Dan akhirnya semua terkuak, nampan bakso yang kubawa hancur seketika. Tangan bergetar hebat. Pengakuan dari istri pertamanya itu membuat kalut. Entah bagaimana lagi jalan yang harus ditempuh. Terlihat jelas raut mereka terkejut bukan main. Coba kalian berada diposisiku, diajak menikah seenaknya lantas menerima kenyataan bahwa suamimu sudah mempunyai istri. Hamil pula.
Apa menggugat cerai Mas Fazwan saja ya? Jahat rasanya menjadi orang ketiga diantara mereka. Terlebih aku hanya menjadi benalu bagi Mas Fazwan juga istrinya.
“Haura!”
Sekelebat menatap lekat Mas Fazwan yang dengan lembut memanggil namaku. Ia berjalan menuju tempatku berdiri. Namun baru selangkah memutuskan pergi. Meninggalkan mereka agar memilih mana yang terbaik. Bagaimana menengahi permasalahan ini semua.
Tolong! Jangan menangis Haura. Air matamu terlalu mahal untuk menyesali mereka. Bahkan disaat saat aku pergi, masih sempat memberikan senyuman getir.
“HAURAAA,” biar saja Mas Fazwan berteriak. Kalaupun tetangga mendengarnya, aku siap dicaci maki sebagai penghancur.
“HAURA INI CUMA SALAH PAHAM.”
Mbak Anindira juga ikut angkat bicara. Sungguh aku tidak memerlukan belas kasih mereka. Salah paham seperti apa yang membuat sampai kecewa? Allah! Engkau pasti merencanakan sesuatu yang indah nantinya. Tinggal menunggu waktu itu sampai padaku.
Pijakan diatas bumi kali ini disertai tetesan air yang berasal dari mataku. Tidak bisaku biarkan berlarut larut, harus punya prinsip. Maju atau mundur. Keikhlasan itu perlahan memaksa menggenggamnya.
“Loh, Haura. Kamu ngga jadi pulang?” aku menoleh, Nugraha tengah santai membawa telur gulung kesukaanku. Satu tangannya ia gunakan untuk memakannya.
Berusaha memberikan senyum tulus. Mengusap butir butir air mataku yang jatuh. “Udah kok…”
Setelahnya, tanpa banyak bicara. Aku menyerbu kepelukan Nugraha. Sebab masih teringat jelas bahwasannya lelaki itu siap menampung kepedihanku. Benar! Manusia satu satunya yang bisa mengerti saat seperti ini. Hanyalah Nugraha. Bahkan suamiku sendiri tidak bisa memberikan sandaran sesungguhnya.“Haura, kamu kenapa?” Nugraha mengusap lembut punggungku yang bergetar. Berlanjut memegangi tanganku. Ia ingin melepas pelukan ini. Namun sia sia, kekuatanku nyatanya lebih besar darinya. Aku terisak tepat ditelinga kanan Nugraha.
“Aku mohon! Biarkan seperti ini dulu Nugraha.”
Kurasakan pergerakan anggukan Nugraha.
Semakin mendalami tangisan, acuh pada semua orang yang menatap penuh tanya. Cuaca cukup terik. Dibawah pohon mangga, melepaskan seluruh beban hidupku kepada Nugraha. “Aku tau betul. Kalau sabar itu tidak ada batasnya, Nugraha. Tapi bolehkah… untuk kali saja aku membatasi sabarku?”“Katanya, dia adalah orang yang siap menuntunku menuju surga Allah. Jika semuanya sudah berantakan. Bagaimana aku bisa mencapai surga itu dengan seorang diri?” lanjutku berbisik lantas melanjutkan tangisan pilu.
Disini, Nugraha yang mendengar jeritan hati Haura seketika ikut meneteskan air mata. Perempuan itu benar benar membuatnya gelisah. Sebenarnya ada apa dengan Haura?
Darisana pula, Fazwan mengatur deru nafasnya. Memandangi istrinya yang tengah berpelukan dengan laki laki lain. Tapi ia tak bisa berbuat apapun. Bahkan rasanya maju selangkah, Fazwan sudah tidak bertenaga. Pantaskah ia membiarkan Haura berada didekapan orang itu? Fazwan telah gagal menjadi imam terbaik untuk Haura.
---
“Sekarang kamu mau kemana? Udah sore loh,” Nugraha menatapku dan menyodorkan telur gulung yang tadi ia bawa.
“Engga tau.”
Kami mengelilingi kota dengan berjalan kaki. Tanpa tujuan. Aku muak untuk sekadar pulang ke rumah. Membayangkan bagaimana perempuan itu berteriak. Terlebih mengatakan satu fakta menyakitkan, kalau dirinya tengah mengandung. Hati siapa yang tidak kecewa? Walaupun tahu dia juga istrinya. “Aku ajak kesuatu tempat mau?” tanya Nugraha girang.
![](https://img.wattpad.com/cover/283545305-288-k367042.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Merindu Kalam Surga (END)
Fiksi UmumSarjana-sukses-bahagia Impian Haura sederhana, hanya ingin akhir bahagia dan dapat membungkam ocehan orang orang yang merendahkannya. Wanita itu punya sejuta cara untuk mewujudkan mimpi. Karena keterbatasan ekonomi, Haura kabur dari rumah tengah mal...