⎙ ³⁸ : Slander

353 86 0
                                    

"Katanya kalo jadi model sering disewa om-om ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Katanya kalo jadi model sering disewa om-om ya?"

Pertanyaan ini mampu menyinggung Melody, entah mengapa dan sejak kapan teman-teman sekelas berpikir seperti itu. Ia terperanjat dari kursi menatap semuanya tajam kemudian mencetuskan sesuatu.

"Tidak semuanya, dan tolong jaga ucapan kalian. Menjadi model nggak seburuk yang kalian pikirin."

Melody pergi begitu saja meninggalkan kelas, tidak ada satu orangpun yang memihak padanya disana. Melody pergi ke toilet perempuan, mendera dinding dalih lampiasan rasa kesal. Melody menarik nafasnya.

'Sabar, kurang lebih satu bulan lagi gue bakal lulus dari sekolah ini.' dirinya membatin.

Tak berselang lama saat Melody masih berada di dalam toilet ia mendengar rombongan murid perempuan sedang berbincang asik di depannya. Mereka membicarakan soal pekerjaan Melody bahkan salah satunya sempat mengaku.

"Kemarin gue liat Melody keluar dari hotel loh. Sama designer terkenal." Ungkap salah satu dari rombongan itu.

"Sebenarnya, aku juga pernah liat dia sama om-om. Tapi aku diancam, kasihan Haru berpacaran dengan perempuan seperti itu." Celetuk Nadya rupanya dialah dalang dari gosip yang beredar.

Rombongan itu keterlaluan menggosipkan Melody sampai menghina keluarganya yang tak becus menjaga anak. Melody manusia biasa, emosinya berada di ujung tanduk. Dengan sigap ia menendang pintu sampai terbuka, lalu meraup dua Surai rambut sekaligus dan membanting tubuh mereka dihadapan Nadya.

"Bacot! Kalian nggak bisa hidup tenang ya kalo nggak ngegosipin orang lain!?" Melody murka, tatapan matanya bergetar apalagi melihat ekspresi datar Nadya tanpa adanya rasa bersalah.

"Melody kamu menyakiti mereka." Nadya berpura-pura khawatir.

"Lo tuh kayak a****g ya! Nggak ada otaknya, Lo pikir hebat nyebarin gosip kaya gitu!?" Melody menunjuk-nunjuk Nadya di depan teman-temannya.

"Salah aku apa ya? Kan emang kamu yang ancem aku." Akting Nadya masih terus berlanjut.

"Dasar cewek gila! Gue ingetin Lo ya, sekali lagi lo nyari masalah sama gue. Habis Lo." Ancam Melody melangkah pelan keluar dari toilet.

Sementara itu teman-temannya bergidik ketakutan berlari kecil meninggalkan Nadya yang terbengong di dalam toilet. Detik kemudian tiba-tiba Nadya tertawa terbahak-bahak sembari menutup mulutnya karena tak tahan menahan gelak tawa, menurutnya emosi Melody sangatlah lucu sama sekali tidak membuatnya takut. Selesai ketawa bibirnya tersenyum tipis, ia pun melipat kedua tangan sembari bergumam.

"Habis? Kita liat aja siapa yang kalah." Gumam Nadya.

Nafasnya terengah-engah menyapu bersih lantai kelas kebetulan hari ini jadwal piket Melody sebelum pulang, seharusnya Haru sudah menunggu di bawah maka dari itu Melody terburu-buru menyelesaikan pekerjaannya. Usai membereskan kelas bersama beberapa teman, ia pun pergi ke parkiran sekolah dan menemukan Haru yang sudah menunggunya. Akhir-akhir ini Melody merasa lelah dan tidak enak badan, mungkin karena dirinya terlalu banyak memiliki kegiatan sehingga waktu istirahatnya kurang.

Melody ingin bermanja dengan memeluk Haru, tapi laki-laki itu justru menatapnya bersama raut wajah masam.

"Ru? Kenapa?" Melody pun melepaskan pelukannya, sadar bahwa laki-laki itu merasa tak nyaman.

"Mel. Bisa nggak kamu jangan gunain kekerasan walaupun Nadya salah?" Tanya Haru tiba-tiba.

Melody kaget, "Maksud kamu apa ru?" Ia tidak menduga-duga bahwa Haru akan memihak Nadya.

"Kamu mukulin dua temannya, mukulin Nadya. Tindakan kamu itu nggak beda jauh sama Citra." Sebut Haru.

"Aku nggak pukulin dia! Aku cuma ancam dia, kamu nggak taukan? Kalo Nadya nyebarin omong kosong ke anak-anak lain?" Melody meremat roknya erat, ia tidak bisa merasa tersudutkan seperti ini.

"Nadya bilang kamu salah paham."

"Salah paham apanya ru! Aku dengar pake telinga aku sendiri!" Jerit Melody.

"Cukup Mel! Kamu kalo capek tuh istirahat, bukannya malah lampiasin amarah sama orang lain." Ucap Haru.

"Istirahat kamu bilang? Lucu banget ya. Seharusnya kamu bilang ini ke Nadya, apa dia nggak capek gangguin hubungan kita terus?" Mata Melody mulai berkaca-kaca.

"Aku kecewa sama kamu." Kata Haru dengan nada yang lantang.

Melody juga merasakan hal yang sama, "Terus mau kamu apa?" Melody hampir menangis tetapi ia mati-matian menahan air mata itu agar tidak keluar dari tempat persinggahan.

"Aku pengen kamu milih, antara pekerjaan kamu atau aku." Ucap Haru.

Melody terpaku, itu pilihan yang amat sulit, "Ru—"

"Aku mau kamu ngerti Mel. Aku nggak nyaman kalo kamu kerja begitu, aku juga nggak mau kamu di gosipin anak-anak karena masalah itu." Lanjut Haru.

"Tapi pekerjaan itu impian aku." Air matanya perlahan mulai mengalir.

"Aku nggak minta kamu jawab sekarang, mungkin nanti kalau keputusan kamu sudah bulet. Lagi pula, ada pekerjaan lain yang lebih bagus bisa kamu gapai." Ungkap Haru lalu mulai menaiki motornya.

Ketika Haru mengajak Melody pulang, ia menolak. Melody lebih memilih menaiki angkutan umum sembari terus memikirkan pilihannya, sebelum benar-benar pulang ia berjalan di pinggir jalan. Duduk di bangku taman dan termenung di bawah langit yang mendung.

Menurut Melody, Haru terlalu egois mengenai pilihan itu. Selama Haru bekerja, Melody tak pernah memberikan tanggapan buruk. Bukannya menyemangati, Haru justru menyuruhnya berhenti. Hubungan mereka sudah mulai memasuki fase toxic dan Melody khawatir akan hal itu.

"Dek! Dek!" Aditya memanggilnya berkali-kali.

Melody menoleh, menyambut Aditya dengan tatapan sendu. Setelah di sadari bahwa ia sekarang berjalan tanpa arah dan singgah di salah satu taman samping kampus Aditya, untungnya mereka bertemu hingga Aditya bisa menghibur lara Melody.

"Bang Adit udah pulang?" Melody tersenyum menyambutnya meski matanya sembab.

Aditya duduk disamping Melody, "Lo kok bisa disini dek? Ngapain sendirian? Ini lagi matanya kenapa?" Aditya menangkup wajah Melody mengusap pelupuk matanya.

"Nggak apa-apa kok, cuma pengen jalan-jalan." Jawab Melody.

"Ketempat ini?" Aditya tak yakin, karena posisi sekolah Melody dan kampusnya itu jauh.

Air mata Melody mulai membendung kembali dan pada akhirnya Melody menceritakan segalanya pada Aditya, disanalah dia mendapatkan semangat yang tak ia dapatkan dari Haru. Aditya berkata,

"Abang nggak bisa kasih solusi banyak karena lo yang bisa nentuinnya sendiri dek. Segala pekerjaan itu nggak ada yang mudah. Ini merupakan tantangannya, dan lo harus bisa lewatinya dek.

Lagi, kalo emang sayang. harus bijak memilah pilihannya, jika ngerasa emang hubungan ini lebih penting dari impian itu, ya silahkan pilih salah satunya." Jelas Aditya.

Masukan tidak berasal dari Aditya saja adapula dari Nina yang bersendapat sebab Melody memang dari dulu menginginkan pekerjaan ini, menjadi model adalah impiannya sejak kecil. Tapi Haru adalah laki-laki yang ia cintai Melody merasa bimbang namun mendapatkan keyakinan dari Nina.

"Yaudah nanti gue coba omongin sama Haru, barang kali dia bisa berubah pikiran. Maklumi aja Mel, gue tau kalian sama-sama capek." Gumam Nina sambil mengelus punggung Melody.

Promise | Haruto × Wonyoung (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang