“Bagaimana kondisimu?”
Fazwan membuka goden ruangan Anindira dengan hati hati. Menatap lekat tubuhnya yang kini berantakan tak karuan. Rambut berceceran dilantai, lantas obat obatan ikut berserakan. Lelaki itu menghembuskan nafas lelah. Untuk saat ini memilih membiarkannya. Dinasehatipun rasanya tidak berguna, istrinya itu terlampau egois selama Haura masih disini.
Katanya, Fazwan terlalu overprotektif padanya. Namun, bagaimana tidak. Nyaris saja Haura meninggal sebab dirinya yang justru lebih perhatian ke Anindira. Benar! Ia tak bisa adil selama ini. “Abang masih peduli sama aku?”
“Anindira… apa maksudmu? Abang peduli sama kalian,” Fazwan menaikkan intonasi suaranya. Perkataan Anin bukannya menyemangati malah memojokkannya untuk mengetahui siapa yang berada dalam hatinya.
“Kenapa? Abang marah aku bilang seperti itu? Abang sudah cinta sama Haura?” lagi lagi Anin mendongak bertatapan dengan raut frustasi milik Fazwan. Ia menaikkan alis sebelah menuntut.
“CUKUP ANIN!”
Jika diteruskan mungkin entah apa jadinya pasangan ini. Bertemu hanya akan menambah permasalahan. Maka dari itu, Fazwan malas berada dikamar Anin. Blankar yang ditempati Anin melonjak naik. Lantas ia mengambil sebuah surat didalam tas besar berwarna merah muda.
“Abang lupa sama isi surat ini. Bahkan disini sudah ada tanda tangan abang sendiri loh,” Anin melempar asal kea rah Fazwan. Dan lelaki itu hanya menatapnya datar.
“Dari dulu aku menyesal memberikan restu ke kalian,” wajah Anin yang semakin pucat tidak menjadikan perempuan itu menyerah. Ia berdiri menghadap Fazwan lekat. Tangannya ia gunakan untuk membelai pipi Fazwan.
“Apa maumu sekarang? Kamu ingin abang pisah sama Haura? Iya?” belaian Anin ia tepis. Bergerak mundur dan mengambil surat itu.
“Kalau abang tau, seharusnya dari dulu sudah dilakukan.”
Rahang Fazwan mengeras mendengar ucapan Anin. Dengan geram ia menyentaknya. “Sekarang abang tanya. Kalau kamu tau pernikahan ini akan menyakitimu dan menjadikanmu egois. Seharusnya dari dulu kamu tidak menyuruh abang menikah lagi.”
“ABANG!! ABANG TANYA KENAPA AKU MENYURUH MENIKAH LAGI? HEI, ABANG DARI DULU SELALU BERTANYA TENTANG ANAK!! DAN AKU TIDAK BISA MEMBERIKAN WAKTU ITU. SEL KANKER SIALAN INI TERUS MENYEBAR. AKU TAKUT KALAU NANTINYA AKU MATI ABANG BELUM JUGA MENDAPAT KETURUNAN DARIKU!” Anindira maju mendekati Fazwan kembali. Air matanya luruh begitu saja. Tapi secepat kilat ia hapus kasar. Fazwan bergetar hebat, hatinya ikut tersentil dengan teriakan Anin.
“Ka-kamu?”
Anindira terduduk dilantai begitu saja. Memainkan selang infus sembari menatap kosong kaca tembus pandang didepannya. “Tidak ada seorang istri yang membiarkan suaminya terluka. Aku rela mengorbankan cintaku sendiri untuk kebahagiaan abang. Tapi apa balasannya? Hahaha, dengan mata kepalaku. Aku malah melihat suamiku tergila gila sama maduku.”
“Abang mengerti perasaanmu, dulu abang tidak sengaja memilih Haura menjadi seorang istri. Haura.. perempuan asing yang terserempet oleh mobil abang. Dulu abang bingung atas perintahmu satu jam lalu sebelum memutuskan pergi naik mobil. Dan tanpa banyak berpikir, mungkin dengan menikahi orang asing tidak masalah,” ia menuntun Anin untuk berdiri dan mendudukkannya diatas blankar kembali.
Mereka saling bertatapan satu sama lain. Juga Fazwan mengusap rambut Anin sangat pelan.
Didepan pintu, Haura mematung atas pernyataan Fazwan. Niat hati ingin mengunjungi Anin seketika pupus. Cintanya yang mulai bermekaran kini harus ia padamkan lagi. Benar apa kata Fazwan, ia hanyalah perempuan asing masuk dalam kehidupannya. Dan sejengkalpun tidak layak mendapatkan balasan perasaan sama. Kehadirannya disini untuk menghibur Fazwan dari lukanya.Dan ternyata, ada hal yang lebih mengegetkan Haura. Apakah benar Anin memiki Riwayat kanker? Dengan jalan gontai Haura pergi meninggalkan Fazwan yang sedang mencium pipi Anin.
---
Ditemani kicauan pagi, Fazwan termenung diantara bentangan pepohonan. Ia merasa sangat dilema memilih dua perempuan. Duduk sendiri ditengah taman rumah sakit yang kebetulan jarang dilalui orang. Kursi besi putih sedikit basah karena embun subuh tadi membuat suasanya semakin sejuk.
Jika dipikir kembali, apakah ia terlalu jahat? Memiliki dua istri tidak pernah terbayangkan olehnya. Fazwan kira semua akan berjalan lancar kalau tak saling menuntut kepuasan satu sama lain. Menghela nafas kasar, Fazwan menyilangkan kakinya menikmati setiap hembusan yang datang.
“Mama… teman teman ku disekolah cerita kalau mama nya cuma ada satu. Tapi kenapa aku punya dua mama?” Fazwan remaja/ asyik disuapi oleh mama seketika menatap bertanya.
“Emm, bagus dong kalau Fazwan punya dua mama. Jadi yang melindungi Fazwan juga ngga cuma satu,” sang mama tersenyum menanggapi anaknya. Itu hanya pemikiran anak kecil yang akan hangus termakan waktu.
Fazwan mengangguk mantap lantas menerima suapan terakhir dari mama. “Katanya, surga ada ditelapak kaki ibu kan, ma?”“Iya…”
“Lalu surga mana yang harus Fazwan tempuh? Surga mama atau surga bunda? Fazwan bingung ma,” sudah cukup! Fazwan yang berumur 15 tahun berhasil mendobrak dinding kekuatan mama. Beliau tetap memberikan senyum dan menghapus bulir bulir air jatuh dari kelopak matanya.
Fazwan meringis kecil saat kenangan itu kembali muncul. Dahulu, ia selalu bertanya tanya. Mengapa tidak sama seperti mereka? Hanya memiliki satu ibu dan tidak kebingungan dimana ia harus mengabdi sesungguhnya. Matahari mulai menyingsing, Fazwan tak beranjak barang sejengkalpun.
“Mas Fazwan kenapa ada disini?”
Ia menoleh, terlihat Haura tertatih tatih berjalan mendekatinya dengan mengangkat tinggi selang infus. “Haura…”“Hawanya masih sejuk, jangan biarkan pikiran mas yang malah panas,” kalimat dari Nugraha tempo lalu diulangi kembali oleh Haura. Ia melihat betapa kacaunya Fazwan saat ini.
“Khem, mas cuma kangen sama mama,” lelaki berkaos biru dongker polos itu memandang jauh kedepan. Menyelusupkan kedua tangan kedalam sakunya.
Haura diam membiarkan Fazwan berceloteh. “Dulu, saat saat seperti ini mama pasti nenangin mas. Dibisikkan sesuatu yang membuat mas kembali kuat,” lanjutnya menyisir rambut kebelakang.
“Mas Fazwan kecewa sama keadaan ini?” Haura menatap iris Fazwan dalam yang dibalas tatapan serupa olehnya.
“Kalau bicara tentang kecewa, mas juga tidak tau. Tapi melihat kalian saling menderita. Cukup membuat mas menyesal—”
“Menikahi saya?” potong Haura cepat.
Fazwan menggeleng lantas menegakkan tubuhnya. “Entahlah."
Perempuan berbalut jilbab panjang itu melengos. Salah, Haura salah menjatuhkan hati padanya. Matahari semakin naik membuat tadinya hangat, kini mulai menyengat panas. Haura menghidup oksigen banyak banyak sebelum memutuskan keputusannya lagi.
“Mari kita bercerai!” ungkap Haura memperhatikan beberapa anak anak tengah bermain petak umpet diujung taman.
“Apa maksudmu, Haura?”
Dadanya sesak mengutarakan hal ini. Haura mengangguk lemas menjawab Fazwan. “Ayo kita cari kebahagiaan masing masing. Saya akan memenuhi janji saya dulu, bahwa saya akan mengembalikan semuanya pada Mas Fazwan. Dengan begitu saya tidak akan menjadi luka bagi mas.”
![](https://img.wattpad.com/cover/283545305-288-k367042.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Merindu Kalam Surga (END)
Ficção GeralSarjana-sukses-bahagia Impian Haura sederhana, hanya ingin akhir bahagia dan dapat membungkam ocehan orang orang yang merendahkannya. Wanita itu punya sejuta cara untuk mewujudkan mimpi. Karena keterbatasan ekonomi, Haura kabur dari rumah tengah mal...