci kemudian mulai menjelaskan apa hukuman yang harus mereka tanggung.

"Beruntung masalah bisa di selesaikan dengan cepat. Tapi kalian, harus di skors selama satu minggu, dampaknya yang kedua kalian akan di pisah kelas bukan berada di 12 MIPA 1 lagi. Untuk kelas yang baru nanti, saya belum tahu pasti yang jelas ini lebih baik dari pada harus di keluarkan dari sekolah." Sebut pak Romeo.

"Terima kasih pak." Keduanya keluar dari ruangan itu.

Air mata Melody mengalir, tidak menyangka bahwa kebahagiaan yang ia alami sebentar itu berakhir dengan masalah yang teramat besar, terjadi di sekolahnya. Apa yang dikatakan orang zaman dahulu ada benarnya, jangan pernah mendambakan sebuah kejadian tertawa terbahak-bahak karena akhirnya bisa sangat menyakiti hati berujung dengan air mata.

"Jadi untuk sementara kita gak bisa bareng-bareng dulu." Ucap Melody.

"Lo mau tinggal dimana setelah ini?" Tanya Haru.

"Mungkin, pulang." Jawab Melody menatap mobil dan sopir yang di perintahkan ayahnya untuk menjemput Melody.

Promise | Haruto × Wonyoung (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang