10

6.8K 1.5K 255
                                    

"Lo tuh gak mikir ya?" Nalen ikut kesal dan melepas genggaman nya pada lengan Maudy dan pergi untuk melampiaskan kekesalannya.

"T-tapi kak! Aku serius."

"Ya lo pikir gue gak serius?!" ucap Nalen tanpa memberhentikan langkahnya. Biar saja Maudy mengejarnya dengan isi kepalanya yang sempit.

"Kita gak jadi turun kan karena temanku. Sekarang, aku bisa jagain temenku biar kalian semua turun."

"Temen lo bisa gak jagain lo?" tutur Nalen yang tiba tiba berbalik. Maudy hampir menubruknya, beruntung bisa di rem. "Dua kali lo ditinggal, lo gak ada takut takutnya ya? Gunung tuh gede, lo salah jalan aja bisa turun di provinsi lain." omel Jaemin.

Bibir Maudy bergetar, hendak memberi pembelaan namun tidak berani. Nalen keliatan menyeramkan jika seperti ini. "Itu kalo lo bisa turun, kalo enggak?"

"Hush, kak! Jangan ngomong macem macem." peringat Maudy, Nalen terdiam sekejap namun tetap melanjutkan omelannya.

"Temen lo tuh gak bisa di percaya. Jaga diri aja gak bisa, ini mau jaga orang lain. Bingung gue kalian ini nekat nekatan apa gimana sih?" Ucap Nalen frustasi sambil mengacak-acak rambutnya.

"Aku juga mau turun kak, bukan aku gak mau turun. Tapi aku juga harus inget kondisi Mahes, kemungkinan turun ya gak sekarang."

"Iya ngerti, gue bisa nunggu. Buang rasa gak enak lo, gue gak takut dimusuhin. Yang penting lo aman dan temen lo aman, ngerti?" ujar Nalen namun diburu pergi sebelum Maudy menjawabnya.













°°°















Tiba tiba, siang ini dilanda hujan. Mau tak mau mereka semua kembali mendirikan tendanya untuk berteduh. Sekarang pukul 3 siang, beruntung hujan sudah mulai reda. Sehingga mereka bisa beraktivitas dengan lega selain sumpek sumpekan didalam tenda.

Tadinya, tenda Malik penuh dengan banyak orang. Namun semua melakukan perenggangan setelah tau hujan mulai reda. Tersisa hanya Windu yang tertidur, Lia dan juga Surya.

Surya gak berniat untuk keluar, udara di dalam sini lebih hangat dan nyaman baginya. Sedangkan Lia, tidak bisa meninggalkan Windu yang tertidur didalam tenda jika nanti hanya tersisa dengan Surya.

Keduanya memandang keluar tenda, menyaksikan orang orang perenggangan bersama kabut yang mulai memudar. Mau mengobrol rasanya canggung setelah mengetahui fakta tentang Surya. Mau bersikap biasa pun tidak bisa. Padahal dulu sah sah saja mengobrol berjam jam dengan rekannya itu.

"Jadi canggung kan?" celetuk Surya sambil tersenyum miring. Lia menyangkalnya dengan gugup.

"Kamu kenapa gak pernah cerita? Kita kan udah berkali kali naik bareng."

"Aku cuma gak mau kamu tersugesti, Li. Kalo kamu gak bisa ngendaliin rasa takut, bisa kacau." jawab Surya kemudian menyeruput teh panas yang sudah tidak panas itu.

"Kalo udah kayak gini, kamu pura pura gak pernah tau aja ya." Surya menoleh ke arah Lia tatkala pemudi itu ketahuan sedang memandanginya. Lia membuang muka dan memainkan kuku kuku jarinya menghilangkan rasa canggung.

"Maaf udah bikin kamu gak nyaman," tutur Surya sebelum keluar tenda agar Lia tidak kaku kaku amat duduk didalam tenda berdua dengannya. Meski ada Windu, namun tetap saja suasana mencekam. Surya gak mau Lia jadi gak nyaman mengobrol dengannya. Ia pun menyingkat obrolan ini dan segera pergi.

Benar saja, setelah kepergian Surya, Lia benar benar baru bisa bernapas dengan lega. Ia merebahkan diri dan mengatur napasnya. Tak pernah seaneh ini duduk dengan Surya. Baru kali ini dan ini terasa begitu menyesakkan.

SerenadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang