“Aku berdoa sama tuhan untuk keselamatan semua orang, terlebih kamu...Kalau kita masih bisa ketemu lagi di dunia ini—”
“Aku akan jadi orang yang paling berterimakasih sama Tuhan kalau itu sampai terjadi. Sama Tuhan.”
°°°
“Bunga apa yang maneh petik?”
“Kata Lia anggrek, warnanya putih, gue petik gak lama setelah kita turun dari puncak. Waktu itu kita ngelewatin tempat yang banyak bunga bunganya, lumayan jauh dari tempat waktu gue buang bunganya.” jelas Jeno.
“Oke informasi yang cukup. Diperjalanan ini mungkin kita gak akan banyak ngomong untuk nyimpan tenaga. Maneh harus fokus ikutin urang, jangan liat kemana mana selain ke depan. Untuk jaga jaga, urang pasang tali supaya kita gak kepisah. Karena kali ini urang harus di depan.”
“Hmm, oke.” jawab Jeno sedetik kemudian melanjutkan kalimatnya dengan canggung, “Sorry ngerepotin lo terus, Rya.”
“Hm.” Surya pun memasangkan tali dan carabiner, menyangkutkannya di antara tasnya dengan tas rekannya itu. Memperhatikan headlamp di kepala Jeno apakah sudah terpasang dengan benar atau belum, lalu berkata, “Jangan liat kemana mana.” peringat Surya. Jeno mengangguk, meng iya kan saja peringatan peringatan yang terdengar seperti perintah itu. Hanya menatap ke depan, sepertinya juga bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Dan keduanya kembali melanjutkan perjalanan.
Harusnya tidak jauh dari sini mereka bisa menemukan pos 5. Dengan keadaan medan yang kering namun sangat gelap ini, Surya tidak bisa memastikan perjalanannya akan aman aman saja. Di lihat langit malam ini bintangnya sedikit, mungkin akan turun hujan tak tau kapan. Membuat mereka seperti berkejar-kejaran dengan waktu.
Guardian Chaaya, atau sebut saja uyut, tidak terlihat untuk sementara waktu. Dan rute pun tidak berkelok kelok membuat Surya sebagai pemimpin jalan ini hanya berjalan lurus dan menerawang langkahnya.
Patahan demi patahan, berulang kali ranting jatuh terinjak oleh keduanya. Menimbulkan bunyi yang renyah sampai ke gendang telinga. Tidak jarang pemuda di belakang itu terdistraksi meski sudah tau kaki kakinya itu menginjak apa. Tapi hal itu cukup mengisi kekosongan yang selama perjalanan hanya menatap punggung Surya dan tas carrier-nya.
Di depan sana setelah ketemu batu besar, ambil kanan. Buka jalan baru.
“Oke...” jawab Surya yang sudah mempersiapkan mentalnya jika akan dikagetkan dengan suara yang muncul tepat di telinganya.
“Oke apa?” tanya Jeno.
“Bukan ngomong sama kamu.”
“Ah...gitu...”
Jeno sudah tau beberapa menit yang lalu—saat Chaaya dan Surya jujur jujuran demi mengutarakan rencananya— tentang Surya dan kemampuannya itu. Tapi tetap saja, seluruh bulu kuduknya berdiri.
°°°
Tenggorokan mereka kering, dibuat habis habisan meneriaki nama Karina. Sisa air di botol tidaklah banyak, tegukan terakhir diminum oleh Farhan karena ia demam. Ia perlu air untuk minum obat. Efek benturan di kepalanya entah mengapa membuatnya mual dan panas dingin. Sampai sampai pemuda itu berjalan dengan dikelilingi selimut karena udara malam semakin dingin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade
Fanfiction"Ini udah mustahil gak sih?" collaboration with dreamizluv cover by happyytal