"Ayo semangat!" teriak Karina dengan sisa sisa tenaga. Barisan berjarak terlalu jauh, Han tidak bisa menyusul. Lututnya lemas dan perutnya perih. Ia benar benar tidak sanggup lagi berjalan. Saluran pernapasannya menyempit, ia kehabisan oksigen.
Ekal yang berada di belakangnya diam sejenak mengambil napas. Dan kemudian pemuda berkulit sawo matang itu menoleh kebelakang, dimana beberapa orang juga sudah berlutut di tanah. Lia tampak sibuk menyemangati Windu dan Maudy yang tak terbiasa olahraga. Yang mengakibatkan keduanya tidak bisa berjalan lagi karena kedua kakinya sudah seperti jeli.
Ekal masih menatap ke belakang, melihat Nalen, Jeno, Mahes dan Surya datang mendekat untuk membantu orang orang yang tidak sanggup dibarisan belakang. Sehingga akhirnya ia merasa tenang dan bisa fokus untuk membantu dan menyemangati rekan di depannya. Namun saat ia hendak menyusul orang di depannya, ia terlambat perihal waktu dan jarak. Farhan ambruk saking tidak kuat lagi.
Pandangannya menghitam, ia hanya bisa mendengar riuhnya Ekal memanggil namanya. Lutut Ekal seperti di beri kekuatan, pemuda itu menjadi sanggup untuk berlari menaiki gunung ini. Di pangku lah kepala Farhan saat Ekal tiba, mengecek apakah ada yang terluka dan jawabannya adalah iya. Sisi kepala kanannya berdarah akibat membentur keras bebatuan.
"WOY WOY WOY! TOLONGIN INI PALANYA BOCOR!" ujarnya dengan keras agar seluruh temannya mendengar.
Lia membalikkan tubuhnya dan matanya terbelalak, ia lekas naik kearah Han berasa setelah Maudy dan Windu berada ditangan yang aman.
"Hati hati, Li!" peringat Surya yang mencuri dialog Jeno.
Nalen memapah Windu, sedangkan Maudy di papah oleh Mahesa. Ke enamnya-termasuk Jeno dan Surya-
berjalan pelan kearah atas. Namun di tengah jalan Maudy menolak, ia mengusul agar Mahes naik ke atas secepat mungkin karena Farhan lebih membutuhkan pemuda itu dari pada dia."Kamu tolongin dia dulu, aku bisa jalan pelan pelan." tutur Maudy dengan serius. Tangan yang telah siap memapah pundak itu turun dan mengepal tepat setelah kalimat Maudy diakhiri. Pemuda itu merapatkan giginya dan mengencangkan rahangnya. Menatap kembali manik mata kecoklatan untuk mencari keyakinan. Lantas, mendapat sekali lagi gerak isyarat yang lebih seperti perintah untuknya. Perintah yang tak akan bisa ia bantah seperti biasa.
Pemuda hidung mancung itu pun mengeratkan tasnya, lekas menanjak dan menyelak barisan agar ia bisa sampai lebih dulu untuk menolong Han.
"Taro di bawah mas, ojo di angkat." tutur Mahesa. Kemudian ia melepas tasnya dengan cepat dan mengecek jalur napas sang korban. Syukurnya masih terus bekerja.
"Mas denger suaraku?" tanya Mahes sambil memberikan pertolongan. Belum ada jawaban meski Han dengar akan suara itu. Pemuda hidung mancung itu mengambil kain seadanya yang ia miliki, lalu menyeka darah yang mengalir di kepala rekannya. Menekannya supaya aliran darah berhenti dan mengikat sekencang yang ia bisa. Hingga sebuah lirihan menghentikan kegiatannya.
"Jangan tinggalin inyong..." lirihnya dengan mata terpejam mengaliri air mata dipelipis. Memberikan sensasi nyeri diulu hati bagi siapapun yang mendengar ucapan itu barusan.
"Gak akan lah!" ujar Ekal.
"Tapi nyong gak kuat jalan lagi..."
"Masih keburu jalan pelan pelan, sumpah gapapa....gua tungguin." ucap Ekal lagi. Napas Han tercekat sementara, tubuhnya bergetar dan semakin banyak berkeringat. Ekal pun menggenggamnya telapak tangan pemuda yang sudah dingin itu. Menatapnya lamat lamat menunggu reaksi selanjutnya yang terjadi pada rekannya yang terkapar.
Perlahan, kedua kelopak mata itu terbuka. Ada sensasi seperti jatuh dari ketinggian yang membuat mulut Ekal ternganga gemetar. Sedang ia yang terkapar masih berusaha melawan silaunya mentari di siang hari ini. Membuat sebuah tubuh berinisiatif menghadang sinarnya dan berkata, "A-apa yang lo rasain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade
Fanfiction"Ini udah mustahil gak sih?" collaboration with dreamizluv cover by happyytal