Epilog 1

6.1K 414 18
                                    

Selamat menikmati double up-nya!

*****

Masuk kedalam, pasukan yang dipimpin oleh Alex dan Cedric itu terkejut. Dibagian luar memang tampak terbakar dan hampir reyot, tetapi begitu masuk kedalam terlihat jauh berbeda. Tidak ada sedikitpun lidah api yang nampak. Seisi tenda itu gelap, tidak ada cahaya. Padahal diluar sana sedang ada kebakaran yang hampir membakar seluruh hutan.

Didalam kegelapan pun, sepasang netra safir Alexander tetap awas. Segala indera yang berada di tubuhnya menajam, merasakan segala hal yang terjadi disekitarnya. Beberapa paladin dan ksatria yang memiliki elemen cahaya terdengar merapalkan mantra. Tak membutuhkan waktu lama, seisi tenda itu langsung dipenuhi cahaya yang berpendar terang.

Baru saat inilah, ayah beranak dua itu bisa melihat seisi tenda yang kini tampak seperti rumah hantu. Segala furnitur, mulai dari kursi, meja, karpet, hingga perabotan tampak tertempel pada kain tenda maupun tanah. Sulur-sulur berwarna hitam dengan pendar merah, melilit barang-barang itu bagaikan serangga yang terjebak jaring laba-laba. Sulur hitam itu seolah-olah hidup, karena bagian warna merah yang naik turun tampak seperti bernapas. Seisi tenda itu mirip dengan sarang laba-laba namun versi lebih mengerikan.

"Oh, Tuhanku, tolong jagalah kami dibawah lindunganmu."

Alexander melirik salah satu ksatria berseragam biru yang terlihat sangat ketakutan lalu mendengus. Ingatkan dia untuk mempersulit seleksi perekrutan ksatria wilayahnya, agar terhindar dari ksatria penakut seperti laki-laki tadi.

"Suara apa itu?!" seru Cedric tiba-tiba yang membuat Alexander memutar bola mata malas.

Sang ayah anak dua itu protes, "oh, Ced, kau sudah sering terjun ke medan perang. Bagaimana mungkin tidak bisa membedakan antara suara manusia dan jangkrik?"

Perempatan imajiner muncul dipinggir dahi sang duke muda, antara kesal dianggap tidak kompeten dan tidak percaya karena disaat genting seperti ini, seorang Alexander McDeux masih sempat-sempatnya bercanda. Cedric berdehem untuk melegakan kerongkongan lalu berkata, "maafkan atas kelancangan saya, Yang Mulia, tetapi saya sungguhan mendengar suara helaan napas wanita. Apakah mungkin seekor jangkrik dapat didengar suara helaan napasnya? Tidak mungkin 'kan?"

Otak dipakai lah, ngab, lanjutnya dalam hati.

Grand Duke Alexander mengangguk-anggukkan kepalanya mahfum. Cedric mengira sang grand duke telah paham apa yang ia maksudkan, tetapi perkataan pria itu berikutnya membuat Cedric ingin melemparkan sebuah kursi kekepala si ayah beranak dua. "Kekurangan belaian, ya, Ced? Carilah kekasih agar tidak sering berhalusinasi."

"Tetapi, Yang Mulia—" suara orang terbatuk mengejutkan semua orang. Semua orang memusatkan perhatian pada salah satu tumpukan terpal tenda yang koyak. Ada pergerakan didalam terpal itu, tampak seperti ular yang menggeliat didalam lumpur.

Dengan pedang teracung, Cedric mendekati tumpukan terpal dengan tatapan awas. Salah seorang ksatria berkemampuan elemen cahaya mengikuti pria itu dari belakang. Bermaksud membantu penerangan sang duke muda. Jantung bertalu-talu ketika melihat pergerakan terpal semakin ganas. Cedric hendak menebas terpal itu, namun tiba-tiba sebuah tangan muncul dari dalam terpal.

"AAAAAAAAAA- Eh?"

Ksatria yang mengikuti Cedric berteriak kaget yang langsung diberikan tatapan tajam oleh sang duke muda. "A-ah, sa-saya terkejut, Yang Mulia! Siap, salah!" seru pemuda itu terbata-bata.

"100 putaran, paham?" Cedric mengancam dengan mata emas yang menyala. Sang ksatria hijau tidak punya pilihan selain menganggukkan kepala cepat, mengiyakan perintah sang komandan peleton. "Suaramu terdengar seperti perempuan." Cedric berujar menambah keperihan hati sang ksatria.

SNORETT: The Devil LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang