"HAURAA!!!"
Teriakan itu...
Masih bisa kudengar jelas, juga klakson truk yang semakin mendekat. Tubuhku kaku tak kuasa beranjak barang satu langkahpun. Mungkin jika aku membuka mata hanya ada tatapan gelisah dari orang orang sekitar. Kali ini saja, biarkan kepergianku disambut hangat. Tanpa memerdulikan kepada siapa lagi aku berjuang, untuk hidup lebih layak dengan Mas Fazwan.
"Minggir mbakk!!"
"AWASS!!"
Tidak bisa, aku tidak bisa bergerak! Allah... tolong aku!!
TINNN TINNN!!!!
BRUKKKK
"AAAAAA!!!!!" tubuhku terpental jauh kesamping merasakan seseorang mendorongku dari belakang.
Mencoba buka mata perlahan, punggungku malah tertancap besi pembatas jalan. Entah berapa kali aku terguling hingga ujung. Namun sebentar lagi, jika saja aku tidak menahan diri mungkin sudah masuk dalam jurang sana. Pikiranku berputar, mengingat siapa yang telah mendorongku. Menoleh kepusat kecelakaan hingga menemukan korban tergeletak bercucuran darah. "NUGRAHAAAAA!!!!"
"Ya Allah, Nugraha!! Ka-kamu--AAA!!" terpekik kuat sebab punggung yang masih tertancap tadi. Dengan sengaja aku melengking melepas paksa. Nugraha naas bersimpah cairan merah hingga jari jari kakinya.
Aku berusaha merangkak meraihnya bermodal pasrah dan juga gamis putih yang sudah berubah warna. Sesampainya aku luruh dalam pelukan Nugraha. Sesegukan melihat kondisinya tragis. "Nugraha, ayo bangun! Buka matamu... hiks."
Tangan Nugraha bergetar mencari cari keberadaanku. Tanpa banyak bicara aku segera mengambil tangannya lantas tersenyum lega. Ia mengangguk menatapku. "Kamu tidak apa apa, Haura?"
"Aku tidak apa apa, Nugraha! Kenapa kamu malah dorong aku tadi?" menggeleng kuat padanya, aku menyeka lumuran darah didahi Nugraha.
Tapi ia berhasil menghentikan tindakanku karena perkataannya. "Sudah jelas kan, Haura. Aku tidak mau kamu yang menghilang. Lebih ba--UHUKK UHUKK."
"NUGRAHAA!!!"
"Hmm, jangan khawatir. Haura... aku mencintaimu! Terlepas dari Pak Fazwan yang sudah jadi suamimu," Nugraha terkekeh melihat kekhawatiranku. Menggenggam erat kedua tanganku yang penuh darah.
"Aku sungguh mencintaimu, Haura! Jika aku tidak bisa memilikimu didunia ini. Izinkan aku untuk merayu Allah disana agar kita kembali bersatu. Tidak didunia, melainkan di Surga Allah," lanjutnya menghirup nafas dalam sehingga tubuh Nugraha terlonjak keatas.
Tangisku pecah memandang Nugraha kehabisan nafas. Dari mulutnya, ia muntah darah. "Tolong jangan pergi, Nugraha!!!"
"Aku tidak pergi darimu, Haura. Hatiku tetap disini! Menemanimu hingga kamu lelah ditemani olehku," jari telunjuknya mengarah pada hatiku. Secepat kilat, aku mendekat kearah telinga Nugraha.
Mengusap rambut hitam nya pelan. "Asyhadu an laa ilaaha illallaah..."
"Asyhadu an laa ilaaha illallaah," dari samping telinga kanannya aku masih bisa melihat dan mendengar bahwa Nugraha mengikuti ucapanku.
"Wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah."
Matanya akan terpejam, tangisku lagi lagi pecah. "Wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah ..."
"Aku juga mencintaimu, Nugraha! Semoga kamu berhasil merayu Allah disana..."
Genggaman terlepas disusul lonjakan nafas dalam. Pada akhirnya, Kamis Pahing 11 Maret 2022. Allah memanggil Nugraha untuk pulang.
Meninggalkanku sendirian disini. Juga diriku yang ikut tak sadarkan diri setelahnya.
---
"Siapkan tandu!! Ada korban kecelakaan disini. Satu perempuan dan satu laki laki."
KAMU SEDANG MEMBACA
Merindu Kalam Surga (END)
General FictionSarjana-sukses-bahagia Impian Haura sederhana, hanya ingin akhir bahagia dan dapat membungkam ocehan orang orang yang merendahkannya. Wanita itu punya sejuta cara untuk mewujudkan mimpi. Karena keterbatasan ekonomi, Haura kabur dari rumah tengah mal...