Mobil melaju dengan cepat sengaja atapnya di buka agar mereka bisa menikmati segarnya angin tanpa adanya udara yang tercemar, kali ini mereka menuju daerah kepulauan seribu karena tempat pantai ancol sudah terlalu mainstream terdengar di telinga apalagi mereka ingin mencari pemandangan baru untuk merefleksikan pikiran.
Trip di lakukan dengan senang hati, mereka membuat catatan perjalanan yakni lokasi-lokasi mana saja yang hendak di kunjungi. Yang pasti tentu mereka akan menghampiri banyaknya pantai, pantai pulau perak, pulau pramuka, dan pantai pasir perawan. Yang membutuhkannya waktu kurang lebih selama seminggu untuk menempuh segala tempat itu.
Melody menatap Haru yang sedang memainkan ponselnya saat mobil tengah berjalan, karena sudah merasa akrab Melody menyambar ponsel itu demi kebaikan Haru.
"Jangan main handphone, entar lo mabuk, pusing, muntah." Saran Melody.
"Sebentar, gue lagi chatting sama temen lama." Haru mengambil alih ponselnya ia tidak perduli dengan saran Melody, hari ini meski mereka tidak ada masalah satu sama lain, Melody merasa Haru seperti terus menghindar darinya.
Berjam-jam mereka mengikis jarak hingga sampai ke tempat penginapan, Nina yang semula tidur mengorok di kursi depan terbangun ketika Dika mengacak-acak rambutnya kasar, terjadilah perdebatan di antara mereka berdua semenanjung Melody langsung keluar menghampiri meja resepsionis untuk memesan dua kamar, sementara Haru pergi ke toilet.
"Maaf mbak, kamar disini sudah penuh." Ucap resepsionis itu sopan sembari mengatup kedua tangannya menjadi satu.
Melody memberitahu kabar ini kepada Dika, mereka pun menjadi akomodasi penginapan selain hotel itu. Kemudian Dika menyarangkan agar mereka menyewa villa di dekat pantai pulau perak yang pasti harganya sedikit mahal kurang lebih seperti menyewa rumah selama beberapa bulan. Melody dan Nina tidak mempermasalahkan itu apalagi Haru tampak setuju-setuju saja toh liburan ini tidak di lakukan setiap hari, jadi sekali-kali tak apa mengeluarkan uang banyak untuk liburan.
"Gila keren banget." Puji Nina melihat bangunan villa yang mereka sewa.
Melody turut memuji isi villa yang mereka sewa, perabot yang lengkap dan kolam pemandian yang cantik di lengkapi bunga-bunga mawar di atas permukaan air sudah seperti penyambutan pasangan yang baru menikah. Dika dengan absurdnya melompat ke kolam itu menghancurkan kelopak bunga mawar merah yang tertata rapi di atasnya, Nina dan Melody menjerit kesal sebab mereka baju saja ingin memotretnya.
"Dik! Padahal gue mau foto kolam ini!" Gerutu Melody.
"Dika Lo ganggu sumpah! Awas!" Pekik Nina menarik lengannya menjauh dari kolam pemandian itu.
"Yaudah fotoin gue aja sini." Canda Dika.
Tiba-tiba Melody menyadari bahwa Haru tidak ada di samping mereka, sedangkan Dika dan Nina asik berdebat disana Melody pun mencari keberadaan Haru. Terdengar suara air yang mengalir di dalam toilet, ketika pintunya terbuka memperlihatkan Haru yang telah membasuh wajahnya kemudian berjalan terhuyung-huyung melewati tubuh Melody.
"Ru! Lo kenapa?" Melody khawatir menahan lengan Haru.
"Gapapa, cuma agak pusing aja." Jawab Haru sembari memukul pelan kepalanya.
Melody mendengus itu pasti karena selama perjalanan Haru memainkan handphonenya, oleh karena itu Melody menarik tubuh laki-laki itu kemudian menyuruhnya beristirahat di atas soffa dan Melody pun mencari minyak kayu putih di dalam tas pakaiannya lalu kembali menghampiri Haru.
"Makanya gue bilang apa. Jangan main hape kalo mobil lagi jalan." Oceh Melody sambil mengolesi minyak kayu putih di area jidat dan samping pelipis Haru.
Haru hanya diam saja, dia merasa mual dan tidak membantah omongan Melody. Tubuhnya terlihat pucat dan keringat dingin bercucuran, Melody mengambil selimut lalu menutup tubuh Haru.
"Istirahat aja dulu, nanti gue bangunin waktu makan—" belum usai mengucapkan kalimatnya Melody langsung menyadari bahwa mereka semua belum makan siang padahal waktu sudah memasuki jam sore, mungkin inilah yang menjadi penyebab pertama Haru mabuk perjalanan.
Melody berlari terburu-buru menghampiri Dika dan Nina yang sedang bermain air di kolam pemandian, terdengar gemuruh suara perut dari Dika.
"Barusan mau gue omongin. Kita belum makan siang cuy." Melody menggelengkan kepalanya pelan, terheran dengan mereka semua yang melupakan jam makan hanya karena perjalanan ini.
"Biar gue yang pesen makanan, kalian tunggu aja." Nina bangkit, mengambil handuk lalu berjalan menuju meja tempat telpon villa terletak disana.
Sementara waktu Nina memesan makanan, Melody terus bersama Haru. Membopong kepala di atas pahanya, jemari Melody membelai lembut puncak kepala Haru—menatap bagaimana sedihnya ekspresi Haru yang sedang menahan rasa sakit akibat asam lambungnya naik.
"Melo, perut gue sakit..." Gumam Haru, sejatinya siapapun akan terlihat lemah saat dia sedang sakit, Haru yang di mata Melody begitu kuat pun runtuh tiba-tiba dengan kejadian ini.
Mata Melody berkaca-kaca dia bingung harus berbuat apa, dirinya bukan seorang dokter yang bisa menentukan solusi pengobatan, Melody hanya bisa menyemangati Haru untuk terus bertahan sampai makanannya tiba.
"Sabar ya ru, sebentar lagi makanannya datang." Melody menitihkan air matanya, jemari Haru menggeliat mencari pelampiasan untuk meredakan rasa sakit yang berujung menggenggam erat tangan Melody.
Makanan datang, Dika membantu Haru berdiri kemudian mereka makan bersama-sama. Mata Melody tak pernah menjauhi pandangannya dari Haru, melihat laki-laki berwajah pucat itu perlahan menyantap makanan di atas meja. Seusai makan Haru belum merasa enakan, justru dia berlari ke toilet lagi memuntahkan setengah makanan yang ia telan, Dika dan Nina kewalahan dengan kejadian ini kemudian Dika pun berniat mencari pertolongan pertama.
"Disini gak ada dokter gue kudu gimana?" Dika pun ikut panik.
"Coba deh lo cari toko apa gitu yang jual obat maag, liat tanggal kadaluarsanya." Sebut Nina.
Dika pergi bersama mobilnya mencari obat Haru, sedangkan Melody terus memantau laki-laki itu. Mengurut pundak Haru pelan sembari menawarkannya air putih.
"Udah Mel. Gue mau ke kamar aja." Haru berjalan terhuyung-huyung di tuntun dengan Melody.
Di dalam kamar Haru secara tidak sengaja terus menggenggam telapak tangan Melody, dia merasa sedikit tenang dengan hal itu. Melody yang tak kuasa menahan tangisnya selalu terdengar isakan sehingga membuat kelopak mata Haru terbuka perlahan.
"Lo kenapa nangis?" Tanya Haru.
Melody semakin mengugu, "Gue sedih gak bisa berbuat apa-apa, sementara Lo sakit yang gue lakuin cuma bisa berdiri disamping Lo. Maafin gue ru." Melody menunduk di samping Haru yang tengah bersandar pada kepala kasur.
"Cengeng. Udah jangan nangis, gue baik-baik aja kok." Haru tersenyum meski bibirnya terlihat pucat, tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap air mata Melody.
"Disaat tangan gue terluka lo turut bantuin, tapi saat lo sakit gue nggak bisa berbuat apa-apa." Gumam Melody.
"Kehadiran lo cukup buat ngobatin gue Melo. Stop nangis, air mata lo begitu berharga buat di sia-siakan." Ucap Haru ia terus menyeka air mata Melody yang keluar.
Di sisi lain ternyata Dika sudah mendapatkan obat untuk Haru, dia tertahan setelah melihat pemandangan barusan dari depan pintu kamar. Dika tidak ingin mengganggu kebersamaan mereka, sementara Nina terus memaksanya masuk dan memberikan obat itu.
"Ya kali gue gangguin mereka, lagi mesra-mesranya tuh." Ucap Dika.
"Ya masa lo mau biarin Haru gitu aja? Yang ada anak orang bisa mati bodoh!" Nina menjitak kepala Dika, mengambil alih obat itu lalu menyerahkannya kepada Melody.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise | Haruto × Wonyoung (END)
FanfictionIni kisah romansa remaja yang masih labil dan berusaha untuk lebih dewasa, berawal dari kuah tahu saus tiram Haru jadi lebih dekat dengan Melody. Kemudian hubungan itulah yang membuat beberapa memori jadi terkenang sampai akhir. (Meskipun sudah sele...