Ardhan dengan ngebut membawa motornya menuju rumah sakit yang di beritahu oleh suster. Hatinya masih berdegub kencang, telapak tangannya begitu basah akibat keringat dingin dan pikirannya terus membayangkan wajah Megan. Tanpa disadari air mata itu terjun bebas mengenai pipinya."Megan hiks."
Kini Ardhan sedang berada didepan rumah sakit, nafasnya memburu bahkan dadanya naik turun akibat nafas yang terasa sesak. Bayangan buruknya tentang masalalu kembali membayang di otaknya.
Dimana sang adik mengalami kecelakaan mobil dan meninggal di rumah sakit akibat kecelakaan yang begitu parah. Ardhan menangis sekencang mungkin, dia berteriak dan memanggil nama sang adik, mulai menyalahkan diri sendiri dan bertanya kepada Tuhan. Kenapa tidak dia saja yang di ambil?
Tangan Ardhan mengepal kuat, bola matanya yang terlihat merah kini menatap lurus ke arah bangunan rumah sakit.
Ardhan ragu untuk masuk, kepalanya semakin pening jika dia masuk ke dalam sana... tetapi bagaimana dengan Megan. Megan yang pasti membutuhkannya.
"Megan butuh gue, gue harus ada disampingnya."
Ardhan mengigil, menahan rasa takutnya. Dengan melangkah pelan tapi pasti memasuki gedung rumah sakit.
Matanya mulai mengejap menahan rasa berkunang-kunang, dan bayangan adiknya yang terbujur kaku mulai memutar kembali di kepalanya.
"Ya ampus mas?!" Suster dengan cepat menahan tubuh Ardhan yang terlihat sempoyongan.
Ardhan menelan salivanya dan memegang erat tangan Suster.
"Suster, di-dimana pasien yang bernama Megan Alexandro?" Tanyanya dengan gemetar.
"Megan Alexandro? Ohh yang tadi kecelakaan motor?"
"Iya Suster, dimana Megan? Saya temennya."
"Ada di ruang ICU mas, ayo saya antar." Suster itu tetap memegang kuat lengan Ardhan. Suster pun merasa kasihan melihat lelaki manis ini yang terlihat ketakutan dan pucat pasi.
Mereka telah sampai, dan Ardhan segera duduk di kursi yang telah di sediakan. Suster itu memberitahu Ardhan untuk tetap duduk disini, Suster segera masuk ke dalam ruang ICU.
Tidak lama Suster pun keluar dari ruangan membuat Ardhan segera berdiri. "Gimana keadaan Megan, Suster?"
"Pasien Megan baik-baik saja, terdapat cidera di bagian lutut kakinya. Mas boleh masuk."
Ardhan mengela nafas begitu lega, rasa sesaknya hilang seketika mendengar Megan yang baik-baik saja. Dengan perlahan Ardhan membuka pintu kaca itu, melihat sekeliling ruangan yang terdapat benda-benda untuk merawat orang sakit.
Bola matanya terpaku melihat Megan yang sedang berbaring lemah, dengan cepat kakinya melangkah mendekati ranjang.
"Megan?"
Ardhan memegang jemari itu dengan kuat "Gan? Ini aku Ardhan. Kamu ga apa-apa?" Lirihnya.
"Permisi mas..?"
"Ardhan, Dokter."
"Oke mas Ardhan, kondisi pasien Megan baik-baik saja. Dia pingsan, dan kakinya terbentur aspal cukup kuat, terdapat retakan kecil di bagian lutut. Jadi terpaksa harus menggunakan kursi roda atau gips untuk membantunya berjalan."
"Retak? Parah ya Dok?"
"Lumayan, tapi bisa ditangani jika pasien Megan rutin untuk latihan berjalan."
Ardhan mengangguk paham, "Kepalanya ga apa-apa kan Dok?"
"Untung saja pasien Megan menggunakan helm yang cukup tebal jadi ketika benturan itu terjadi tidak langsung mengenai kepalanya, hanya ada memar di bagian dahinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗕𝗥𝗢𝗠𝗔𝗡𝗖𝗘 ? (𝗠𝗘𝗚𝗔𝗡 𝗫 𝗔𝗥𝗗𝗛𝗔𝗡) 𝗦𝗘𝗟𝗘𝗦𝗔𝗜
Teen Fiction❛❛𝐁𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐬𝐚𝐡𝐚𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐝𝐮𝐚 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐦𝐚𝐧𝐢𝐬 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐜𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢𝐩𝐮𝐧. 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐛𝐫𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞. 𝐘𝐚 𝐛𝐫𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞. 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐬𝐢𝐡 𝐛𝐫𝐨𝐦𝐚...