"Ya paling nggak memang mudah karena kalian saling cinta kan?" Citra mengangkat ujung alisnya, begitu ironis dia mengobrol dengan Melody bernotaben pesaingnya dulu, pacar dari laki-laki yang ia sukai.
Sama halnya Melody tersenyum tipis mendengar ucapan Citra kemudian bergumam, "Nggak ada yang mudah di sebuah hubungan. Walau kami pun pacaran, Lo bisa liat sendirikan kalau Haru itu tetap jadi rebutan orang."
Citra menoleh kembali, "Jujur gue sebenernya nggak senang sama Lo. Tapi karna lo udah jadi pacar Haru, gue nggak akan ganggu hubungan kalian lagi." Sebut Citra.
"Yang gue maksud bukan Lo." Melody memejamkan matanya, menikmati aroma mask rambut yang pelayan tuangkan di puncak kepalanya.
Citra merasakan pijatan yang membuatnya rileks, "Maksud Lo Nadya? Cewek itu memang gila." Ucap Citra.
"Kenapa bisa lo bilang dia gila?" Melody penasaran.
Perlahan hubungan mereka membaik karena berada di pihak yang sama, sedang tidak menyukai seseorang yaitu Nadya. Citra mulai menceritakan kejadian yang menjadi permulaan pertengkaran antara dirinya dan Haru hanya karena Nadya, jadi sewaktu itu Citra seperti biasa Citra selalu memperingati semua perempuan yang mendekati diri dengan Haru.
Citra tidak ingin menyakiti, dia hanya mengancam dengan sebuah kalimat. Tetapi mata sinis dan gelak tawa dari Nadya membuat Citra emosi dan secara tidak sadar menjambak rambut Nadya.
Kala itu mereka berada di belakang pintu toilet perempuan, Nadya mencari akal agar perbuatan Citra dapat terekam cctv oleh karena itu dia dengan sengaja mundur keluar dari pintu dengan akting seolah-olah dia di dorong keras.
"Lo gila ya!?" Citra kaget, pasalnya dia hanya memegang puncak rambut Nadya sedikit itu pun tidak terlalu kuat.
Tubuh Nadya membelakangi cctv, ia sengaja mengucapkan sesuatu dengan suara kecil yang mengundang emosi Citra.
"Lo yang sinting, j*lang." Ucapnya lirih dengan senyum menyeringai.
Sebatas sana, Nadya terekam tengah di pukuli Citra bersama kedua temannya. Kemudian Haru mengetahui hal itu dan mengancam akan melaporkan Citra jika kejadian itu terulang kembali, sebagai kompensasi Citra menawarkan banyak hal untuk Haru tetapi di tolak mentah-mentah olehnya.
"Haru cuma minta agar gue ngejauhin dia sama Nadya, gue sebenarnya kesel. Tapi lebih kesel lagi kalo Haru pacaran sama cewek gila itu, setidaknya nggak ada satupun dari kami yang berhasil milikin Haru." Pungkir Citra kemudian dirinya pergi bermodalkan handuk yang menempel di kepala serta piyama yang berkelanjutan menuntun langkahnya ke kamar sebelah massage.
___
Selesai melakukan semua sesi salon Melody tetap mencoba menghubungi Haru, panggilan bahkan pesan tidak ada jawaban. Jika di pikir-pikir lagi mereka jarang mengobrol di pesan itu karena mereka sering bertemu, dan detik ini tidak mendapatkan kabar serta melihat wajahnya. Melody merasa kesepian, meski hiruk-pikuk keadaan menyertai perjalanannya.
Ding! Dong!
Bel rumah sudah di bunyikan tapi Haru tidak keluar menampakkan dirinya, Melody tetap menghubungi Haru tapi tiba-tiba Mutiara keluar sepertinya ia akan pergi meninggalkan rumah.
"Kak, Harunya ada di dalam?" Tanya Melody.
"Ada dek, di dapur. Masuk aja ya, kakak mau pergi dulu." Jawab Mutiara sambil mengelus pundak Melody sebagai bentuk penyemangat kemudian dirinya masuk ke dalam mobil fajero hitam milik seseorang.
Melody berjalan perlahan, menyapu pandangan sekitar dan berakhir pada laki-laki yang sedang makan sembari termenung. Melody menarik erat tali tas yang terselempang di dadanya, langkahnya memecahkan lamunan Haru dan laki-laki itu pun hendak pergi meninggalkan Melody kalau tidak di tahan.
"Ru, dengerin dulu penjelasan aku." Ucap Melody memohon, sembari menahan lengannya kuat agar Haru tidak pergi.
"Apalagi sih Mel? Gue capek. Mau istirahat." Kata Haru.
"Capek dengan hubungan kita yang nggak lebih dari dua hari ini?" Tanya Melody dengan mata berkaca-kaca, seketika membuat Haru terdiam.
Melody tidak menyangka bahwa hubungan serius mereka selalu menimbulkan masalah serta kesalahpahaman di antara keduanya. Haru yang sudah tidak tahan dengan rasa cemburunya pun tiba-tiba mendorong Melody sampai mereka terpojok di dekat tungku meja masak.
Jari telunjuknya mengangkat dagu Melody, angin apa yang merubah jalan pikiran dan akal sehat Haru sehingga ia berani berbuat yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Mata Melody mendelik, bibirnya kaku ketika saling bersentuhan.
Canggung, itulah yang mereka rasakan. Sama-sama tak paham dan tak fasih melakukan, yang pada ujungnya hanya membuat suhu tubuh bertambah hangat sampai pipi serta seluruh wajah memerah bak udang rebus.
"Aku cemburu. Aku nggak suka kalo kamu berduaan aja sama dia, apalagi harus berpegangan tangan gitu." Ucap Haru lantang menatap kedua bola mata Melody lekat.
Melody menyunggingkan senyuman, jemarinya yang lentik kembali meraih wajah Haru. Bibirnya yang mungil menggoda itu mengecup hidung mancung Haru, anggap saja karena mereka tidak fasih melakukan kissing jadi di gantikan dengan skinship yang seperti itu.
"Aku sama bang Adit nggak ada hubungan apa-apa, semalam aku ngebatalin pertunangan." Pungkas Melody membuat Haru menghela nafasnya kecil.
Setelah Melody sadari di sampingnya terdapat coklat dengan ukuran besar yang tergeletak di atas tungku keramik, Melody bertanya kepada siapa Haru akan memberikannya kemudian Haru sempat terdiam sejenak dan menjawabnya.
"Yang pasti bukan perempuan lain." Katanya lalu berbalik meninggalkan Melody membereskan piring makan yang tergeletak berantakan di atas meja.
Melody tersenyum bahagia sebab dengan aksi ini dapat memperbaiki hubungan mereka, dirinya membelakangi Haru menyentuh bibir mereka yang bersentuhan tadi. Rasanya ada asap yang keluar dari kedua telinga Melody, jantungnya berdebar-debar hanya karena membayangkan bagaimana jika kejadian itu terus berlanjut karena mereka tidak menyadarinya. Melody memukul jidatnya pelan, ia membawa coklat itu keruang tamu tempat Haru duduk sambil menonton televisi.
"Boleh aku buka?" Tanya Melody kemudian duduk di samping Haru.
"Terserah." Jawab Haru sepertinya dia asik menonton.
Melody membuka coklat itu, sebelum memakannya Melody lebih dahulu mencium pipi Haru dan mengucapkan, "Makasih ya, my boo." Katanya lalu memakan cokelat pemberian Haru.
Menonton itu hanyalah akting yang ia lakukan agar tidak terpikirkan kejadian memalukan tadi, tapi karena Melody mencium pipinya Haru jadi tidak bisa menyembunyikan pipinya yang kembali memerah. Dia membungkuk kesamping, menutup setengah wajah dan mengumpat atas hatinya yang sekarang menggebu-gebu ingin memeluk Melody.
"Liat sepatunya cantik banget!" Ucap Melody antusias menunjuk jarinya ke arah televisi yang menampilkan iklan sebuah produk.
"Setinggi itu haknya?" Haru bergidik takut, karena hak sepatu itu terlalu tinggi namun Melody menyikapinya biasa saja karena dia seorang model.
"Itu masih rendah tau, kamu nggak liat waktu aku runway dulu?" Tanya Melody.
"Gimana mau fokus kalo selalu ada orang yang teriak buat—" ucapan Haru terhenti ketika Melody mencubit kedua pipinya.
"Lucu banget sih kalo cemburu!" Kekeh Melody.
"Mel, coklatnya nempel." Haru merasakan noda coklat itu menempel di wajahnya ketika tangan Melody yang kotor di penuhi coklat dengan sengaja mencubit pipinya.
"Eh maaf! Sebentar aku ambilin tisu." Melody bangkit lalu mencari tisu, Haru tertawa sebab perempuan itu bertindak seolah-olah dia sudah mengetahui letak segala isi di dalam rumah ini, padahal ini baru kunjungan yang kedua kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise | Haruto × Wonyoung (END)
FanficIni kisah romansa remaja yang masih labil dan berusaha untuk lebih dewasa, berawal dari kuah tahu saus tiram Haru jadi lebih dekat dengan Melody. Kemudian hubungan itulah yang membuat beberapa memori jadi terkenang sampai akhir. (Meskipun sudah sele...