BAB 28: Tragedi Tragis

113 9 0
                                    

Jika memang tetap menjemputku diperbatasan waktu. Maka aku bersedia menunggumu dipersimpangan yang telah kita janjikan. Ketika Tuhan telah menetapkan-Nya. Semoga kita benar benar bertemu untuk menuju tempat kepulangan sesungguhnya.


_Merindu Kalam Surga_

Sungguh, lagi lagi tak kudapati Mas Fazwan berada disisiku. Bergumam sebal mengingat janji yang diucapkannya kemarin siang. Baru saja katanya ingin memperbaiki, namun kenyataan malah berbanding terbalik. Kurasa benar, tidak ada ruang untuk keras kepala disini. Ck! Daripada terus melamun, aku segera melipat selimut lantas shalat subuh. Menghiraukan gedoran pintu dan suara lantang Mas Fazwan.

"Dia tidak ada kata menyerah ya..."

Dobrakan pintu tadi belum selesai. Yap! Aku membukanya dan menemukan Mas Fazwan penuh peluh keringat. Ia meraih tanganku, menggeret menuju ruang tamu. "Ada apa mas?"

"Anin pingsan, Haura!"

"Lalu?"

"Tolong bantu mas antar ke Rumah Sakit," aku berhenti begitupula Mas Fazwan yang tadi menggandeng tanganku. Ia mengeryit dahi heran kemudian menatapku penuh tanya. "Kenapa?"

Jawabanku hanya menggeleng pelan. Raut penuh kekhawatiran dari Mas Fazwan cukup membuatku sadar. Sembari tadi aku menatapnya penuh gelisah, namun ia sedikitpun tak menyadari. Mas Fazwan geram. Kembali menarik tubuhku. "Kenapa diam saja Haura?!! Ayo bantu Anin."

"Kenapa Mbak Anin bisa sampai seperti ini mas?"

"Tadi malam, mas sama Anin sedang berhubungan. Mas ngga tau kalau ternyata perempuan yang sedang mengandung tua itu harus hati hati. Terus tiba tiba Anin kesakitan sampai pagi in--"

Ceritanya... membuatku sakit! Sungguh, tadi malam Mas Fazwan berhubungan dengan Mbak Anin. Padahal aku kalut memikirkannya. "Stop mas!!"

Sesampainya dikamar, Mas Fazwan langsung membopong tubuhnya dan menyuruhku mengikuti. Dengan tergesa gesa mengunci pintu utama Mas Fazwan berteriak kencang. "HAURA!! AYO CEPET. NGUNCI PINTU AJA LAMA SEKALI. KALAU LAMA LAMA SAYA TINGGAL!!"

"TINGGAL AJA MAS, GAPAPA!!"

Dan nyatanya benar, Mas Fazwan memilih meninggalkanku sendirian. Didepan pintu yang sudah terkunci ini tubuhku luruh. Memandang kepergian mereka secepat kilat. Allah! Aku benar benar tidak sanggup lagi menahan mereka. Momen kemarin bersamanya masih berputar diingatanku. Tatapannya, senyumannya, serta pelukan hangat darinya.

Kukira semua permasalahan telah tuntas. Hubunganku dengan Mas Fazwan kembali beres. Namun semua khayalanku seketika buyar. Melihat Mas Fazwan penuh amarah berteriak. Kalau aku seperti Mbak Anin, apakah Mas Fazwan akan sekhawatir itu?

Hahaha. Berhenti becanda, Haura!

"Haura... kamu baik baik saja?" tubuhku tersentak, tanpa menoleh kesumber suara aku memegangi dada yang nyeri.

"Aku ngga baik baik saja. Hatiku sakit!"

Orang dibelakang itu mengusap punggungku. Melepas tanganku yang sedari tadi terus memegang jilbab. "Mau beli telur gulung?"

Terlepas mengenang kepergian Mas Fazwan. Ajakan darinya membuatku mengenali seseorang. Aku memutar kepala sembilanpuluh derajat hingga terbelalak kaget. "Nugraha!!"

Merindu Kalam Surga (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang