Kami duduk santai didepan penyambutan tamu. Menenteng anak kucing masing masing. Aku menatap pandangan lurus. Mengingat bagaimana sederhananya pesta pernikahanku sendiri. Hanya di KUA tanpa persiapan apapun. Yang pastinya jauh berbeda daripada ini. Mendesah lelah, lantas memainkan ujung keranjang kucing. Seumur hidup aku juga menginginkan pesta pernikahan.
Tidak perlu mewah, hanya saja aku ingin memberitahukan kepada semua temanku. Bahwasannya aku sudah menikah. Terlebih bapak ibu dirumah. Huft! Mau tidak mau terjebak dengan Mas Fazwan.
Jadi istri kedua pula!!
"Haura! Gimana kalau kita kasih nama kucingnya?" Nugraha yang menyadari kegelisahanku, akhirnya buka suara.
Aku mengangguk setuju dan segera mengambil anak kucing dari keranjang. "Boleh...ini namanya Caca. Lucu kan?"
"Em, kalau ini aku namain Coco aja dah."
Ia membelai pelan tengkuk anak kucing. Sembari tertawa kecil Nugraha menatapku. "Kok dimiripin sih! Ngga, ngga. Harus beda. Apa kek gitu," ujarku gemas.
"Siapa yang ambilin tadi? Hmm," tangannya hendak meraih Caca. Nugraha menyatukan kedua alis dan menantangku.
"CK! OKE OKEE. NAMANYA COCO!!"
Melepas pengangannya pada kucing. Nugraha menunjukku disertai pandangan keseluruh arah. "Jangan pake teriak, Haura. Tuh diliatin."
"Biarin. Wlee!"
Selepasnya, Nugraha tak membalas ucapanku. Ia sibuk mengotak atik hpnya dengan senyum tak jelas. Bosan menganggur, aku iseng menyentuh layar hp Nugraha asal. Tatapannya mengintimidasi. Tidak merasa bersalah, aku menyengir lebar. "Ciee! Nugraha chating sama perempuan. Liat fotonya!"
"Haura, jangan mulai deh."
"Mulai apaan?! Emang bener kok, kamu chat sama perempuan kan. Ayo Nugraha, doa in terus disepertiga malam," girang membalas Nugraha yang menunjukkan hubungannya bersama perempuan. Aku tertawa keras, akhirnya setelah sekian lama Nugraha bisa merasakan cinta.
Ia meletakkan hp sampai terdengar gemelatuk meja. Tak urung membuatku terkejut. "Dia sepupuku, Haura! Lagipula ngapain sibuk chatingan sama perempuan lain. Sedangkan perempuan yang aku kagumi tepat disampingku."
"Maksudnya?" tanyaku pelan. Tunggu! Rasanya perkataan Nugraha tadi sedikit menggerakkan hatiku.
"Haura, boleh kita bicara sebentar?"
Nugraha yang tadinya ingin menamparku dengan coco, seketika terdiam. Menoleh kebelakang ternyata Mbak Anin menatap wajahku lekat. Kenapa ia bisa disini? Dan lihat! Mbak Anin mengenakan pakaian feminim layaknya tamu terhormat. Mengangguk malu langsung saja Mbak Anin menggandeng ketempat sepi. Barang belanjaan dan segala macam bawaan kuserahkan semua pada Nugraha disana.
Mbak Anin tidak langsung berbicara. Ia menyilangkan kedua tangan didada. Melihat perut buncit yang sebentar lagi akan melahirkan, sedikit merasakan nyeri. Bukan! Ini bukan nyeri biasa. Tepat dijantungku, merasakan denyut nadi berbeda seperti biasanya. Mereka lebih bekerja keras kali ini.
"Itu yang kamu maksud ada janji sama orang lain?"
Memulainya dengan lumayan sengit, aku yang tadi menunduk dalam seketika berdiri tegak. "Ah! Bu-bukan. Ini ngga disengaja kok. Emm, Mbak Anin manggil saya ada apa?"
"Kamu tau, saya bukan orang yang pandai basa basi Haura. Tolong jauhi suami saya. Ini demi anak yang tengah saya kandung," Mbak Anin mengusap perutnya dan menatapku dalam. Namun, tidak habis pikir. Kenapa ia mengatakan hal itu? Bukannya memang hubunganku sama Mas Fazwan sedang renggang. Bahkan Mas Fazwan setiap hari tidur bersama Mbak Anin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Merindu Kalam Surga (END)
Ficción GeneralSarjana-sukses-bahagia Impian Haura sederhana, hanya ingin akhir bahagia dan dapat membungkam ocehan orang orang yang merendahkannya. Wanita itu punya sejuta cara untuk mewujudkan mimpi. Karena keterbatasan ekonomi, Haura kabur dari rumah tengah mal...