2

12.1K 2.1K 89
                                    

"Yuk!" ajak Ekal. Karina dan Haje saling bertukar tatap.

"Yuk kemana?"

"Ya naik lagi lah, belum juga nyampe puncak."

"Yiren sakit, kita berdua mau mulangin dia dulu." ungkap Karin. Bahu Ekal yang tadinya terlihat bersemangat sekarang turun melemas. Belum apa apa sudah turun gunung saja. Gak asik, rencana libur akhir tahun nya gak berjalan mulus karena rekannya sakit.

"Gue jadi gak enak nih," cicit Yiren yang baru selesai menghabiskan teh hangatnya sambil melirik Ekal. "Kalian naik aja, gue tunggu disini."

"Ck, konyol. Kita bisa aja baru turun besok, Yi. Yakali lo nunggu disini sendirian." ucap Haje.

"Udahlah gapapa, gue juga gak terlalu mau naik gunung kok." bohong Karina demi membujuk Yiren.

"Yiren biar gue yang jaga, kalian naik aja." celetuk seseorang dibalik punggung mereka. Jeno, rekan mereka yang satu lagi. Karina agak menyesal dengan ucapannya.

"Mau sama siapa nunggu disini?" tanya Haje lalu menatap tangan Jeno.

"Ya berdua aja, emang kenapa?"

"Nyol Konyol, nih anak emang nekat banget sih. Udah di bolehin ikut naik gunung sekarang malah mau misah dari kita. Itu tangan lo urusin dulu Rajeno." omel Ekal. Tapi Jeno tetaplah Jeno, kepala batu.

"Ya kenapa sih? Keseleo doang ini."

"Ah lo mah badung! Susah dibilangin!" kesal Ekal.

"Udah udah, kalian semua naik aja. Gue disini sendirian juga gak masalah." selak Yiren.

"Nih lagi satu, udah dibilangin gak usah diet gak usah diet! Sakit kan?" ketus Haje lama kelamaan ikut kesal. "Yang mau turun bareng gue sama Karin ya ayo. Yang mau lanjut naik ya silakan. Jangan nekat nekatan lah." finalnya. Tapi belum sempat di sepakati, orang asing datang menyelinap dari sela sela gerombolan.

"Sorry udah nguping pembicaraan kalian. Nama aku Lia dari Ganesha ITci. Malam ini aku dan beberapa temen ngecamp disini, mungkin aku bisa bantu jaga temen kalian yang sakit?" keadaan jadi hening, sebelum akhirnya Jeno ambil alih.

"Tuh, pos ini bakal rame. Jangan khawatir, gue sama Lia yang bakal jagain Yiren." ujar Jeno. "Ya?"

"Biar fair dan gak sia sia, gue setuju sama Jeno. Kalian naik aja ya? Kalo pada turun gini, gue jadi gak enak hati." bujuk Yiren.

"Kalian bisa pegang KTM-ku untuk jaga jaga?" tawar Lia merasa orang orang disini belum percaya terhadapnya. Cewek ber-outer kotak kotak itu menyodorkan KTM nya dari dompet.

"Gimana?" tanya Haje.

"Yaudah," jawab Ekal. "Rin?" tanya Haje sambil menyikut Karina. "Hah? Iya, terserah."

"Beneran gapapa nih, Lia?" tanya Haje sekali lagi. Cewek itu tampak tersenyum tulus dan mengangguk.

"Iya gapapa, aku sama temen temen juga gak buru buru kok."

"Yaudah kalo gitu kita naik, kalo gak kuat jangan dipaksa. Kita bakal turun secepatnya besok. Tunggu disini sampai kita turun, ya?" ucap Haje selaku leader dalam pendakian ini.

"Ayo, nanti kesorean malah gak bisa liat sunset!" Ekal dan Karina kembali mengeratkan tasnya masing masing.

"Dah Yiren, jangan lupa minum obat." pesan Karina sambil mengacak acak rambut Yiren. Gadis keturunan Cina itu tersenyum dan berterimakasih.

"Tolong jagain Yiren ya, Jen."

"Hmm, pasti." ucap Jeno lalu tersenyum. Detik itu juga Karina sesak napas. Ini sejarah baru dalam hidupnya, Jeno akhirnya senyumin dia. Meski tipis banget tapi Karina yakin seratus persen Jeno senyumin dia. Karina makin yakin dengan ucapan Ekal.








°°°







"Udah mendingan?" tanya Lia yang udah duduk selama 2 jam didepan tenda. Yiren menempelkan punggung tangannya ke kening dan dia udah gak panas lagi. Kepalanya juga udah gak pusing setelah minum obat dan tidur.

"Sini duduk! Kenalin, ini kak Malik. Satu organisasi sama aku juga."

"Hai, sini nyemil bareng." ajak Malik lalu memberi ruang untuk Yiren duduki.

"Yiren," ucap Yiren sambil mengulur jabatan. Dan Malik tersenyum ramah kepadanya.

"Malik."

"Masih ada 3 temenku lagi. Tapi lagi pada sholat." tutur Lia, Yiren ngangguk ngangguk aja sambil menerima tawaran tempe dari Jeno yang juga ada disampingnya.

"Ini kalian beneran bakalan bermalam disini?" tanya Yiren. Pasalnya shelter makin sepi setelah ia tinggal tidur 2 jam saja.

"Kalo kamu masih ngerasa kurang enak badan, ya. Kita bakalan bermalam disini." jawab Malik. Namun bila jawaban itu dicerna, berarti alasan mereka mau bermalam disini adalah hanya karenanya? Wah, Yiren makin gak enak hati. Untung badannya sudah sehat kembali, berjalan sampai puncak mungkin bisa ia lakukan.

"Gu-aku udah baik-kan kok. Maaf ya jadi ngerepotin." ucap Yiren menunduk memandangi tanah yang ditumbuhi jarang jarang oleh rumput.

"Jangan gak enakan gitu dong. Semua pendaki kan saudara." Hati Yiren menghangat, ucapan Lia barusan benar benar mampu melunakannya yang kaku.

"Eh, tuh mereka!" tunjuk Lia pada 3 orang dibelakang Yiren yang baru menggugurkan kewajibannya.

"Nih tempe goreng, buat ganjel perut. Abis itu kita naik lagi."

"Naik? Gak jadi tidur disini?" tanya laki laki paling jangkung diantara ketiganya.

"G-aku udah sehat kok. Maaf jadi ngerepotin." tutur Yiren. Ia mengelap jarinya yang berminyak karena tempe lalu mengajak 3 orang asing itu berkenalan.

"Yiren."

"Surya."

"Nalen."

Dan satu-satunya cewek diantara mereka, yang paling mungil. "Windu."

"Nah kan enak, udah pada kenal semua," celetuk Malik. "Ayo cepet dihabisin. Keburu dingin tempenya. Abis itu kita siap siap." Semua langsung nyerbu tempenya lagi. Kebetulan perut Yiren kosong dan mau gak mau makan aja tempenya meski berminyak banget. Ia tidak ingin merepotkan orang lain untuk yang kedua kalinya.









Sepanjang perjalanan menaiki gunung, selama itu juga Haje merasa ada yang aneh. Gerak geriknya seolah terbatas, rasanya seperti seseorang terus saja mengawasinya sejak tadi.

Netranya melirik pada Ekal dan Karina yang sibuk berbincang dihadapannya, kemudian menoleh kesamping untuk memastikan bahwa tak ada seorangpun disebelahnya.

"Firasat gue doang deh." Gumamnya teramat pelan.

Namun tepat saat itu juga badannya menegang sesaat, merasakan tepukan pelan di pundak kirinya. Lantas ia menoleh.

Kosong.

Tak ada siapapun disana kecuali gerombolan pendaki yang tak ia kenal. Meski kalau ia tidak salah liat, ada si mata kucing di selip barisan itu. Tapi lagi pula jaraknya tak memungkinkan untuk menepuk pundaknya. Sudah dipastikan, sesuatu yang tak terlihatlah yang mulai mengganggunya.


Serenade

jangan heran kalo bahasanya campur aduk gue-lo & aku-kamu karena mereka aslinya 2 orang :)

SerenadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang