15

6.6K 1.4K 429
                                    

"Lepasin Lia." gumam Jeno dengan rahang yang mengeras.

"GAK AKAN!"

BRAKK! Ditepisnya pisau dari tangan Karina dan disingkirkannya Lia dari hadapannya. Jeno yang saat itu kalut akan amarahnya berusaha mendorong Karina hingga jatuh. Namun balasan dari pemudi itu hanya sebuah tawa. Karina tergeletak sukarela dengan posisi Jeno hendak menusuk bola mata Karina dengan pisau miliknya.

"Silakan..." ucap Karina meremehkan. Jeno semakin tertantang.

Lia memeluk lengan besar Jeno untuk menenangkannya, membisiki telinganya dengan kalimat bujukan bahwa ia baik baik saja.

"Jeno Jeno, aku mohon jangan. Aku baik baik aja sekarang, liat?"

Tak di gubris, Jeno masih keras hati.

"Jeno aku mohon jangan begini," ujar Lia gemetar menahan tangisnya. Dipegangnya punggung tangan Jeno yang menggenggam erat pisau lipatnya. Merebutnya perlahan, menjauhkan Jeno dari benda berbahaya itu karena apapun yang ada di kepalanya bisa saja ia realisasikan dan Lia gak ingin itu terjadi.

Jeno mengeraskan rahangnya lagi, terpaksa mengalah padahal ia sudah yakin bisa menusuk bola mata itu tepat sasaran. Jeno dan Lia menjauh, membiarkan Karina tergeletak ditanah dengan lengannya menutup matanya dan tertawa sepuasnya.

Surya dan Haje mulai memberanikan diri mendekat. Menarik Karina hendak memapah menuju tempat yang lebih aman. Namun entah ada apa, kekuatan yang ada pada tubuh Karina seribu kali meningkat. Bahkan sanggup menjatuhkan Surya dan Haje dengan sekali sikutan tepat di ulu hati.

Diambilnya kembali pisau yang belum sempat dirampas orang lain lalu berjalan cepat mengejar Lia. Berancang ancang akan menusuk perutnya namun beberapa orang yang ada meneriakinya sampai sampai Lia tersadar dan Jeno mendorongnya menjauh. Berujung pisau digenggaman Karina yang mantap itu menancap diperut Jeno karena salah sasaran.

Karina berdiri mematung, matanya bertemu dengan Jeno dalam jarak yang dekat. Jarak yang benar benar pemudi itu dambakan namun bukan dalam situasi seperti ini. Situasi yang berantakan atas perbuatannya.

Perlahan pemudi itu melepaskan genggamannya dari pisaunya, memberanikan diri melihat perut Jeno yang kini darahnya sudah menembus pakaiannya. Bercucuran dengan posisi masih tertancap disana.

Buru buru Malik dan Chaaya menarik Lia menjauh agar situasi tidak semakin buruk. Begitu juga Surya dan Haje yang sudah merasa lebih baik membawa Karina pergi dari sana untuk diamankan.

Tersisa Mahes, Nalen, Han dan juga Ekal yang memapah Jeno untuk duduk di perapian dengan batang pohon besar yang lapuk sebagai tempat duduk.

"Sakit gak, Jen?" tanya Ekal mengisi keheningan saat Mahes mengambil obat obatan.

"Menurut lo aja gimana."

"Enggak sih, jagoan gini ketusuk samurai juga gak sakit. Kan alumni panglima tawuran."

"Berisik lo, shh ahh," Jeno meringis saat hendak memberi Ekal pukulan kecil.

"Mana masih nancep, koen berani tah cabutnya?" tanya Ekal pada Han. Namun pemuda pipi gembul itu menutup matanya sejak awal. Ia, takut pada darah.

"Gak berani nyong, Kal."

"Lailahailallah, takut darah ternyata. Udah sana sana duduk agak jauhan. Ntar pingsan lagi." ucap Ekal.

"Lo ada masalah apa emang sama cewek yang tadi?" celetuk Nalen yang dari tadi gak paham inti permasalahan antara Jeno dan Karina yang berujung saling mengacungkan senjata.

"Gak tau, gak paham gue dia kenapa."

"Terus, apa yang lo bilang tadi itu bener, lo pacaran sama Lia?" tanya Ekal. Sudah keceplosan begini ya mau bagaimana lagi, Jeno terus terang aja.

SerenadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang