Bab 18: Pegunungan Hadiah.

16.7K 1.9K 117
                                    

Absen dulu dong, asal mana aja yang baca?

Selamat membaca! Jangan lupa vote-nya ya!

*****

Rasa sesak mendera seluruh tubuhku, seolah-olah ada sesuatu yang memeluk tubuh mungilku. Mataku mulai mengerjap dan terbuka untuk melihat apa yang membelit perutku. Sepasang lengan kekar berwarna putih melingkupi tubuhku dengan erat. Kudongakan kepalaku, hendak melihat siapakah pelaku pemelukanku ini.

Netra merahku bertabrakan dengan wajah lelaki bersurai putih yang amat familiar. Pria itu masih memejamkan mata, tertidur dengan tenang. Walaupun wajahnya dipenuhi dengan perban, benda berwarna putih itu tidak menutupi pesona milik pria itu. Sosok yang selama ini selalu kudambakan kasih sayangnya, pria itu adalah ayahku.

Kulirik seluruh tubuhku yang terlilit oleh lengan kekar itu layaknya ular sanca membelit mangsanya. Rasanya hangat namun, entah mengapa, tidak membuatku bahagia sama sekali. Padahal selama ini aku selalu mendambakan pelukan hangat sosok ayah, tetapi sekarang, aku malah tidak merasakan apapun. Kenapa?

Kurasakan pergerakan dari lengan yang membelit tubuh mungilku sebelumnya. Saat kudongakan kepala, netra merahku bertubrukan dengan sepasang manik berwarna biru yang cerah. Raut ayah awalnya tersenyum lalu berubah cepat menjadi khawatir. Apa ada yang salah?

Ayah segera bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk. Tangan besarnya masih menyentuh kepalaku, mataku otomatis terpejam. Takut-takut tangan besar itu menghantamkan kepalaku ke dinding dan akhirnya menyebabkan geger otak. Namun, hal yang kukhawatirkan tidak terjadi sama sekali malah sebaliknya. Dapat kurasakan tangan itu mengelus kepalaku dengan lembut dan pelan. Apa dia sedang melakukan ancang-ancang?

Perlahan aku membuka mataku dan berakhir kembali bertubrukan dengan mata berwarna biru cerah itu. Lalu tertegun saat melihat ekspresi yang terpatri diwajah Ayah. Ayah tersenyum dengan lembut dan menatapku penuh kasih. Aku berjingkat saat ia mengecup pelipisku cukup lama. Hell, apa dia kerasukan demit? Oh iya, aku lupa, demit mana bisa merasuki demit lain.

Tapi yang cukup mengherankan dan menganehkan, kecupan lama itu tidak berefek apapun padaku. Dengar ya, aku notabene-nya seorang putri terbuang yang selalu haus akan kasih sayang ayahku yang pilih kasih. Bisa dibilang aku bodoh karena masih berharap pada orang yang sama. Tetapi aku tidak merasakan perasaan apapun saat dia melakukan itu.

"Apa tidurmu nyenyak?"

Err .. this is weird, really, really weird. Nada lembut saat dia bertanya itu sangat, sangat aneh. Apa aku baru saja terlempar ke dimensi lain lagi? Apa aku mati karena ditendangi olehnya?

Yah ..., untuk tidurku nyenyak atau tidak, jawabannya adalah tidak. Pundak sakit, perutku nyeri, dan pahaku kebas. Sempurna. Kira-kira apa yang terjadi jika tertidur dalam keadaan seperti itu? Tidur nyenyak hingga terbang ke langit ketujuh? Atau terasa tertidur bersama para bidadari diatas gumpalan awan yang empuk? TENTU SAJA TIDAK!

Alhasil aku hanya diam tidak menjawab pertanyaan Ayah dan beralih melihat kearah balkon yang masih tertutup. Helaan nafas lelah terdengar dari balik tubuhku. Berasal dari seorang pria bersurai putih yang diketahui sebagai ayahku. Kau lelah? Aku lebih lelah lagi akan kehidupanku.

"Ayah akan menyuruh pelayan untuk membawakan sarapan kemari. Kamu tidak perlu datang ke ruang makan hari ini, fokus saja pada istirahatmu." ujarnya diakhiri dengan tepukan kepala pelan dipuncak kepalaku.

Ayah bangkit dari kasur, berlalu kearah pintu. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu yang tertutup menandakan ia telah hilang dari peradaban— maksudku telah hilang dari kamarku.

SNORETT: The Devil LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang