Bab 21: Malam Panjang Sebagai Sebuah Keluarga.

13.9K 1.7K 25
                                    

Absen dulu dong, asal mana aja yang baca?

Selamat membaca! Jangan lupa vote-nya ya!

*****

Selama empat hari, aku terus mengalami perjalanan yang melelahkan. Semenjak kejadian demam dihari pertama, Ayah semakin overprotektif padaku dan Sophie. Dia memperhatikan segala hal tentangku dan Sophie. Bahkan setiap tiga jam sekali, dia selalu menyuruh para pelayan untuk membersihkan boneka beruangku. Padahal boneka itu selalu berada diatas kasur tidak pernah kuajak jalan-jalan.

Dan saat dikapal pun Ayah terus memarahi nahkoda kapalnya ketika kapal tidak sengaja diterjang ombak. Padahal itu bukan salah nahkoda-nya, memang keadaan alamnya lah yang sedang tidak baik. Ingin sekali rasanya aku melemparkan sendalku kekepalanya, setiap kali ia memarahi nahkoda kapal. Wajah nahkoda kapal sampai memerah menahan amarah karenanya, dia tidak bisa marah-marah begitu saja karena kalah status. Oh, kasihannya Anda, Pak.

Berlebihan? Sangat benar. Ya sepertinya dugaanku jika Ayah mengalami kerusakan sel pada otaknya itu benar. Jujur saja, Ayah ini sebenarnya orang yang humoris dan lucu. Selera humornya bisa dikatakan 'jongkok', terlebih lagi dia suka mengatakan candaan para Ayah. Kalau saja aku tidak terbayang akan sifatnya dimasa lalu, aku pasti akan merasa nyaman jika berada didekatnya.

Kami sekarang sudah berada didermaga pulau Alulu. Hari telah malam ketika kami sampai ke pulau tropis ini. Saat aku keluar dari kapal, angin malam langsung berhembus dan menerbangkan gaun midi berlengan tali serta berwarna peach yang kukenakan. Aku langsung menggigil ketika merasakan angin tersebut melewati tubuhku. Kulirik Sophie yang baru saja mengenakan kardigannya. Ah, sial, kenapa juga aku keluar dari kapal tanpa mengenakan luaran apapun?!

Tanganku bergerak mengelus-elus pundakku yang tak tertutup apapun. Angin malam kembali berhembus, membuat tubuhku terasa akan membeku. Kenapa malam ini dingin sekali sih?

Tiba-tiba saja aku merasakan kehangatan menyelimuti pundakku. Aku membalikkan tubuhku, hendak melihat siapakah pelaku penyelimutan-pundakku. Dan siapa sangka, pelakunya adalah Ayah, ia tersenyum lembut padaku. Ia meletakkan jubah kebesarannya diatas pundakku. Mulutku terbuka, ingin bertanya mengapa ia melakukannya. Namun, atensi kami langsung teralihkan kepada Cerry dan Tania yang berlari kearahku sembari membawa sebuah kardigan berwarna cokelat.

Pandangan Ayah langsung menghunus tajam. Tatapannya itu seketika mengingatkanku saat pemenggalan yang kualami dikehidupan yang lalu. Aku menggelengkan kepala, mencoba menepis rasa takut yang mulai muncul dan syukurlah berhasil. Saat berada dihadapanku dan Ayah, Cerry dan Tania langsung memberikan salam terhadap kami lalu menundukkan kepala dalam.

"Segala keagungan—"

"Beginikah cara kerja kalian?" ucapan Ayah terdengar tajam dan keras saat memotong salam dari kedua pelayanku.

Cerry dan Tania menundukkan kepala dalam, tidak berani mengangkat kepalanya. Jujur, aku merasa kasihan melihat mereka dimarahi seperti ini. Aku melirik sekitarku, orang-orang yang ada didermaga langsung melihat kearah kami. Suara Ayah memang cukup keras, aku bisa memaklumkan jika mereka semua mendengarnya. Tapi yang tidak bisa aku terima adalah kami menjadi pusat perhatian!

Aku harus menghentikan perseteruan ini segera!

"Bisa-bisanya kalian membiarkan—"

"Yang Mulia Ayahanda, cukup," ucapku pelan.

Perhatian Ayah langsung teralih kearahku. Ia menatapku dengan sebelah alis putih tebal miliknya terangkat. "Tetapi putriku, mereka sudah keterlaluan." Ayah mencoba memberi pengertian padaku.

SNORETT: The Devil LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang