⎙ ⁴⁵ : Quiet

472 97 1
                                    

Dunia terasa seperti memihak untuk menyakiti Melody, perempuan itu duduk termenung saat pagi hari sepulangnya dari rumah Aditya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dunia terasa seperti memihak untuk menyakiti Melody, perempuan itu duduk termenung saat pagi hari sepulangnya dari rumah Aditya. Ia menatap tabung bunga yang sudah terbengkalai selama 4 tahun, Melody tidak membukanya karena kelopak bunga itu sama sekali belum gugur satupun, walau sudah layu.

Tapi bukannya empat tahun terlalu lama untuk menunggu?

Terbesit di pikiran Melody untuk membuka tabung bunga dan membaca surat dari Haru, jantungnya berdebar-debar apa isi dari surat tersebut sehingga Haru ingin memintanya di buka setelah kelopak bunga mawar itu rontok semua.

"Aku menulis surat ini bukan semata-mata ingin merusak pertunangan kalian, tapi aku menulis surat ini tulus dari hati mengenang kisah kita dan hanya rasa terimakasih yang bisa aku ucapkan padamu Melody.

Dahulu aku hanya seorang Haru Baskara, teman satu kosan mu. Yang selalu kamu urus, mulai dari membereskan kamarnya, menggosok pakaian, bahkan sampai pada urusan makan ku pun kamu yang masakan.

Sekarang aku tak lebih dari sekedar lembaran sebelumnya, yang sempat tertulis nama mu walau sebentar. Sejujurnya aku ingin menjadi lembaran terakhir, dimana kita bisa membuat penutup dan kesimpulan di akhir cerita ini.

Melody maaf aku tidak bisa membuat mu bahagia, justru aku yang dibuat bahagia oleh mu. Sebenarnya aku tidak boleh mengatakan hal ini, tapi aku benar-benar menyesal telah mengakhiri hubungan kita berdua. Keputusan itu di tentukan dengan setengah pertimbangan, aku yang tidak mau hubungan mu dengan keluarga mu jadi merenggang, dan aku yang tidak mau mengekang mu terlalu jauh.

Cinta ku itu ibarat seperti buah delima yang jatuh ke tanah, meski sudah di bawa pergi buahnya, bekasnya masih membekas di tanah.

Aku hanya bisa berharap kebahagiaan menyelimuti kalian, kita berdua tinggal lah kenangan. Yang pastinya aku sangat berharap untuk kamu bisa sukses di pekerjaan mu, mari bertemu sebagai seorang teman lagi di tahun-tahun yang akan datang. Dan pada waktu itu tiba, aku sangat ingin melihat wajah mu berseri-seri sembari mengatakan bahwa kamu telah bahagia, tanpa aku.

Terima kasih Melody untuk segala kebaikan mu yang membuat hari-hari ku lebih berwarna."

Melody menutup suratnya, apa yang ia baca begitu menyentuh hati. Menyesal pula ia baru membacanya setelah sekian tahun terlewatkan, air mata berlinang bagai penyesalan yang tidak ada henti-hentinya.

Melody ingin menyampaikan pada Haru bukan kata bahwa 'aku telah bahagia tanpa mu' tapi kata 'aku tidak bisa bahagia tanpa mu'

"Ru, hubungan ku dengan Mas Adit sudah pupus. Kamu juga sudah pergi, kemana lagi aku mengadu? Romansa percintaan ku benar-benar hancur." Melody menangis mengugu, saat tahu bahwa akun Instangram Haru menghilang dari kolom chatnya.

Diwaktu yang sama, Haru sedang menikmati sebatang rokok sembari menatap langit dengan mata yang membendung air mata. Keputusannya ini ia lakukan karena tak mau merusak hubungan Melody dan Aditya, biar dia sendiri yang menanggung bagaimana susahnya melupakan sosok yang ia cintai.

___

Bandara Soekarno Hatta, 2025.

"Haru tuh bener-bener goblok ya! Ih sumpah deh gue gerem sama kalian ini, padahal udah ada celah buat baikan, tapi malah—sudahlah, gue emosi sendiri." Oceh Nina.

Melody tertawa, memang kisah cinta yang ia alami sangat dramatis dirinya sendiri juga terkadang jengkel ketika mengingatnya. Tapi sekarang Melody harus melupakan semuanya, dia akan fokus pada pekerjaan apalagi dirinya mendekat kelulusan kuliah yang tak lain harus menyiapkan proposal skripsi, tapi karena ajakan Nina untuk pergi ke Amerika menghadiri undangan Citra dia jadi menunda pekerjaan itu sebentar.

"Eh sebentar, gue mau foto dulu. Mau upload ke snap." Kekeh Melody.

"Payah ya, artis kita sekarang. Oh iya katanya lu mau runway di Newyork ya?" Tanya Nina.

"Iya, tapi belum ada jadwal kepastian sih Nin." Jawab Melody sesudah mengunggah fotonya di snap.

Mereka menaiki pesawat keberangkatan ke Amerika pukul tiga sore. Selama perjalanan Melody mendengarkan musik yang membuat dirinya merasa tenang sampai tertidur hingga tiba di tujuan.

"Nin, kita nginep dimana deh?" Tanya Melody.

"Hotel, kita sekamar ya. Soalnya Citra cuma booking satu kamar doang buat kita." Jawab Nina.

"Oke deh." Melody mengangguk.

Keesokan harinya tepat pelaksanaan pernikahan Citra, Melody merasa kagum dengan penampilan perempuan itu yang luar biasa cantiknya ditengah-tengah ekspresi bahagia pada hari pernikahannya. Moment inilah yang banyak di idamkan para perempuan, acara yang akan hanya dilakukan sekali seumur hidup.

"Cantik banget ya, dekorasinya." Kata Nina.

"Gue pikir mau muji Citra, bener-bener deh lo." Melody tertawa.

"Cantik sih, tapi cantikan gue~" canda Nina.

"Cantikan juga gue." Melody menyibak rambutnya.

Di acara pernikahan orang mereka malah berdebat tentang siapa yang paling cantik, saat berdebat Melody tak sengaja menyenggol seorang laki-laki yang sedang membawa dua gelas wine sampai kemejanya itu menjadi kotor karena ketumpahan.

"Eh sorry!" Melody panik, dirinya mendongak untuk melihat wajah laki-laki itu detik kemudian ia terdiam sejenak.

'Wait, kayak kenal tapi siapa ya?' Melody membatin.

"Radit! Eh apakabar deh lo? Masih ngejomblo atau udah ada pawang nih?" Seketika Nina heboh.

Melody baru ingat bahwa laki-laki yang tak sengaja ia senggol ini adalah teman Dika, teman satu band saat mereka masih remaja dulu. Sekarang tampaknya Radit sudah menjadi pengusaha, terlihat ketika dirinya bergabung bersama rombongan laki-laki lain teman dari suaminya Citra.

"Baik Nin. Haha, eh Melody apa kabarnya?" Tanya Radit.

"Gue baik kok, kaget. Tapi maaf ya Dit, karna gue kemeja Lo jadi kotor." Ucap Melody.

"Gapapa, bisa gue ganti kok. Syukurlah kalo baik, gue gabung kesana dulu ya." Radit pergi meninggalkan mereka.

"Gila banget ya, Radit jadi tambah ganteng. Sabi lah gue gebet, gak dapet Dika temennya pun jadi." Canda Nina.

"Ngadi-ngadi loh, tapi gue dukung aja sih." Melody menipiskan bibirnya.

"Mel, gue laper banget! Kesana yuk." Nina menarik tangan Melody, padahal acara belum sampai pada sesi tamu di persilahkan menikmati hidangan.

Tapi Nina mengajak Melody untuk makan berdua saja, rasanya malu tapi Melody juga lapar. Jadinya mereka mengendap-endap memasuki ruang belakang untuk makan bersama.

"Bikin malu aja Lo, tapi gapapa gue laper juga." Kekeh Melody.

"Yeuh dasar." Nina menoyor kepala Melody.

Selesai makan Melody merasa perutnya begah, karena tidak ada seorang ibu yang mengatur seberapa banyak makanan yang harus Melody telan. Biasanya Daniella selalu mengontrol pola makan Melody agar tidak berlebihan karena dia seorang model.

"Tapi gimana deh kabar Tante? Apa beliau marah karena kalian putus?" Nina bertanya soal hubungan Melody dan Aditya, apakah berpengaruh ke Daniella.

"Dia nggak marah, justru lebih kecewa dengan keluarga Adit." Jawab Melody.

"Baguslah, akhirnya nyokap lo tau juga busuknya si Adit itu." Pungkir Nina.

"Dia nggak jahat sih Nin, cuma ya akhirnya gini kalo dua orang yang nggak cocok disatukan." Sebut Melody.

Promise | Haruto × Wonyoung (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang