BAB 13: Awal yang Seru

114 8 0
                                    

"Kenapa kita tak coba bersama? Lupakan semua dan memulai pernikahan ini. Kadang, terlalu terpaku pada dia hanya membuatku sesak. Ingin meraihmu, tapi kita mempunyai benteng kokoh nan tinggi. Maka dari itu, mari kita mulai. Tenggelamkan diri dalam cinta."

-Merindu Kalam Surga

Pagi pagi sekali aku direpotkan oleh semua ini. Harus membuat sarapan, tapi tidak ada bahan. Setelah kepergok Mas Fazwan kemarin. Sampai saat ini ia sama sekali tidak membuka pembicaraan. Sakit sih, aku sudah terlanjur mencintainya. Rumah ini luas. Kemungkinan jika aku memiliki banyak anak rumah yang sepi ini, akan ramai dipenuhi tawa.

Aih!

Jangan mimpi.

Aku sibuk mencari setidaknya bawang bawangan. Menggeledah satu persatu laci disini. Dan, yes! Akhirnya aku menemukannya. Namun sayang, hanya tersisa lima siung bawang merah dan tiga siung bawang putih. Kalau seperti ini, kurasa aku akan masak nasi goreng saja lah.

Ahay! Chef Haura beraksi. Aku menyiapkan segala bahan yang penuh kekurangan ini. Cabai, bawang merah, bawang putih, kecap, garam, dan tak lupa nasi putih. Kuharap ini akan selesai sebelum jam 9. Karena aku harus berlayar mencari ilmu dikampus. Hehehe.

Sudah siap, aku memasukkan nasi ke wajan. Menumisnya sebentar sembari menunggu ambyar. Ah! Bau nya menghipnotisku.

"Sudah matang?"

Mas Fazwan mendekatkan tubuhnya padaku. Melirik nasi goreng yang baru saja aku masukkan. "Belum."

"Em, ya sudah. Mas tunggu saja," jawabnya menatapku dengan senyum.

Ha!

Dia tidak kerasukan setan baik kan?

"I-iya mas."

Tidak biasanya Mas Fazwan menyebut dirinya 'Mas'. Apa aku sedang bermimpi ya? Tapi kalau mimpi, kenapa rasanya nyata sekali.

Plak

"Haura!!"

"Aduh, tidak mimpi ternyata," bodoh kau Haura. Aku mengusap pipiku yang kemerahan. Ini sakit woi!

"Kamu nggapapa?" Mas Fazwan menghampiriku penuh kekhawatiran. Ia mengulurkan tangan ikut membelai pipi. Sedetik, aku terdiam. Menikmati setiap sentuhan darinya. Jantungku bergemuruh hebat. Dan semoga saja ia tidak mendengarnya.

"Mas nggapapa?"

"Hmm?"

Aish! Hmm nya itu loh. Buat aku kaku melanjutkan bicara. Suara seraknya menjadikan merinding hingga bulu kudukku meremang. "Mas kerasukan ya?"

Mas Fazwan menurunkan tangannya lantas bergeser mundur. Ia mengeryitkan dahi heran. Bersidekap dada menatap lekat diriku. "Kerasukan? Mas tidak merasa begitu. Alhamdulillah, setan malah kabur liat mas."

"Hah! Alhamdulillah kalau begitu," aku terkekeh geli mengingat pertanyaanku yang absurd.

"Haura! Itu dibalik. Nanti gosong."

Ia menunjuk nasi goreng yang sudah mengeluarkan kepulan asap. Nah kan, aku kelabakan mencari sutil. Saking tergesanya aku menjatuhkan panci sehingga terdengar gebrakan nyaring. Mas Fazwan hanya menggeleng kepala gemas.

"Hati hati, sayang..."

Astagfirullah, aku terlonjak kaget ketika panci iru hampir mengenai kaki. Lebih kaget lagi saat Mas Fazwan memanggilku--

Sayang?

Pengen terbang rasanya. Aku memandang Mas Fazwan yang tampak seolah tidak ada masalah. Ada apa dia hari ini?

Merindu Kalam Surga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang