"ARGHH!!"
Teriakan demi teriakan menggelegar memenuhi mobil pribadi Fazwan. Frustasi tak kunjung dapati istrinya, ia memilih banting stir. Berkali kali menghubungi tapi secuil pun tidak berhasil. Salahnya juga. Kenapa pikiran Fazwan cethek? Tak bisa menahan setiap kalimat keluar dari bibir. Namun satu yang pasti.
Fazwan tidak pernah berbohong atas perasaannya pada Haura.
Ia sungguh mencintai. Haura banyak memberikan dorongan untuk tetap melangkah maju. Perempuan itu, berhasil mengobrak abrik isi hatinya. Berbeda dengan Anindira. Hanya bisa membuat tambah gelisah. Bahkan tidak getaran sama sekali ketika namanya terpanggil. Kembali mengungkit masalah ini, Fazwan mencoba mencari cara lain.
Bagaimana agar keberadaan Haura bisa terlacak? Mengamati hpnya yang terus berdering. Nama Anindira berada diatas panggilan itu. Tidak ada niatan sama sekali untuk mengangkat. Fazwan mendesah lesu. Menunduk dalam menyesali perbuatan. Benar apa kata orang, penyesalan selalu berada diakhir. Kalau diawal namanya pendaftaran.
"Haura... kamu dimana sayang? Mas khawatir," rengekannya tanpa henti makin memperkeruh keadaan. Jika saja mobil itu bisa bicara. Mungkin ia akan mengatakan pada Fazwan.
'Jangan mengeluh terus, bodoh!'
Hari semakin gelap, jujur Fazwan kehabisan cara. Janji suci pada Haura terus mengiang.
Fazwan akan selalu menjaga, membimbing, dan menuntunnya menuju surga Allah. Wangi kopi dimobil seketika memberikan petunjuk. Iya! Melacak lewat lokasi hp Haura. Fazwan bergegas menelpon temannya untuk membantu. Tak lama setelahnya, alamat telah ada digenggaman Fazwan. Ia segera menjalankan mobil.---
"Kamu sudah menikah?"
"A-aku..."
Suasana mencekat, ketukan jari diatas meja kaca yang dilayangkan Nugraha membuat hati berdesir. Tidak tahu lagi harus kukatakan sebenarnya. Ini bukan waktu tepat untuk berkata kata. Antara jari bertaut disertai degupan jantung, bersamaan dengan gedoran pintu memutuskan pembicaraan kami kali ini.
Semakin keras suara berasal dari depan. Yakin ada sesuatu yang tidak beres. Nugraha langsung berdiri berlari menuju pintu utama. Aku pun demikian.TOK TOK TOK
"Iya, sebentar!" sautan Nugraha tak menjadikan sosok dibaliknya diam. Bergidik ngeri disamping Nugraha yang siap membuka.
BRAK BRAK
Ceklek
Tubuhku membeku. Sungguh, nyatanya orang yang menggedor rumah Nugraha adalah Mas Fazwan. Iya! Tak salah lagi. Wajahnya menunjukkan emosi membara. Tanpa banyak bicara menarik tanganku. "Oh, jadi kamu disini?" tanyanya sangar.
"Mas..."
"Saya kelimpungan cari kamu kemana mana. Takut hilang atau diculik. Tapi malah enak enakan dirumah laki laki yang bukan mahram, Haura?"
Nugraha belum bisa sepenuhnya sadar. Kejadian ini terlalu mendadak. Apa hubungannya dengan dosen muda itu? Aku belum pernah melihat Mas Fazwan semarah ini. Tangannya mencengkeram kuat sehingga tak bisa menemukan celah. Gamisku ikut tertiup angin sore, berusaha menenangkan Mas Fazwan. Namun sia sia.
"Mas Fazwan sa-saya. Saya bisa-"
Cengkraman akhirnya terlepas. Nafasku memburu menatap Mas Fazwan tidak berhenti tersenyum remeh. "Apa itu sopan Haura?"
Luluh lantah sudah, tubuhku luruh tak kuasa menahan semua jeritan. Hari ini bahkan tak bisa terhitung berapa kali mengeluarkan air mata. Seakan semua yang kulakukan adalah kesalahan. Tidak pernah benar dimata orang. Aku biarkan Mas Fazwan terus mengoceh. Meladeninya tidak ada habisnya. Memilih untuk diam, pilihan terbaik. "Kamu dengar apa yang saya bicarakan, Haura?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Merindu Kalam Surga (END)
Ficción GeneralSarjana-sukses-bahagia Impian Haura sederhana, hanya ingin akhir bahagia dan dapat membungkam ocehan orang orang yang merendahkannya. Wanita itu punya sejuta cara untuk mewujudkan mimpi. Karena keterbatasan ekonomi, Haura kabur dari rumah tengah mal...